Banten dan Makna dari Anggarakasih Prangbakat, Ini Ala Ayuning Dewasanya
Ilustrasi gambar banten/ Wikimedia Commons/ Balikonten
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Anggarakasih Prangbakat menjadi momen sakral terakhir di bulan Mei 2024 bagi umat Hindu di Bali. Perayaan ini, yang berlangsung setiap enam bulan sekali atau setiap 210 hari, jatuh pada Selasa, 28 Mei 2024. Hari suci ini ditandai dengan bertemunya Pancawara Kliwon, Saptawara Anggara, dan Wuku Prangbakat, yang secara khusus disebut sebagai Anggarakasih Prangbakat.
Pada hari ini, umat Hindu di Bali menggelar berbagai upacara seperti pujawali, piodalan, hingga petirta sebagai wujud bhakti. Anggarakasih Prangbakat bukan sekadar perayaan rutin, melainkan waktu yang istimewa untuk memperdalam nilai spiritual dan kebersihan jiwa.
Makna Anggarakasih Prangbakat Menurut Lontar Sundarigama
Mengutip Lontar Sundarigama, Anggarakasih Prangbakat memiliki makna mendalam. Berikut petikan isi lontar tersebut:
Nahanta waneh, rengen denta, Anggara Keliyon ngarania Anggara Kasih, pekenania pengasianing raga sarira. Sadekala samana yogia wang amugpug angelakat sealaning sarira, wigenaning awak, dena ayoga wang apan ika yoganira, Betara Ludra, merelina alaning jagat teraya, pakertinia aturakna wangi-wangi, puspa wangi, asep astanggi muang tirta gocara.
Dalam terjemahan bebas, lontar ini menjelaskan bahwa saat Pancawara Kliwon bertemu dengan Saptawara Anggara, hari tersebut dinamakan Anggara Kasih. Ini adalah waktu yang tepat untuk memupuk cinta kasih, tidak hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada seluruh makhluk ciptaan Tuhan.
Hari ini juga menjadi momen ideal untuk membersihkan diri dari segala bentuk kecemaran, baik dalam pikiran maupun jiwa. Umat dianjurkan untuk merenung secara suci pada malam hari guna melepaskan beban batin dan mendekatkan diri kepada Sang Hyang Ludra, yang diyakini sedang melakukan payogan untuk memurnikan dunia dari segala noda.
Sarana Upacara yang Sederhana namun Penuh Makna
Dalam melaksanakan rahinan Anggarakasih Prangbakat, sarana yang digunakan disesuaikan dengan desa kala patra (adat, waktu, dan tempat) serta kemampuan masing-masing umat. Beberapa sarana yang umum digunakan meliputi canang wangi-wangi, dupa astanggi, dan air suci (tirta). Setelah menyiapkan sarana, umat biasanya melanjutkan dengan persembahyangan dan nunas tirta sebagai bentuk penyucian diri.
Perayaan ini tidak hanya memperkuat hubungan spiritual dengan Tuhan, tetapi juga menjadi pengingat untuk menjaga harmoni dengan alam dan sesama. Anggarakasih Prangbakat mengajak umat untuk merenung, membersihkan hati, dan memancarkan kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan makna yang begitu mendalam, Anggarakasih Prangbakat menjadi salah satu rahinan yang dinantikan untuk memperbarui jiwa dan mempererat kebersamaan umat Hindu di Bali.
Ala Ayuning Dewasa, 21 Juli 2025
Babi Munggah. Tidak baik untuk bercocok tanam.
Carik Walangati. Tidak baik untuk melakukan pernikahan/wiwaha, atiwa-tiwa/ngaben dan membangun rumah.
Catur Laba. Baik untuk bepergian menuju arah utara, upacara Manusa Yadnya, dan Pitra Yadnya.
Kala Ingsor. Mengandung sifat/tanda-tanda mengecewakan
Macekan Wadon. Baik untuk membuat taji, tumbak, keris, alat penangkap ikan
Pamacekan. Baik untuk mengerjakan sawah/tegal, membuat tombak penangkap ikan. Tidak baik melaksanakan yadnya
Pepedan. Baik untuk membuka lahan pertanian baru. Tidak baik untuk membuat peralatan dari besi.
Purwanin Dina. Tidak baik sebagai dewasa ayu
Rangda Tiga. Tidak baik melakukan upacara pawiwahan.
Salah Wadi. Tidak baik untuk melakukan Manusa Yadnya (wiwaha, mapendes, potong rambut dll.) Pitra Yadnya (Penguburan, atiwa-tiwa/ngaben, nyekah, ngasti dll.
Sri Tumpuk. Baik untuk memcari burung (mepikat).
Taliwangke. Baik untuk memasang tali penghambat di sawah atau di kebun, memperbaiki pagar, membuat tali pengikat padi/benda-benda mati. Tidak baik untuk mulai mengerjakan benang tenun, membuat tali ternak.
Pararasan: Laku Api, Pancasuda: Wisesa Segara, Ekajalaresi: Luwih Bagia, Pratiti: Bhawa.