Seputar Bali

Mengenal Pecut Bali dan Bukti Kesaktiannya

­Denpasar, Balikonten.com – Kolaborasi kesenian nusantara tampil dalam pentas budaya yang digelar Puri Gerenceng, Sabtu (26/12), di Puri Gerenceng, Dauh Puri, Denpasar. Pentas yang bertajuk “Festival Pecut Pusaka Ksatria Mahottama” itu menampilkan tarian pecut asal Bali dan pecut Nusantara.

Juga tampil atlet beladiri dan sendratari kontemporer yang menyeritakan kesaktian pecut. Pentas ini menjadi pentas yang unik dan langka di Denpasar. Sebab, meski telah dikenal oleh masyarakat Bali sejak jaman kerajaan, belum banyak pihak yang mewadahi pelestarian budaya ini.

Penampil pecut Bali, Alamsyah, menyebut pecut memang dikenal masyarakat Bali sejak lama. Namun sejak menekuni kerajinan pecut sejak 2009 lalu, ia menilai belum banyak orang yang berminat mengoleksi pecut. Dilihat dari fisiknya, ada perbedaan yang mencolok antara pecut Bali dan daerah lain.

Pecut Bali relatif lebih kecil, sedangkan pecut daerah lain cenderung berukuran besar. Dalam sinopsis pementasan pecut Bali, dijelaskan bahwa pecut merupakan benda bertuah yang diakui kesaktiannya kerajaan-kerajaan di Badung.

Dalam sejarah Kerajaan Badung, pecut merupakan anugerah yang diberikan oleh Dewi Danu, penguasa Danau Batur. Pecut yang umumnya dibuat dari serat ijuk itu memiliki tiga bagian, yakni tangkai batang dan ujung atau disebut Mudra.

Seiring waktu, pecut Bali mengalami perkembangan dengan kemunculan pecut modern. Secara fisik, pecut modern tidak jauh berbeda dengan besaran pecut tradisional. Hanya saja pecut modern umumnya dilengkapi pengeras suara, sehingga suara pecut semakin menggelegar.

Bagi masyarakat Bali, khususnya di Kabupaten Badung, pecut disimbolkan seperti isi perut manusia. Karena pecut menyerupai gulungan usus yang ada dalam percernaan manusia sebagai ruang proses psikologis dan psikis. Hal ini membuat pecut kaya akan makna spiritual.

BACA JUGA:  Jangan Biarkan Hangus, Ini Kode Redeem Aktif Super Sus Senin, 25 November 2024

Simbol itu dimaknai sebagai upaya pengendalian fisik dan ragawi manusia. Apabila pengendalian itu dilakukan secara seimbang, maka kesehatan dan kekuatan seseorang akan menjadi optimal. Penggagas pentas, AA. Ngurah Putra Darmanuraga mengakui pecut menjadi tonggak sejarah leluhurnya.

Dia mengisahkan bahwa leluhurnya mendapat anugrah dari Bethari Dewi Danu berupa pecut dan tulup (tiupan bambu). “Selama kerajaan Badung berdiri, kita belum pernah membuat gelaran seperti ini. Baru generasi kesebelaslah baru terjadi kebangkitan ini,” ujarnya usai kegiatan.

Penganugrahan pecut dan tulup itu, kata dia, ketika leluhurnya melakukan semedi di Pura Maspait. Kemudian kedua pusaka itu terbukti sakti dan bertuah setelah terjadi perselisihan antara Kerajaan Badung dan Kerjaan Tegal Badung. Dimana leluhurnya berhasil selamat dari pertempuran bersama burung raksasa. (

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

Shares: