Seputar Bali

Dewasa Ayu Senin, 5 Mei 2025, Tidak Baik untuk Senggama – Baik untuk Memuja Leluhur

daftar rahinan hindu dan dewasa ayu menikah

DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Dalam kehidupan masyarakat Bali, konsep dewasa ayu atau hari baik memegang peranan penting dalam menentukan waktu pelaksanaan berbagai aktivitas, mulai dari upacara keagamaan hingga pekerjaan sehari-hari. Berpijak pada warisan leluhur, pengetahuan tentang hari baik ini tidak hanya mencerminkan kearifan lokal, tetapi juga harmoni antara manusia, alam, dan jagat spiritual.

Amerta Dadi dan Amerta Dewa Jaya

Salah satu hari baik yang sering menjadi rujukan adalah Amerta Dadi. Hari ini dianggap ideal untuk melaksanakan upacara Dewa Yadnya—persembahan kepada para dewa—dan pemujaan terhadap leluhur. Dengan nilai alahing dewasa 4, hari ini diyakini membawa energi positif yang mendukung kesakralan dan keberhasilan ritual.

Sementara itu, Amerta Dewa Jaya (alahing dewasa 2) cocok untuk aktivitas yang mengandung unsur keunggulan, seperti memulai usaha baru, menggelar kompetisi, atau meresmikan proyek penting. Hari ini dipercaya membawa semangat kemenangan dan keberhasilan, seolah mendapat restu dari kekuatan ilahi.

Geni Rawana dan Istri Payasan

Hari Geni Rawana (alahing dewasa 2) memiliki karakteristik khusus karena dianggap baik untuk pekerjaan yang melibatkan api, seperti pembuatan senjata tradisional atau kegiatan kuliner skala besar. Namun, hari ini tidak disarankan untuk mengatapi rumah, melaksanakan upacara melaspas (penyucian bangunan), atau bercocok tanam.

Sebaliknya, Istri Payasan (alahing dewasa 2) membawa nuansa keindahan dan kesuburan. Hari ini ideal untuk melaspas bangunan baru atau memulai aktivitas pertanian. Energi feminin yang lembut pada hari ini diyakini mendukung pertumbuhan dan estetika, menjadikannya waktu yang tepat untuk menciptakan harmoni visual dan spiritual.

Hari yang Perlu Dihindari

Tidak semua hari dianggap baik untuk aktivitas tertentu. Kala Bangkung dan Kala Nanggung (alahing dewasa 4) misalnya, dianggap tidak cocok untuk memulai memelihara ternak. Menurut tradisi, energi pada hari ini dapat mengganggu kesehatan dan pertumbuhan hewan. Demikian pula, Kala Temah (alahing dewasa 3) dan Panca Prawani (alahing dewasa 2) tidak direkomendasikan untuk dewasa ayu, karena dianggap membawa ketidakseimbangan.

Hari Kaleburau (alahing dewasa 4) juga perlu diwaspadai, terutama untuk upacara yadnya atau atiwa-tiwa (ngaben). “Melaksanakan upacara penting pada Kaleburau bisa mengurangi kesucian dan membawa ketidakharmonisan,” ungkap I Made Wirawan, seorang sulinggih di Karangasem.

Lebih ekstrem lagi, Sampar Wangke (alahing dewasa 4) dianggap sangat tidak baik untuk aktivitas intim, karena diyakini dapat membawa kesialan bagi keturunan yang lahir dari hubungan pada hari tersebut.

Tunut Masih

Di sisi lain, Tunut Masih (alahing dewasa 3) adalah hari yang penuh potensi untuk memulai sesuatu yang bersifat pembelajaran dan pembentukan. Hari ini dianggap baik untuk melas rare (momen bayi mulai menyusu), melatih ternak bekerja, membentuk organisasi, hingga membuka lembaga pendidikan.

Tradisi nelusuk—mencocok hidung sapi atau kerbau untuk memasang tali pengikat—juga sering dilakukan pada hari ini. “Tunut Masih adalah waktu untuk menanam benih pengetahuan dan kerja sama,” kata I Ketut Mendra, seorang petani sekaligus tokoh adat di Buleleng.

Uncal Balung

Sebaliknya, Uncal Balung (alahing dewasa 3) adalah hari yang dianggap tidak baik untuk memulai pekerjaan penting, seperti pernikahan, pembangunan, atau investasi besar. Energi pada hari ini diyakini tidak mendukung stabilitas dan keberhasilan jangka panjang, sehingga masyarakat Bali sering memilih untuk menunda aktivitas krusial.

Pararasan dan Pancasuda

Selain hari-hari tertentu, tradisi Bali juga memperhatikan pararasan (Laku Bintang), pancasuda (Bumi Kepetak), ekajalaresi (Buat Sebet), dan pratiti (Jati). Elemen-elemen ini memberikan lapisan tambahan dalam menentukan kecocokan waktu. Misalnya, Laku Bintang mengacu pada pengaruh kosmik yang membawa keseimbangan, sementara Bumi Kepetak melambangkan stabilitas bumi yang mendukung aktivitas manusia.

Makna di Balik Tradisi

Lebih dari sekadar aturan, penentuan hari baik dalam tradisi Bali adalah cerminan kearifan dalam menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan kekuatan spiritual. Dengan memilih waktu yang tepat, masyarakat Bali percaya bahwa mereka tidak hanya memastikan keberhasilan aktivitas, tetapi juga menghormati siklus alam dan hubungan dengan leluhur. Di tengah modernisasi, tradisi ini tetap relevan sebagai pengingat akan pentingnya hidup selaras dengan lingkungan.

***

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

Shares: