Agustus, BI Prediksi Bali Mampu Genjot Inflasi

 Agustus, BI Prediksi Bali Mampu Genjot Inflasi

Denpasar, BaliKonten.com – Dibukanya pariwisata pada 31 Juni lalu, diprediksi akan dapat menggenjot inflasi atau kenaikan harga barang di Bali pada bulan Agustus. Hal tersebut sejalan dengan kebutuhan Bali, yang saat ini mengalami deflasi atau penurunan harga barang, akibat rendahnya daya beli masyarakat.

Demikian dikatakan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho, dalam siaran pers Selasa (4/8). “Dimulainya kegiatan ekonomi berpotensi meningkatkan tekanan inflasi pada Agustus 2020,” ungkapnya. Menghadapi potensi tantangan tersebut, kata dia, Bank Indonesia Provinsi Bali akan tetap konsisten menjaga stabilitas harga.

Trisno Nugroho menyebutkan BI akan bersinergi bersama Pemprov Bali, untuk menjaga kestabilan ekonomi.

Untuk itu, pihaknya secara konsisten berkoordinasi bersama Pemerintah Provinsi Bali. Salah satunya berkoordinasi bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), guna memastikan inflasi terjaga dalam kisaran sasaran nasional.

“TPID Kabupaten/Kota dan Provinsi Bali senantiasa akan terus menjalankan program 4 K, yaitu kestabilan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi dan komunikasi yang efektif,” terangnya.

Merujuk kepada situasi ekonomi Juli lalu, Bali mengalami deflasi atau penurunan harga barang, dibandingkan bulan sebelumnya. Itu terjadi meliputi kelompok makanan bergejolak inflasi inti dan harga barang yang diatur pemerintah.

BI menjadi juga gencar menjalin sinergi bersama Pemprov Bali dalam rangka menyukseskan program QRIS.

 

Menurut catatan BPS, Provinsi Bali pada bulan Juli 2020 mengalami deflasi sebesar 0,39 persen month to month (mtm), dimana lebih dalam dibandingkan dengan deflasi nasional, sebesar 0,10 persen mtm.

Kota Denpasar mengalami deflasi sebesar -0,46 persen mtm, sedangkan Kota Singaraja mencatat inflasi sebesar 0,11 persen mtm. Secara tahunan, inflasi Bali tercatat sebesar 1,06% year on year (yoy) dimana lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yakni 1,54 persen, yoy.

Kelompok makanan bergejolak mengalami deflasi sebesar -1,37 persen (mtm), lebih dalam dibandingkan dengan Juni 2020 atau -0,25 persen, mtm.

BACA JUGA:  Demer Ajak Generasi Milenial Bali Tingkatkan Kualitas Lewat Entrepreneur

Penurunan terdalam berlanjut untuk komoditas bawang merah, daging ayam ras, dan cabai rawit. Turunnya harga bawang merah terjadi karena masih berlangsungnya panen bawang merah di sentra produksi.

BI dan Pemprov berupaya menggairahkan perkonomian Bali dengan membuka sektor pariwisata.

Selain itu, pasokan cabai rawit melimpah cukup seiring dengan hasil panen yang tinggi. Kelompok barang inflasi inti mencatat deflasi sebesar -0,11 persen mtm. Penurunan ini terjadi terutama didorong oleh penurunan harga canang sari dan beberapa komoditas lain seperti air kemasan dan sabun mandi cair.

Di sisi lain, harga emas perhiasan masih meningkat sejalan dengan peningkatan harga emas dunia akibat ketidakpastian ekonomi global.

Selain itu, seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru pada bulan Juli, peningkatan biaya pendidikan, terutama SD dan SMA, turut menyumbang inflasi kelompok barang inflasi inti.

Kelompok harga barang yang diatur pemerintah mencatat deflasi sebesar -0,63 persen mtm. Penurunan tekanan harga pada kelompok ini terutama disebabkan oleh turunnya tarif angkutan udara.

Namun penurunan ini tertahan karena adanya kenaikan tarif angkutan antar kota yang meningkat seiring dimulainya normalisasi kegiatan ekonomi. Bank Indonesia memperkirakan inflasi sampai dengan akhir tahun 2020 akan tetap terkendali dan berada pada kisaran sasaran 3,0+1 persen. (801)

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

error: Content is protected !!