Apa Itu Buda Wage Ukir, Hari Suci Umat Hindu untuk Memuja Dewi Laksmi

Buda Wage Klawu atau Buda Cemeng Klawu merupakan rahianan Umat Hindu yang datang setiap 210 hari sekali/ Balikonten/ mantrahindu
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Umat Hindu di Bali hari ini merayakan Buda Wage Ukir, sebuah hari suci yang kaya makna spiritual. Hari ini, yang terjadi setiap 210 hari sekali berdasarkan perhitungan kalender Bali, merupakan momen istimewa untuk bersembahyang dan merenung. Berikut penjelasan singkat tentang makna, ritual, dan esensi Buda Wage Ukir yang patut diketahui.
Apa Itu Buda Wage Ukir?
Buda Wage Ukir adalah hari suci yang ditentukan oleh pertemuan Saptawara (Buda), Pancawara (Wage), dan Wuku Ukir dalam kalender Bali. Hari ini menjadi waktu yang penting bagi umat Hindu untuk mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, khususnya melalui manifestasi Beliau sebagai Dewi Laksmi, sakti dari Dewa Wisnu.
Dalam ajaran Hindu, Dewi Laksmi dikenal sebagai simbol kemakmuran, kesejahteraan, dan kesuburan. Oleh karena itu, Buda Wage Ukir sering dimanfaatkan oleh umat, terutama para pedagang, untuk memanjatkan doa dengan penuh kekhusyukan demi kelancaran rezeki dan kehidupan yang harmonis.
Ritual dan Sarana Upacara
Saat melaksanakan Buda Wage Ukir, umat Hindu melakukan sembahyang mulai dari lingkup keluarga hingga ke pura atau parahyangan. Sarana upacara yang umum digunakan adalah canang sari, meskipun beberapa umat juga menggunakan pejati sesuai dengan tradisi dan kemampuan masing-masing. Prinsip desa kala patra (sesuai tempat, waktu, dan keadaan) menjadi pedoman dalam menentukan sarana yang digunakan, sehingga upacara tetap fleksibel namun penuh makna.
Pemujaan pada hari ini ditujukan kepada Dewi Laksmi, yang diyakini membawa kesejahteraan. Selain itu, umat juga diajak untuk merenung secara batiniah, menjadikan Buda Wage Ukir sebagai waktu untuk introspeksi dan mendekatkan diri pada kesucian jiwa.
Makna Spiritual Buda Wage Ukir
Buda Wage Ukir bukan hanya tentang ritual, tetapi juga tentang renungan suci. Menurut Lontar Sundarigama, hari ini disebut sebagai Buda Cemeng Ukir, yang mengajarkan umat untuk mencapai kesucian pikiran dengan memutus sifat-sifat duniawi yang bersifat nafsu. Dalam lontar tersebut disebutkan:
Buda waga, ngaraning Buda Cemeng, kalingania adnyana suksema pegating indria, betari manik galih sira mayoga, nurunaken Sang Hyang Ongkara mertha ring sanggar, muang ring luwuring aturu, astawakna ring seri nini kunang duluring diana semadi ring latri kala.
Berdasarkan terjemahan Parisada Hindu Dharma Kabupaten Tabanan (1976), inti dari Buda Wage Ukir adalah mewujudkan kesucian pikiran dengan menekan sifat-sifat keduniawian. Umat diajak untuk melakukan yoga spiritual melalui pemujaan kepada Bhatari Manik Galih dan menurunkan esensi kehidupan (Sang Hyang Omkara Amrta) melalui upacara sederhana, seperti menghaturkan wangi-wangian di sanggar dan tempat tidur, serta memuja Sang Hyang Çri. Malam harinya, renungan suci menjadi penutup yang mendalam untuk merenungi makna hidup.
Catatan Penting
Selain sebagai waktu untuk berdoa dan merenung, Buda Wage Ukir juga memiliki pantangan. Hari ini dianggap kurang baik untuk melakukan transaksi keuangan, seperti membayar utang, karena diyakini dapat mengganggu keseimbangan spiritual dan rezeki.
Mengapa Buda Wage Ukir Penting?
Buda Wage Ukir mengajarkan keseimbangan antara ritual, doa, dan introspeksi batin. Hari ini menjadi pengingat bagi umat Hindu untuk terus menjaga hubungan dengan Sang Pencipta, sekaligus merenungi makna kemakmuran sejati yang tidak hanya bersifat materi, tetapi juga spiritual. Dengan memahami dan melaksanakan Buda Wage Ukir, umat Hindu dapat memperkuat nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari.
***
