Remaja dan Mahasiswa

Catur Pariksa/catur Naya Sandhi Sebagai Landasan Kepemimpinan Hindu

Catur Pariksacatur Naya Sandhi Sebagai Landasan Kepemimpinan Hindu

DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Bali dikenal luas sebagai tujuan wisata baik oleh wisatawan domestik maupun internasional. Ketenarannya bukan hanya karena budayanya yang menawan, seperti seni tari, patung, dan seni ukir, tetapi juga karena keindahan alamnya yang eksotis. Mengingat posisinya yang luar biasa, tidak mengherankan jika Bali mendapatkan berbagai penghargaan seperti “Pulau Surga”, “Bali Surga Terakhir”, “Pulau Dewata”, “Pulau Seribu Pura”, dan masih banyak lagi. Selain aspek budaya, Bali juga memiliki keunikan kearifan lokal yang mengatur hubungan antar manusia, hubungan dengan lingkungan, dan hubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dikenal dengan istilah Tri Hita Karana. Konsep ini mewakili keselarasan atau keseimbangan hidup masyarakat Hindu di Bali.

Kontak budaya akibat globalisasi yang didorong oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat Bali tidak bisa lepas dari pengaruh yang ditimbulkannya. Percepatan globalisasi telah mengubah dunia menjadi sebuah desa global, membuat masyarakat semakin saling terhubung.

Sebagaimana dikemukakan Supriadi (1994:73), penyebaran unsur kebudayaan terjadi secara cepat dalam berbagai aspek kehidupan, tidak hanya bersifat bilateral, melainkan multilateral yang melibatkan berbagai aspek kehidupan. Appadurai (dalam Ritzer 2007:598) mengemukakan bahwa perubahan masyarakat akibat globalisasi dapat diakibatkan oleh: Pergerakan masyarakat (ethnoscape), Penyebaran informasi melalui media (mediascape), Kemajuan teknologi (technoscape), Aliran modal (financescape), Penyebaran dan adopsi ideologi (ideoscape).

BACA JUGA:  Berbeda dengan Mother Day, Ini Sejarah Hari Ibu di Indonesia

Nugroho (2001:28) mengibaratkan proses globalisasi saat ini seperti pedang bermata dua, tergantung bagaimana pemanfaatannya. Di satu sisi, globalisasi dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan dan kelimpahan materi. Di sisi lain dapat menimbulkan permasalahan sosial budaya yang mengancam kelangsungan peradaban manusia.

Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendorong globalisasi saat ini tidak dapat dihindari. Aliran global ini dapat menyebabkan terjadinya homogenisasi budaya, merambah ke seluruh aspek kehidupan, termasuk sistem nilai masyarakat Bali.

Dalam era globalisasi yang terbuka, kecepatan informasi melalui teknologi tidak dapat dibendung, memungkinkan seseorang untuk mengadopsi nilai-nilai budaya dan kebiasaan di luar lingkungannya. Kondisi ini membawa konsekuensi mendasar bagi kehidupan dan mempertahankan nilai-nilai lokal yang dimiliki oleh masyarakat Bali. Bali, sebagai destinasi pariwisata dunia, selain dikenal karena keindahan alamnya, juga memiliki nilai-nilai budaya yang menjadi kearifan lokal dan berfungsi sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan.

BACA JUGA:  Begini Ramalan Zodiak Aquarius Hari Ini, Peruntunganmu Sangat Baik

Salah satu budaya tersebut adalah kepemimpinan tradisional yang berlandaskan ajaran Catur Pariksa/Catur Naya Sandhi. Kearifan lokal ini hendaknya tetap dipertahankan di tengah serbuan informasi dari luar yang mungkin belum cocok dengan budaya setempat. Sehubungan dengan itu, tulisan ini mengkaji: Implementasi ajaran Catur Pariksa/Catur Naya Sandhi dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali.

Implementasi Kepemimpinan berlandaskan Catur Pariksa/Catur Naya Sandhi

Persoalan terkait pemimpin dan kepemimpinan pada dasarnya sudah dijumpai sejak lama. Sejarah telah membuktikan bahwa gambaran tentang tokoh-tokoh suatu bangsa sebenarnya berkisar tentang kepemimpinan dari tokoh tersebut terkait dengan kepemimpinan dalam bidang pemerintahan, agama, politik, dan lainnya.

Kepemimpinan menurut Wiratmaja (1984:11) diartikan sebagai “kemampuan untuk mengkordinir ataupun menggerakkan orang-orang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan”.

Hal senada dikemukakan oleh George Terry (dalam Soekarno, 1982: 88) bahwa kepemimpinan adalah keseluruhan dari aktivitas atau tindakan untuk mempengaruhi serta menggiatkan orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan.

BACA JUGA:  Ramalan Zodiak Scorpio Hari Ini, Perhatikan Ini

Sehubungan dengan itu, guna dapat menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi, seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat kelebihan dari mereka yang dipimpinnya baik dalam pemikiran, kerokhanian, dan kemampuan lainnya.

Sukses atau tidaknya suatu kepemimpinan tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan dan sifat yang melekat pada sang pemimpin, tetapi juga dipengaruhi oleh sifat dan ciri-ciri kelompok yang dipimpinnya. Betapapun sederhananya, seorang pemimpin seharusnya memiliki sifat kepemimpinan yang baik dan dapat menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan baik pula.

Seorang pemimpin selain dituntut cerdas dalam wawasan pengetahuan dan pengalaman, dia juga harus cerdas dalam spiritual dengan mampu mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran agama atau nilai-nilai ketuhanan sebagai manifestasi dari aktivitasnya sehari-hari dan berusaha mempertahankan keharmonisan dan keselarasan dalam kehidupannya.

Dalam Itihasa atau kisah kepahlawanan dalam Mahabharata dan Ramayana, menurut Candhi (1996:40), tipe kepemimpinan Hindu tidak berbeda dengan tipe kepemimpinan umum yang ada, seperti kepemimpinan demokratis, otoriter, dan liberal.

BACA JUGA:  Ketahui Sejarah Hari Ibu di Indonesia yang Terbentuk dari Sebuah Kongres

1. Kepemimpinan Demokratis: Tipe ini memiliki ciri-ciri terbuka, suka bermusyawarah, bersifat mendidik, dan berorientasi pada target pekerjaan yang bertanggung jawab. Dalam kepemimpinan ini, setiap individu dihargai dan dihormati sebagai manusia yang memiliki kemampuan, kemauan, kehendak, pikiran, minat, dan perhatian. Saran-saran, pendapat, serta kritik bawahannya akan disalurkan sebaik-baiknya dan dimanfaatkan bagi pertumbuhan dan kemajuan suatu organisasi sebagai perwujudan tanggung jawab bersama.

2. Kepemimpinan Otoriter: Tipe ini memiliki ciri-ciri tertutup, tidak suka dikritik, dan berusaha membawa mereka yang dipimpinnya ke tujuan dan cita-cita sesuai dengan kehendaknya. Pada kepemimpinan ini, kekuasaan ada di tangan pemimpin yang mengelola suatu organisasi secara mutlak.

3. Kepemimpinan Liberal: Tipe ini memberikan kebebasan sepenuhnya kepada mereka yang dipimpinnya untuk berbuat dan mengambil keputusan. Kepemimpinan ini bersifat pasif dan kurang memiliki inisiatif. Segala sesuatunya tergantung pada anggota yang dipimpinnya dalam batas tertentu.

Dalam konteks ini, bawahan diberikan kebebasan sesuka hatinya. Pemimpin hanya berfungsi sebagai penasihat dengan memberikan kesempatan pada bawahannya untuk mengerjakannya. Jika bawahan tidak menyampaikan persoalan yang perlu diselesaikan, maka pemimpin juga akan diam tanpa inisiatif.

BACA JUGA:  Libra Ini Ramalan Zodiak Harianmu, Perhatikan Karir dan Percintaan

Seorang pemimpin menurut kepemimpinan Hindu diharapkan dapat menuntun dan membimbing bawahannya untuk mencapai kesejahteraan material dan spiritual, atau jagadhita dan moksa. Jagadhita berarti kesejahteraan masyarakat dan semua makhluk hidup yang ada di dunia atau kesejahteraan material.

Moksa berarti kesejahteraan hidup spiritual, yaitu kebebasan untuk mencapai kebahagiaan yang abadi atau suka tan mewali duka.  Selain itu, tujuan hidup yang ingin dicapai menurut Agama Hindu didasarkan atas Catur Purusa Artha, yang berarti empat tujuan hidup manusia yang utama, yaitu dharma, artha, kama, dan moksa.

  1. Dharma: Berarti budi pekerti yang luhur sebagai penuntun umat untuk mencapai kebenaran dan kesempurnaan lahir maupun batin.
  2. Artha: Berarti benda materi atau kekayaan sebagai sumber kebutuhan duniawi yang merupakan alat untuk mencapai kepuasan hidup.
  3. Kama: Berarti keinginan, kesenangan, dan cinta kasih yang penuh keikhlasan kepada makhluk hidup.
  4. Moksa: Berarti ketenangan dan kebahagiaan spiritual yang kekal dan abadi.

Dalam mencari artha dan kama, hendaknya didasarkan pada dharma sehingga dapat dicapai kebahagiaan yang terakhir atau moksa.

Dalam kepemimpinan Hindu, seorang pemimpin dituntut untuk melaksanakan ajaran yang dikenal dengan Catur Pariksa atau Catur Naya Sandi dalam kekawin Ramayana, yaitu empat sifat atau tindakan yang bijaksana yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin (Suweta, 2013). Keempat unsur yang dimaksud adalah sama, beda, dana, dan danda.

BACA JUGA:  Mimpi Pindah Rumah? Ini Arti dalam Kehidupan, Jangan Salah Tafsir

a. Sama:

– Sama menurut Nesawan (1988) diartikan sebagai tindakan yang sama dalam memimpin bawahannya. Setiap orang pada dasarnya memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mengembangkan dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan, dikenal dengan ajaran Tri Kaya Parisudha. Pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya hendaknya memiliki rasa, sikap dan tindakan/perilaku sama kepada bawahannya dalam hal memberikan tugas dan tanggung jawab tanpa membeda bedakan.

b. Beda:

– Seorang pemimpin hendaknya bertindak adil tanpa pilih kasih. Keadilan berarti memberikan kepada seseorang sesuai dengan haknya, didasarkan pada ajaran karma phala. Mereka yang bekerja maksimal mendapatkan lebih banyak, sementara yang malas menerima lebih sedikit. Dalam pemberian hukuman, pemimpin harus membeda-bedakan sesuai dengan kesalahan atau pelanggaran yang diperbuat, menilai mana yang berbuat baik dan buruk, dan memberikan tindakan yang sesuai dengan besar kecilnya kesalahan.

c. Dana:

– Pemimpin yang berazaskan dana rela menolong orang yang memerlukan bantuan, termasuk bawahannya yang mengalami kesukaran sesuai dengan kemampuan dan fasilitas yang dimiliki. Pemimpin harus memikirkan bawahannya dan kondisi ini berpengaruh besar terhadap kinerja dan ketaatan bawahan.

d. Danda:

– Menurut Wiratmaja (1984:18) dalam “Leadership Kepemimpinan Hindu,” asas danda berarti seorang pemimpin harus berani dan tegas dalam menghukum bawahannya yang berbuat kesalahan. Ketegasan penting untuk menjaga disiplin, yang merupakan kunci hidup matinya organisasi.

Kepemimpinan berdasarkan ajaran Catur Pariksa/Catur Naya Sandhi adalah kepemimpinan di mana pemimpin bertindak bijaksana, adil, dan tidak pilih kasih terhadap bawahannya, baik dalam memberikan reward sesuai dengan karma yang diperbuatnya, maupun dalam pemberian hukuman yang disesuaikan dengan besar kecilnya kesalahan. Seorang pemimpin yang melandasi tugasnya dengan ajaran Catur Pariksa akan menjadi pemimpin yang bijaksana sesuai dengan harapan bawahannya.

BACA JUGA:  Apa, Mimpi Hamil? Jangan Takut, Begini Artinya Menurut Ramalan

Simpulan

Bali yang mayoritas penduduknya beragama Hindu, dikenal oleh wisatawan domestik maupun mancanegara karena keindahan alam dan keragaman budayanya yang mempesona. Selain itu, Bali juga memiliki nilai kearifan lokal yang terkait dengan kepemimpinan. Landasan kepemimpinan di Bali umumnya bersumber dari itihasa yang berasal dari sastra-sastra tertentu yang terkait dengan tokoh pemimpin dalam Mahabharata dan Ramayana.

Landasan tersebut diantaranya tertuang dalam ajaran Catur Pariksa atau Catur Naya Sandi: Empat sifat atau tindakan yang bijaksana yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Catur Pariksa atau Catur Naya Sandi mengajarkan empat tindakan bijaksana yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin agar bisa menjalankan tugasnya dengan baik dan mencapai kesejahteraan material dan spiritual bagi masyarakat yang dipimpinnya. ***

Oleh : IMG Chandra Narayama, S.Ag
Penyuluh Agama Hindu Kementerian Agama Kota Denpasar

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

Shares: