Pendidikan

ARW Motivasi Akademisi Jaga Kebinekaan Lewat Sosialisasi Empat Pilar 

Denpasar, Balikonten.com – Bali menjadi salah satu provinsi yang dipandang aman dari konflik laten antar warga. Itu tidak lepas dari keberadaan Desa Adat yang mengikat kegiatan sosial masyarakat, sehingga melahirkan budaya kekerabatan yang kuat.

 

Salah satu yang efektif memupuk Kebhinekaan adalah lingkungan Banjar. Pesan tersebut disampaikan Anggota MPR RI, I Gusti Agung Rai Wirajaya dalam sosialisasi empat pilar di Pusat Studi Pancasila Universitas Ngurah Rai, Kamis (25/3).

 

“Kemajuan jaman yang berbasis digital ini bisa membatasi komunikasi antar warga. Sudah bagus. Maka kita harus menjaga ini (Kebhinekaan),” ujarnya kepada para hadirin yakni Rektor, Dekan, Kaprodi dan anggota Pusat Studi Pancasila.

 

Dengan modal budaya itu, dia yakin keberagaman di Bali terjaga dengan baik. Dia juga mengajak perguruan tinggi ikut mengawal perwujudan nilai-nilai Pancasila, khususnya di Bali.

 

Salah satunya diwujudkan dengan mendukung program pemerintah yakni vaksinasi Covid-19.

 

Kegiatan itu turut menghadirkan dua pemateri lain yakni Akademisi Dr. Dra. I Gusti Ayu Diah Yuniti dan Ir. Ketut Witarka Yudiarka. Diah Yuniti menilai upaya menjaga kebhinekaan dan menerapkan nilai Pancasila juga sejalan dengan semangat Universitas Ngurah Rai.

 

Melalui lembaga Pusat Studi Pancasila dia berharap sosialisasi tentang Pancasila semakin tersebar luas. Menurutnya merupakan lembaga riset pertama di Bali tentang nilai Pancasila.

 

“UNR sudah dibentuk lembaga yang melakukan pengkajian, pendalaman dan menyosialisasikan Pancasila sebagai dasar negara kepada seluruh masyarakat,” ujarnya.

 

Kepada para hadirin, dia menyebutkan bahwa Pancasila merupakan pemikiran yang matang. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya telah teruji oleh waktu dan pengalaman para pemimpin bangsa.

BACA JUGA:  Celebrates 4th Bruno’s Birthday at Bali Safri Park!

 

Sepaham, Witarka mengatakan universitas merupakan lembaga yang strategis dalam menerjemahkan nilai Pancasila dan Kebhinekaan. Sebab di dalamnya terdapat para kaum intelektual. Atas dasar itu dia menilai seharusnya tidak ada paham radikal di kalangan kampus.

 

“Kenapa begitu? Karena di sini harus terbiasa mempertanyakan dan tidak bisa distel (dikendalikan) oleh paham tertentu. Tetap skeptis itu ciri kalangan intelek,” ungkapnya.

 

Di tengah pandemi, kegiatan ini tetap berlangsung efektif dengan penerapan protokol kesehatan. Peserta yang hadir lansung dibatasi, sedangkan peserta lainnya mengikuti kegiatan dalam jaringan. (801)

 

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

Shares: