Menyetem Gamelan dan Alat Musik di Oktober 2025: Waktu yang Tepat untuk Harmoni

Kabupaten Badung menerjunkan puluhan seniman anak-anak yang tergabung dalam Sanggar Seni Sudha Wirad, Banjar Pipitan, Desa Canggu Kecamatan Kuta Utara dalam Utsawa (Parade) Gong Kebyar Anak-anak serangkan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 Tahun 2025/ balikonten
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Bulan Oktober menjadi momen spesial bagi para pecinta seni tradisional Bali, khususnya gamelan. Berdasarkan kalender Bali, tanggal 20 Oktober 2025 bertepatan dengan hari Bojog Turun, yang dianggap sebagai waktu paling ideal untuk menyetem gamelan dan alat musik tradisional lainnya. Tradisi ini bukan sekadar rutinitas teknis, melainkan bagian dari upaya menjaga harmoni suara dan makna spiritual yang terkandung dalam setiap nada.
Makna Bojog Turun dalam Penyeteman Gamelan
Hari Bojog Turun memiliki nilai budaya yang mendalam di kalangan masyarakat Bali. Menurut tradisi, hari ini dipercaya membawa energi positif untuk menyelaraskan alat musik, terutama gamelan, agar menghasilkan suara yang seimbang dan merdu. Penyeteman gamelan pada hari ini bukan hanya soal teknis, tetapi juga wujud penghormatan terhadap warisan leluhur dan kepekaan terhadap nilai-nilai spiritual Bali.
Gamelan, sebagai ansambel musik tradisional Bali, memainkan peran sentral dalam berbagai upacara adat dan seni pertunjukan seperti tari dan wayang. Proses penyeteman dilakukan dengan cermat untuk memastikan setiap bilah gong, saron, atau kendang menghasilkan nada yang selaras. “Menyetem gamelan pada hari yang tepat seperti Bojog Turun membantu kami menjaga kualitas suara sekaligus menghormati tradisi,” ujar seorang seniman gamelan dari Banjar Tegal, Gianyar.
Proses Penyeteman Gamelan
Penyeteman gamelan bukanlah pekerjaan sembarangan. Proses ini membutuhkan keahlian khusus, pendengaran yang tajam, dan pemahaman mendalam tentang laras (skala nada) yang digunakan, seperti slendro atau pelog. Para pengrawit, sebutan untuk pemain gamelan, sering kali bekerja sama dengan tukang stem, yaitu ahli yang secara khusus bertugas menyetel alat musik.
Prosesnya dimulai dengan memeriksa setiap bilah logam pada instrumen seperti gangsa atau reyong. Bilah-bilah ini digerinda atau ditipiskan secara perlahan untuk menyesuaikan nada. Untuk instrumen seperti kendang, penyeteman dilakukan dengan mengencangkan atau mengendurkan kulit membran agar menghasilkan suara yang pas. Ketelitian dalam proses ini sangat penting, karena ketidaksesuaian nada sekecil apa pun dapat mengganggu harmoni keseluruhan ansambel.
Pentingnya Menyetem di Waktu yang Tepat
Mengapa Bojog Turun begitu istimewa? Dalam kepercayaan Bali, hari ini dianggap memiliki vibrasi spiritual yang mendukung aktivitas seni, termasuk penyeteman alat musik. Penyeteman yang dilakukan pada waktu yang tepat diyakini tidak hanya menghasilkan suara yang lebih harmonis, tetapi juga membawa berkah bagi para seniman dan penampilan mereka di masa mendatang.
Selain gamelan, alat musik lain seperti suling Bali atau ceng-ceng juga sering disetem pada hari ini. Proses ini memastikan bahwa setiap alat musik siap digunakan dalam berbagai upacara, mulai dari odalan (hari raya pura) hingga pentas seni budaya. Dengan demikian, tradisi ini menjadi jembatan yang menghubungkan seni, budaya, dan spiritualitas dalam kehidupan masyarakat Bali.
Menjaga Warisan Budaya Bali
Menyetem gamelan pada hari Bojog Turun bukan sekadar tradisi, tetapi juga cerminan komitmen masyarakat Bali untuk melestarikan warisan budaya mereka. Di tengah gempuran modernisasi, upaya menjaga gamelan tetap hidup melalui penyeteman yang cermat menunjukkan betapa pentingnya seni tradisional dalam identitas budaya Bali.
Bagi para seniman muda, momen ini juga menjadi kesempatan untuk belajar dari para tetua tentang teknik penyeteman dan makna budaya di baliknya. “Kami tidak hanya menyetel nada, tetapi juga menjaga jiwa gamelan agar tetap hidup,” kata seorang pengrawit muda dari Denpasar.
Kesimpulan
Tanggal 20 Oktober 2025, saat Bojog Turun tiba, menjadi waktu yang dinanti untuk menyetem gamelan dan alat musik tradisional lainnya. Proses ini bukan hanya soal menciptakan harmoni suara, tetapi juga tentang melestarikan tradisi dan nilai-nilai spiritual yang telah diwariskan turun-temurun. Dengan penyeteman yang dilakukan dengan penuh ketelitian, gamelan Bali akan terus mengalun merdu, mengiringi upacara adat dan pentas seni, sekaligus memperkuat identitas budaya Pulau Dewata.
***
