DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Anggota DPR RI Dapil Bali, I Gusti Agung Rai Wirajaya konsisten berbuat untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Bali. Salah satunya melakukan penguatan terhadap pasar tradisional.
Terbaru, politisi murah senyum ini bersinergi bersama Bank Indonesia menggelar Forum Group Disscusion (FGD) yang membahas pengembangan pasar tradisional pada Jumat 6 Oktober 2023 di Denpasar.
FGD yang mengusung tema “Digitalisasi Pasar Tradisional di Denpasar” ini, diikuti para Kepala PD Pasar di Denpasar, dan menghadirkan narasumber Deputi Kepala BI Bali, Agus Sistyo Widjajati, Dirut Perumda Pasar Sewakadarma Denpasar, Ida Bagus Kompyang Wiranata, S.E., dan akademisi hukum Dr. Dewi Bunga.
“Di era sekarang kalau digitalisasi agak berat, banyak pasar tradisional ketinggalan dan tutup,” ungkapnya dalam sambutan. Dalam diskusi tersebut ARW secara spesifik menunjukkan potensi pasar tradisonal dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.
Dengan digitalisasi, ARW menilai dapat menambah daya saing pasar tradisonal dengan pasar modern. Tujuan dari digitalisasi adalah mengakomodir aspek kemudahan, kepraktisan, dan higienitas.
Dari data Bank Indonesia Bali, di Bali terdapat 417 pasar tradisional dan sudah ada beberapa perubahan pasar tradisional menjadi pasar modern.
ARW menyontohkan, digitalisasi telah banyak diterapkan oleh pelaku UMKM. Dan bisa dilihat pertumbuhan dan perkembangan UMKM di Bali yang cukup pesat. Hal ini tidak lepas dari peran Bank Indonesia yang mengeluarkan terobosan QRIS.
Deputi Kepala Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali Agus Sistyo Widjajati sepakat bahwa pengelola pasar tradisional harus mulai mencari solusi bagaimana pertubuhan ekonomi juga dirasakan sampai masyarakat terbawah.
“Jangan sampai pertumbuhan ekonomi hanya jadi catatan statistik tapi tidak menyentuh masyarakat bawah yang tercermin dari pelaku pasar tradisional. Jangan sampai kita jadi penonton. Banyak investor masuk tapi mereka menjadi terpinggirkan,” ungkapnya sembari menyebut pertumbuhan ekonomi Bali sudah berangsur pulih, ke level mendekati tahun 2019.
Namun menurutnya kunjungan ke pasar-pasar tradisional mulai berkurang. Dia mengungkapkan yang menyebabkan digitalisasi pasar tradisional 90 persen gagal adalah mengenai orang-orangnya (SDM) yang sudah nyaman dengan kondisi sekarang, tidak mau berubahah, dan mindsetnya masih lama.
Kendati demikian pertumbuhan ekonomi Bali saat ini membuktikan perputaran ekonomi sudah mulai nyata ada di Bali. Saat ini Bali sudah mengalami kemacetan di berbagai titik.
Untuk tetap menjaga eksisnya pasar tradisional, semua pihak harus menuju digitalisasi dimulai dari pengelola, konsumen, supplier, lembaga keuangan harus dilihat sebagai satu kesatuan ekosistem yang tak terpisahkan. “Tidak bisa digitalisasi hanya tempat, pedagang saja tapi harus maju lakukan bareng-bareng,” tegas Agus.
Penyebab lainnya adalah prosesnya, menyangkut bagaimana perubahan digitalisasi harus dilakukan di pasar tradisional. Harus dilihat adalah dari sisi konsumen yang sekarang sudah berubah. “Pasar tradisional ini mau melayani segmen yang mana, apakah anak muda, rumah tangga, mau jadi pasar grosir atau spesifik,” urai Agus.
Direktur Utama (Dirut) Perumda Pasar Sewakadarma Kota Denpasar Ida Bagus Kompyang Wiranata, S.E., mengakui bahwa ada kekhawatiran sampai kapan pasar tradisional atau pasar rakyat bisa bertahan di tengah gempuran pasar modern, minimarket berjejaring hingga digitalisasi yang kian massif.
“Kita berpikir entah sampai berapa tahun pasar rakyat bisa bertahan di tengah gempuran pasar modern yang menjamur, sekarang muncul lagi digitalisasi, penjualan online marak kita hadapi,” ungkapnya.
Sementara akademisi bidang hukum Dr. Dewi Bunga, S.H., M.H.,CLA., menyampaikan materi “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Pasar” dan menekankan upaya mencegah persoalan hukum, mencegah para pedagang maupun pengelola pasar menjadi korban penipuan yang memanfaatkan teknologi digital.
“Ada kebijakan revitalisasi pasar hingga juga digitalisasi pasar supaya bisa meningkatkan omzet pedagang pasar tapi aspek persoalan hukum yang bisa terjadi juga perlu kita antisipasi,” kata Dewi Bunga. ***