Seputar Bali

4 Tradisi Sakral dalam Perayaan Hari Raya Nyepi di Bali

hari raaya Nyepi Tahun Baru Caka 1946, The Amazing Taman Safari Bali ajak wisatawan mengenali tradisi Bali

 

DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Hari Raya Nyepi adalah perayaan Tahun Baru Saka yang dirayakan oleh umat Hindu di Bali yang merupakan salah satu perayaan paling penting dalam kalender Hindu. Nyepi tidak hanya sekadar hari libur atau perayaan biasa, tetapi juga momen introspeksi dan penyucian diri.

Setiap tahunnya, umat Hindu di Bali menjalani serangkaian tradisi yang memiliki makna mendalam, dimulai dari penyucian alam semesta hingga pengendalian diri. Selama perayaan Nyepi, ada empat tradisi utama yang dilaksanakan oleh masyarakat Bali.

Tradisi ini dilakukan dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi Tahun Baru Saka dan mencapai kesucian jiwa serta hubungan harmonis dengan Tuhan, alam, dan sesama. Tradisi tersebut meliputi Melasti, Pangrupukan, Nyepi, dan Ngembak Geni.

BACA JUGA:  Pengamalan Empat Pilar MPR RI Wajib Di Lakukan Masyarakat Bali

Setiap tradisi tersebut mengandung makna penting yang saling berkaitan serta memberikan pembelajaran spiritual yang berharga bagi umat Hindu. Berikut ini adalah 4 tradisi bagi umat Hindu.

1. Melasti

Melasti adalah salah satu ritual besar yang dilaksanakan beberapa hari sebelum Hari Raya Nyepi, tepatnya tiga hari sebelumnya. Ritual ini bertujuan untuk melakukan penyucian alam semesta dan segala benda yang dianggap sakral, seperti Pratima (patung-patung dewa), alat-alat sembahyang, dan berbagai benda keagamaan lainnya. Ritual ini dilakukan dengan membawa benda-benda tersebut menuju laut, danau, atau sumber air yang dianggap suci. Air yang digunakan dalam upacara Melasti dipercaya memiliki kekuatan penyucian yang mampu membersihkan kekotoran batin dan fisik.

Selain itu, upacara Melasti juga diiringi dengan gamelan atau disebut dengan musik tradisional Bali yang memberikan suasana sakral dan damai. Seluruh proses ini menggambarkan pentingnya menjaga hubungan yang harmonis antara manusia, alam, dan Tuhan. Melasti juga merupakan ajang untuk memperkuat ikatan sosial masyarakat Bali, karena warga desa berkumpul dan berpartisipasi dalam upacara bersama.

2. Pangrupukan

Pangrupukan, atau yang sering disebut juga dengan Upacara Tawur Kesanga, merupakan tradisi yang dilaksanakan sehari sebelum Nyepi, tepatnya pada Tilem Sasih Kasanga (bulan mati). Tradisi ini berkaitan dengan upacara Bhuta Yadnya, yang dipersembahkan kepada Bhuta Kala atau roh jahat. Tujuannya adalah untuk menjaga keseimbangan alam dan menetralkan energi negatif yang mungkin mengganggu kehidupan manusia.

BACA JUGA:  Viral Mantan Sulinggih Kembali Mediksa, PHDI : Sesana Sulinggih Jangan Digunakan Main-main

Upacara Pangrupukan dilakukan dengan mempersembahkan sesajen caru yang berupa berbagai makanan, dupa, dan sesajen lain kepada Bhuta Kala. Proses ini juga melibatkan penggunaan alat musik tradisional, seperti gong, dan berbagai simbol keagamaan yang menyampaikan pesan harmoni antara manusia dan alam semesta.

Tingkat Desa

Pada tingkat desa biasanya sesajen caru yang digunakan saat upacara Pengrupukan lebih besar dan komplek. Sesajen utamanya yaitu nasi sasah aman cawarna (berumbun) sebanyak 9 tanding, segehan agung berwarna putih sebanyak 108 tanding, daging olahan ayam brumbun, serta tetabuhan yang berasal dari darah ayam.

Semua sesajen ini diaturkan di hadapan Sang Bhuta Kala, yang dipercaya sebagai simbol untuk menetralkan energi negatif dan menjaga keseimbangan alam serta kehidupan manusia. Upacara di tingkat desa ini lebih besar dan melibatkan seluruh masyarakat setempat, sehingga sesaji dan persembahan yang diberikan juga lebih banyak dan lebih kompleks.

BACA JUGA:  Ini 9 Pura Kahyangan Jagat di Bali Lengkap dengan Nama dan Lokasinya

Tingkat Rumah Tangga

Tingkat rumah tangga menggunakan sesajen caru yang lebih sederhana. Serupa dengan yang ada di Tingkat desa. Namun, pada tingkat rumah tangga tetabuhan dari darah ayam diganti dengan arak berem.

Selain itu, sesajen yang disusun di rumah tangga tidak sebanyak di tingkat desa karena upacara ini dilaksanakan dalam lingkup keluarga dan tidak melibatkan seluruh masyarakat.

3. Nyepi

Hari Nyepi adalah puncak dari rangkaian tradisi Hari Raya Nyepi. Pada tahun ini, umat Hindu di Bali melakukan catur brata penyepian, yaitu empat bentuk pengendalian diri yang dilaksanakan selama 24 jam penuh, dari pagi hingga pagi berikutnya.

Berikut empat prinsip dalam Catur Brata Penyepian adalah:

  • Amati Geni (Menghindari Api): Menghindari segala bentuk cahaya atau api, termasuk listrik. Ini melambangkan pengendalian hawa nafsu.
  • Amati Karya (Menghindari Pekerjaan): Tidak melakukan pekerjaan fisik, tidak beraktivitas seperti biasa, dan lebih banyak fokus pada penyucian rohani.
  • Amati Lelungan (Tidak Bepergian): Menahan diri untuk tidak bepergian dan mengurangi aktivitas luar rumah. Ini bertujuan untuk menciptakan kedamaian dan konsentrasi batin.
  • Amati Lelanguan (Menghindari Hiburan): Tidak melakukan kegiatan hiburan atau rekreasi, termasuk makan dan minum, untuk murni memusatkan pikiran pada spiritualitas.
BACA JUGA:  Makna dan Banten Anggarakasih Prangbakat dalam Hindu Bali

Hari Raya Nyepi adalah saat yang tepat untuk berintrospeksi diri, menyucikan hati, dan merencanakan perubahan positif untuk tahun yang akan datang. Kehidupan di Bali benar-benar berhenti selama Nyepi dengan jalanan sepi dan aktivitas terhenti dan dapat memberikan kesempatan bagi semua orang untuk merenung.

4. Ngembak Geni

Setelah menjalani Nyepi yang penuh dengan refleksi dan penyucian diri, umat Hindu di Bali merayakan Hari Ngembak Geni. Hari yang menandakan berakhirnya catur brata penyepian.

Pada hari tersebut, umat Hindu kembali melakukan aktivitas seperti biasanya dengan makna yang lebih dalam. Ngembak Geni adalah saat bagi umat Hindu untuk saling mengunjungi kerabat, teman, dan orang-orang terdekat untuk saling memaafkan. Semua kesalahan dan kekhilafan yang terjadi selama tahun lalu dilupakan, dan setiap orang berharap dapat memulai tahun baru dengan hati yang bersih dan pikiran yang jernih.

BACA JUGA:  Kala Wisesa, Dewasa Ayu Memulai Suatu kegiatan Februari 2025

Di beberapa desa, tradisi Ngembak Geni ini diwarnai dengan aktivitas seperti bermain dan bersenang-senang, namun yang paling penting adalah suasana saling menghormati dan saling memaafkan. Hubungan sosial yang sempat terkendala atau terputus dipulihkan dan setiap individu berusaha menghindari pertengkaran atau permusuhan. ***

 

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

Shares: