Pendidikan

Dharmatula di ITB Stikom Bali, Tiga Sulinggih Bahas Tantangan Berbudaya dan Beragama di Era Modern

Denpasar, Balikonten.com – Dharmatula nasional 2021 yang digagas Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) Pusat dan ITB Stikom Bali menghadirkan tiga sulinggih ternama.

Mereka adalah Ida Pandita Mpu Acharya Jaya Daksa Vedananda, yang dibahas yakni “Arahan Sastra Agama Terkait Perubahan Budaya Beragama di Bali”.

Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Acharyananda membawa materi “Fenomena Pergeseran Budaya Beragama”, dan Ida Pandita Mpu Jaya Brahmananda dengan materi “Keseimbangan, Moderasi Beragama dalam Hindu Nusantara”.

Kegiatan ini bertempat di kampus ITB Stikom Bali, Denpasar pada Jumat (8/10) ini digelar secara luring dan daring. dipandu oleh Dr. Nararya Narotama, SE., M.Par., M.Rech.

Menurut Mpu Acharya Vedananda, beberapa wujud perubahan beragama di Bali dan Nusantara tampak dalam aspek acara agama seperti pembuatan bangunan suci (pelinggih) di masa lalu tampak sederhana, kini tampak megah.

Sarana upacara pitrayadnya seperti wadah (bade) dan patulangan lainnya, juga sarana upacara upacara dewayadnya seperti penggunaan buah-buahan import.

“Melalui literasi revitalisisasi agar warga kita kembali kepada ajaran agama. Untuk itu perlu sikap moderasi beragama. Ini berkaitan dengan sikap kita seperti dua sisi dari sekeping uang logam,” ujarnya.

Kata dia, satu sisi adalah dharma agama, bagaimana dia sebagai umat Hindu, di sisi lain adalah dharma negara yaitu umat Hindu menjadi warga negara yang baik.

Bagi Ida Pandita Mpu Nabe Jaya Acharyananda Hindu memerlukan landasan dan berbagai jenis filosofi. Mengingat apa yang menarik bagi seseorang, belum tentu menarik bagi orang lain.

Kemudian apa yang mudah bagi seseorang kemungkinan sulit bagi orang lain. Oleh karena itu diperlukan pandangan yang berbeda.

Semua filsafat Hinduisme adalah sudut pandangan yang benar menurut cara mereka sendiri. Ia menuntun para calon spiritual selangkah demi selangkah, setahap demi setahap, hingga mereka mencapai puncak kemuliaan spiritual.

BACA JUGA:  PHDI Bali Gelar Perenungan Saat Siwa Latri, Diisi Sembahyang Bersama Hingga Diskusi Dharma

“Egaliterian dan toleransi itu, menyebabkan Hindu hadir dengan berbagai kemasan sesuai tingkat pendukung kebudayaan suatu masyarakat,” katanya.

Menurut Mpu Jaya Brahmananda, moderasi ini penting karena ditengarai saat ini ada praktek beragama yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan.

Munculnya tafsir agama yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara pengetahuan, mulai terlihat cara beragama yang merusak ikatan kebangsaan.

“Karena itu moderasi bergama adalah konsepsi ‘jalan tengah’ di dalam melaksanakan ajaran agama, menghindari sikap dan perilaku ekstrim radikal, berisikan prinsip keseimbangan, dan memberi ruang-ruang bagi berbagai bentuk perbedaan. Moderasi beragama adalah prasyarat terjadinya kerukunan,” tutupnya. (red)

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

Shares: