DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Dalam tradisi Bali yang kaya akan nilai spiritual, Sugihan Jawa menjadi salah satu upacara penting yang mengusung konsep pasucian dewa, yaitu hari penyucian para Bhatara. Berdasarkan Lontar Sundarigama, upacara ini memiliki makna mendalam sebagai wujud bakti umat Hindu untuk menjaga kesucian dan keseimbangan alam, baik secara sekala (nyata) maupun niskala (gaib). Artikel ini akan mengulas tata cara pelaksanaan Sugihan Jawa, sarana upacara yang digunakan, serta esensi spiritual yang terkandung di dalamnya, dengan gaya yang luwes dan relevan untuk kebutuhan SEO.
Makna Sugihan Jawa dalam Tradisi Bali
Sugihan Jawa bukan sekadar ritual, melainkan wujud penghormatan terhadap kehadiran para dewa yang diyakini bertahta di berbagai pelinggih, seperti Padmasana, Meru, Sanggah Kemulan, Taksu, hingga Penunggun Karang. Upacara ini menjadi momen untuk membersihkan dan mensucikan tempat suci secara menyeluruh, baik dari gangguan fisik maupun energi negatif. Dengan kata kunci seperti upacara Bali, penyucian spiritual, dan tradisi Hindu, Sugihan Jawa mencerminkan harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan.
Sarana Upacara untuk Sugihan Jawa
Tata cara Sugihan Jawa melibatkan sejumlah banten (sesajen) yang disesuaikan dengan jenis pelinggih. Berikut adalah beberapa sarana upacara yang umum digunakan:
-
Banten Pabersihan atau Panyucian: Sesajen utama untuk menyucikan pelinggih utama seperti Padmasana, Meru, atau Sanggah Kemulan.
-
Canang Buratwangi: Dihaturkan di pelinggih kecil sebagai wujud penghormatan sederhana. Canang ini juga sering disesuaikan dengan tradisi lokal.
-
Tirtha Anyar (Toya Anyar): Air suci yang menjadi simbol penyucian spiritual.
-
Ajuman dan Daksina: Opsional, namun sering ditambahkan untuk melengkapi upacara sesuai tradisi yang berlaku.
Untuk pelinggih yang lebih sederhana, seperti Pengijeng Karang, cukup dihaturkan Canang Buratwangi atau sesajen lain yang sesuai dengan kebiasaan setempat. Kata kunci seperti banten Bali, sesajen tradisional, dan upacara penyucian relevan untuk memahami pentingnya sarana ini dalam upacara.
Tata Cara Penyucian: Dari Sekala hingga Niskala
Proses Sugihan Jawa dilakukan secara bertahap, mulai dari pembersihan sekala (fisik) hingga niskala (spiritual). Berikut langkah-langkahnya:
-
Pembersihan Sekala: Membersihkan pelinggih dan lingkungan sekitar dari kotoran fisik untuk menciptakan suasana suci.
-
Pembersihan Niskala: Menghaturkan banten Parerebuan, yang menjadi inti penyucian spiritual. Banten ini idealnya menggunakan unsur hewani seperti ikan, ayam, atau itik untuk memperkuat makna simbolisnya.
-
Banten Parerebuan dihaturkan terlebih dahulu di Padmasana, kemudian dilanjutkan ke Sanggah Kemulan, Meru, Taksu, hingga pelinggih kecil lainnya.
-
Setelah dihaturkan, banten ini “dilebar” (disebar) di area Jaba (halaman luar) bersama Segehan (sesajen untuk makhluk halus) dan Tetabuhan (persembahan minuman).
-
-
Penutup Upacara: Setelah banten Parerebuan selesai, dilanjutkan dengan menghaturkan sesajen lain, diakhiri dengan persembahyangan dan permohonan tirta (air suci) sebagai wujud penyempurnaan.
Dengan kata kunci seperti tata cara Sugihan Jawa, penyucian niskala, dan persembahyangan Bali, proses ini mencerminkan keseimbangan antara tradisi dan spiritualitas.
Esensi Spiritual Sugihan Jawa
Lebih dari sekadar ritual, Sugihan Jawa mengajarkan pentingnya menjaga kesucian hati, pikiran, dan lingkungan. Upacara ini menjadi pengingat bahwa harmoni antara manusia dan alam semesta hanya dapat tercapai melalui kesadaran spiritual dan tindakan nyata. Dengan menghaturkan banten dan berdoa, umat Hindu Bali memperkuat ikatan dengan para Bhatara, sekaligus memohon keberkahan untuk kehidupan yang seimbang.
Mengapa Sugihan Jawa Relevan Hingga Kini?
Di tengah modernisasi, tradisi seperti Sugihan Jawa tetap hidup karena nilai-nilainya yang universal: penyucian, keseimbangan, dan penghormatan terhadap leluhur serta alam. Upacara ini juga menjadi daya tarik wisata budaya, menarik perhatian wisatawan yang ingin memahami budaya Bali dan spiritualitas Hindu. Dengan memadukan tradisi dan teknologi, informasi tentang Sugihan Jawa kini mudah diakses melalui platform digital, memastikan warisan ini terus lestari.
Dengan memahami tata cara dan makna Sugihan Jawa, kita tidak hanya melestarikan tradisi, tetapi juga memperkaya jiwa dengan nilai-nilai spiritual yang abadi. Mari lestarikan warisan budaya Bali ini sebagai wujud bakti kepada Tuhan dan leluhur.
***