DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Setiap 210 hari, tepatnya pada Sukra Kliwon Wuku Sungsang, umat Hindu di Bali merayakan Sugihan Bali, sebuah tradisi sakral yang menjadi bagian tak terpisahkan dari rangkaian Hari Raya Galungan. Hari ini umat Hindu kembali mempersiapkan diri menyambut momen suci ini dengan penuh makna.
Berbeda dengan Sugihan Jawa yang berfokus pada penyucian alam semesta (bhuana agung), Sugihan Bali mengajak umat untuk membersihkan alam batin atau bhuana alit, yaitu jiwa dan raga manusia.
Makna Sugihan Bali: Menyucikan Jiwa dan Raga
Kata Sugihan Bali berasal dari akar bahasa Sansekerta, di mana sugi berarti pembersihan dan Bali merujuk pada kekuatan batin yang bersemayam dalam diri. Tradisi ini menjadi simbol penyucian mikrokosmos, yakni tubuh dan jiwa manusia, sebagai persiapan menyambut Hari Raya Galungan. Dalam lontar Sundarigama, Sugihan Bali disebut sebagai kalinggania amrestista raga tawulan, yang berarti proses pembersihan jasmani dan rohani melalui permohonan tirtha penglukatan, air suci yang diyakini mampu menyucikan.
Ritual ini dilakukan secara sekala (lahiriah) dan niskala (batiniah), menggabungkan upaya fisik dan spiritual. Selain menjadi momen untuk membersihkan diri, Sugihan Bali juga dianggap waktu yang tepat untuk yoga semadi, yaitu meditasi untuk introspeksi diri (mulat sarira) dan melatih pengendalian diri dari godaan indria.
Prosesi Sugihan Bali: Fleksibel dan Bermakna
Tidak seperti upacara besar lainnya, Sugihan Bali tidak memiliki tata cara baku yang kaku. Menurut Dra. Ni Made Sri Arwati dalam bukunya Hari Raya Galungan (1992), tidak ada ritual khusus yang wajib dilakukan. Umat Hindu biasanya memohon tirtha penglukatan kepada Sang Sadaka atau Sulinggih (pemuka agama). Sarana yang sering digunakan adalah bungkak nyuh gading, kelapa gading yang melambangkan kesucian.
Selain itu, perayaan Sugihan Bali diisi dengan persembahyangan seperti pada hari Kliwon lainnya. Yang menarik, pelaksanaan ritual ini sangat bergantung pada prinsip desa, kala, patra—tempat, waktu, dan situasi setempat. Oleh karena itu, prosesi Sugihan Bali di satu daerah di Bali bisa berbeda dengan daerah lain, mencerminkan kekayaan budaya dan tradisi lokal.
Mengapa Sugihan Bali Penting?
Sugihan Bali bukan sekadar ritual, tetapi juga cerminan keseimbangan antara tubuh, pikiran, dan jiwa. Dalam kehidupan modern yang penuh distraksi, momen ini mengajak umat untuk berhenti sejenak, merenung, dan kembali terhubung dengan esensi spiritual mereka. Dengan melakukan penglukatan dan yoga semadi, umat Hindu diajak untuk memperkuat batin, menjaga kemurnian hati, dan mempersiapkan diri menyambut kemenangan dharma dalam Hari Raya Galungan.
Menggali Kekayaan Tradisi Bali
Sugihan Bali adalah pengingat bahwa penyucian tidak hanya dilakukan pada lingkungan luar, tetapi juga pada diri sendiri. Tradisi ini mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan batin di tengah dinamika kehidupan. Dengan pendekatan yang fleksibel namun sarat makna, Sugihan Bali tetap relevan sebagai warisan budaya yang memperkaya identitas spiritual masyarakat Bali.
Jika Anda ingin merasakan kedalaman makna Sugihan Bali, cobalah ikut serta dalam persembahyangan sederhana atau meditasi introspektif. Momen ini bukan hanya soal ritual, tetapi juga tentang menemukan kedamaian dalam diri menjelang perayaan Galungan.
*** ***