Nasional

Art Instalasi “I am a Tree”, Agung Prianta: Eskpresi Kegelisahan Tentang Kondisi Lingkungan di Bali

Art Instalasi "I am a Tree", Agung Prianta: Eskpresi Kegelisahan Isu Lingkungan di Bali

 

 

BADUNG, BALIKONTEN.COM – Puluhan pohon di kawasan Jimbaran Hub dibalutkan kain dengan 4 warna dasar, merah, Kuning, putih dan hitam. Bukan tanpa sebab, ini adalah bagain dari Art Instalasi “I am a Tree” yang dilakukan oleh seniman Made Bayak bersama Tjandra Hutama dan bagian akhir dari pameran Crisis di Jimba Art Hall yang berlangsung sebulan dari 26 Oktober dampai 26 Nopember 2025.

Pun melalui instalasi ini diselipkan pesan yang sangat dalam oleh Made Bayak dan juga Tjandra Hutama. “Pohon tidak pelu manusia meski dia hanya memiliki jiwa saja,” ungkapnya saat ditemui disela kegiatan berlangsung pada Jumat, 13 Desember 2024.

Dia menyebutkan bahwa manusia yang notabene dianggap sebagai makhluk paling sempurna justru menjadi musibah. “Bayarkan saja bagaimana tindakan manusia yang serakah dan disebut paling sempurna justru menjadi pusat bencana itu sendiri,” lanjutnya.

BACA JUGA:  Danrem 163/WSA Simakrama dengan Insan Media

Selain itu, arti instalasi ini juga menjadi media pengingat bahwa seharusnya manusia bisa lebih menghormati pohon yang memiliki peran besar untuk hidupnya. “Ini juga respon kami sebagai seniman yang belakangan banyak pohon ditebang atas nama pembangunan di Bali khususnya,” ungkap gitarik Geks Smile ini.

Mendampingin Made Bayak, Tjandra Hutama menambahkan bahwa pohon tidak membutuhkan manusia justru manusialah yang membutuh pohon sebagai salah satu penyambung hidup. “Saya tekankan disini manusia sangat membutuhkan pohon bukan sebaliknya, itulah titik penting dari kegiatan instalasi ini,” ungkapnya.

Dilain sisi, Dr. Putu Agung Prianta selaku inisiator pameran seni rupa Crisis menegaskan sesungguhnya seni instalasi penyadaran lingkungan adalah respon kelanjutan dari bagian Crisis Art Project. “Art instalasi ini adalah bentuk kritik atas praktik pembangunan pariwisata di Bali yang semakin menghabiskan lahan, termasuk lahan-lahan perlindungan dimana harus membabat pohon-pohon,”nya.

BACA JUGA:  Personil Polsek Benoa Lakukan Cooling System Pada Saat Cuaca Exstrem

Ia juga menyebut bahwa seni instalasi Bayak dan Tjandra setidaknya mengingatkan kepada kita untuk tetap terus menjaga untuk tetap lestari. “Bila dikatakan seni memang harus sensitive dengan keadaan, kiranya Bayak dan Tjandra benar-benar sensitive untuk menyuarakan betapa sangat penting pohon bagi kehidupan, terutama juga bagi keberlangsungan kehidupan anak cucu generasi mendatang,” tutupnya. 

Adapun penjelasan tentang warna yang digunakan dalam instalasi bila dikaitkan dengan filosofi Bali memiliki sarat makna. Warna merah melambangkan kekuatan Dewa Brahma, warna putih melambangkan Dewa Siwa, warna hitam melambangkan kekuatan Dewa Wisnu dan warna kuning melambangkan Dewa Mahadewa

Kemudian 4 unsur warna ini juga sering dijumpai dalam gelang atau benang Tridatu yang melambangkan Tri Kona yang berarti bekal hidup setiap manusia, seperti Utpeti (lahir), Stiti (hidup), dan Pralina (mati), sedangkan kuning melambangkan keluhuran dan menjaga keseimbangan alam.

BACA JUGA:  Pameran Klambi, Salah Satu Upaya Pemkot Denpasar Bangkitkan Eksistensi Pasar Kumbasari

Sedangkan dalam keselarasan penjuru mata angina, hitam melambangkan arah utara, warna putih melambangkan arah timur, warna merah melambangkan arah selatan, dan warna kuning melambangkan arah barat. Selain itu pada kain yang terpasang ada QR Code yang berisi film berdurasi pendek, film itu menyampaikan pesan betapa sangat penting pohon bagi kehidupan kita dan mahluk bumi lainnya, serta ajakan untuk mencintai dan melestarikan. ***

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

Shares: