Galungan dan Kuningan: Apa yang Membuat Kedua Hari Raya ini Istimewa bagi Umat Hindu?
Penjor Galungan oleh Jorge Láscar/ Flicker/ Balikonten
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Hari Raya Galungan dan Kuningan bukan sekadar tradisi keagamaan bagi umat Hindu, khususnya di Bali, melainkan juga cerminan nilai spiritual dan kebersamaan yang mendalam.
Kedua hari suci ini menjadi momen istimewa untuk memperkuat hubungan dengan Sang Hyang Widhi, menghormati leluhur, serta merajut tali keluarga dan komunitas. Dengan makna yang kaya dan ritual yang penuh simbolisme, Galungan dan Kuningan menawarkan pengalaman spiritual yang tak terlupakan.
Galungan dan Kuningan: Kapan dan Mengapa Dirayakan?
Galungan dan Kuningan adalah dua perayaan yang saling terkait dalam tradisi Hindu Bali, dipisahkan oleh rentang waktu sepuluh hari. Berdasarkan Kalender Saka Bali, Galungan diperingati setiap enam bulan, tepatnya pada Rabu Kliwon Wuku Dungulan.
Untuk tahun 2025, Galungan akan jatuh pada 23 April dan 19 November. Sementara itu, Kuningan dirayakan pada Sabtu Wuku Kuningan, yakni pada 3 Mei dan 29 November 2025. Siklus 210 hari ini mencerminkan keseimbangan spiritual dalam kehidupan umat Hindu.
Kedua hari raya ini bukan hanya soal ritual, tetapi juga tentang merayakan nilai-nilai luhur. Galungan melambangkan kemenangan Dharma (kebaikan) atas Adharma (kejahatan), sementara Kuningan menjadi saat untuk memuja Sang Hyang Widhi dan menyambut anugerah dari para dewa serta leluhur.
Galungan: Kemenangan Kebenaran dan Kebersamaan
Galungan adalah perayaan yang penuh semangat, menandakan kemenangan kebenaran atas kebatilan. Pada hari ini, umat Hindu Bali melaksanakan sembahyang di sanggah, merajan, atau pura keluarga, sebagai wujud syukur dan penghormatan kepada Sang Hyang Widhi serta leluhur yang turun ke bumi.
Suasana Galungan semakin meriah dengan tradisi penjor, tiang bambu yang dihias indah, menghiasi setiap rumah sebagai simbol kemakmuran dan kebaikan.
Keesokan harinya, dikenal sebagai Manis Galungan, umat Hindu saling berkunjung ke rumah keluarga dan sahabat untuk berbagi kebahagiaan. Tak jarang, banyak yang memilih melukat di pantai atau sumber air suci untuk menyucikan diri. Momen ini memperkuat ikatan sosial dan spiritual, menjadikan Galungan lebih dari sekadar hari raya, tetapi juga perayaan kebersamaan.
Kuningan: Penghormatan kepada Sang Hyang Widhi
Jika Galungan adalah saat kedatangan para dewa dan leluhur, Kuningan menjadi momen perpisahan mereka kembali ke kahyangan. Dipercaya bahwa pada hari ini, Sang Hyang Widhi bersama para dewa dan pitara memberikan anugerah seperti kemakmuran, kebijaksanaan, dan kekuatan kepada umat manusia.
Kuningan dirayakan dengan sembahyang di pura, sanggah, atau merajan, namun hanya hingga tengah hari, karena setelah itu para dewa dan leluhur kembali ke alam suci.
Salah satu ciri khas Kuningan adalah sajian tamiang dan endongan, yang melambangkan perlindungan dan keselamatan. Ritual ini mencerminkan rasa syukur umat Hindu atas kehadiran ilahi dan harapan akan kehidupan yang harmonis.
Apa yang Membedakan Galungan dan Kuningan?
Meski berada dalam satu rangkaian perayaan, Galungan dan Kuningan memiliki perbedaan yang mencolok:
- Waktu Perayaan: Galungan jatuh pada Rabu Kliwon Wuku Dungulan, sedangkan Kuningan pada Sabtu Wuku Kuningan, dengan selisih sepuluh hari.
- Makna Spiritual: Galungan merayakan turunnya para dewa dan leluhur ke bumi, sementara Kuningan adalah saat mereka kembali ke kahyangan, menandai puncak siklus spiritual.
- Pelaksanaan Sembahyang: Pada Galungan, sembahyang dilakukan sepanjang hari, sedangkan pada Kuningan, ritual hanya berlangsung hingga tengah hari (sekitar pukul 12.00).
Perbedaan ini justru memperkaya makna kedua hari raya, menciptakan harmoni antara dunia manusia dan alam ilahi. Galungan mengajarkan tentang kemenangan kebaikan, sedangkan Kuningan mengingatkan akan pentingnya rasa syukur dan hubungan dengan Sang Hyang Widhi.
Makna Lebih Dalam untuk Kehidupan Modern
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, Galungan dan Kuningan tetap relevan sebagai pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan spiritual dan sosial.
Perayaan ini bukan hanya tentang ritual, tetapi juga tentang refleksi diri, mempererat tali keluarga, dan menghargai warisan leluhur. Bagi umat Hindu, kedua hari suci ini adalah waktu untuk merenung, bersyukur, dan memperbarui komitmen terhadap nilai-nilai Dharma.
Dengan tradisi yang kaya dan makna yang mendalam, Galungan dan Kuningan tak hanya menjadi warisan budaya Bali, tetapi juga inspirasi bagi siapa saja yang menghargai keharmonisan hidup. Mari rayakan kemenangan kebaikan dan kebersamaan dalam setiap momen suci ini!
***