Hari Baik untuk Membuat Senjata Tajam, September 2025
ilustrasi Kaleder Bali/ Balikonten
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Di tengah gemerlap modernitas, Bali tetap memeluk tradisi leluhur yang kaya makna. Salah satunya adalah seni membuat senjata tajam, yang tidak hanya mengandalkan keterampilan tangan, tetapi juga keseimbangan spiritual.
Berdasarkan kalender Bali, September 2025 menjadi waktu yang istimewa bagi para pande besi—pengrajin senjata tradisional—untuk menghasilkan karya yang selaras dengan alam dan kosmos.
Kalender Bali dan Hari Baik untuk Pande Besi
Dalam budaya Bali, setiap aktivitas penting dipandu oleh ala-ayuning dewasa, yaitu hari baik yang ditentukan berdasarkan perhitungan kalender Bali. Kalender ini bukan sekadar penanda waktu, melainkan pedoman spiritual yang menentukan kapan waktu terbaik untuk memulai suatu pekerjaan, termasuk membuat senjata tajam seperti keris, taji, atau tombak. Berikut adalah hari-hari baik di September 2025 untuk para pande besi, berdasarkan sumber terpercaya dari tradisi Bali:
2 September 2025 – Gni Rawana Jejepan
Hari ini dianggap ideal untuk pekerjaan yang melibatkan api, seperti membakar genteng, batu bata, keramik, gerabah, dan khususnya membuat senjata tajam. Para pande besi memanfaatkan momen ini untuk menempa keris atau pisau dengan penuh konsentrasi, karena energi hari ini mendukung hasil yang kuat dan bermakna.-
7 & 10 September 2025 – Kala Mretyu
Dua hari ini memiliki energi yang mendukung pembuatan senjata tajam dan kegiatan yang berkaitan dengan keberanian, seperti memulai perjuangan membela kebenaran. Pande besi sering memilih hari ini untuk menempa senjata yang tidak hanya fungsional, tetapi juga memiliki nilai sakral. 8 September 2025 – Kala Bancaran
Hari ini cocok untuk membuat senjata seperti taji atau pengiris (pisau besar untuk mengadap nira). Para pengrajin memanfaatkan hari ini untuk menciptakan alat-alat yang presisi dan fungsional, sering kali digunakan dalam ritual atau kebutuhan sehari-hari.17 September 2025 – Kala Sudangastra
Hari ini mendukung pembuatan alat-alat runcing, seperti tombak atau pisau kecil. Energi hari ini dipercaya memberikan ketajaman dan kekuatan pada hasil karya pande besi.20 & 30 September 2025 – Macekan Wadon dan Macekan Lanang
Kedua hari ini sangat baik untuk membuat taji, tombak, keris, dan alat penangkap ikan. Macekan Wadon dan Lanang memiliki energi maskulin dan feminin yang saling melengkapi, menciptakan harmoni dalam proses pembuatan senjata.
Namun, kalender Bali juga menegaskan hari-hari tertentu yang tidak baik untuk aktivitas lain, seperti upacara yadnya, bercocok tanam, atau mengatapi rumah. Hal ini menunjukkan betapa detailnya panduan spiritual Bali dalam menjaga keseimbangan kehidupan.
Makna Spiritual di Balik Senjata Tajam
Mengapa pembuatan senjata tajam begitu penting dalam budaya Bali? Bagi masyarakat Bali, senjata seperti keris bukan sekadar alat, tetapi juga simbol kekuatan, perlindungan, dan hubungan dengan leluhur. Keris, misalnya, sering dianggap memiliki jiwa atau sakti, yang membuatnya lebih dari sekadar benda fisik. Proses pembuatannya pun tidak sembarangan. Para pande besi harus menjalani ritual tertentu, seperti puja dan persembahan, untuk memastikan senjata yang dihasilkan selaras dengan kehendak alam dan dewa.
Menurut penelitian dari Bali Post (2023), profesi pande besi di Bali merupakan warisan turun-temurun yang masih dijaga di desa-desa seperti Tabanan dan Gianyar. Para pande besi tidak hanya mahir menempa logam, tetapi juga memahami filosofi Tri Hita Karana—harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan. Dalam setiap pukulan palu, mereka memasukkan doa agar senjata yang dibuat membawa kebaikan bagi pemiliknya.
Proses Pembuatan Senjata: Seni yang Menuntut Kesabaran
Membuat senjata tajam adalah perpaduan antara keterampilan teknis dan intuisi spiritual. Prosesnya dimulai dengan memilih bahan baku, seperti besi atau campuran logam khusus yang disebut pamor untuk keris. Logam ini kemudian dipanaskan dalam tungku hingga membara, lalu ditempa berulang-ulang hingga membentuk bilah yang diinginkan. Setiap pukulan palu harus presisi, karena kesalahan kecil bisa merusak keseimbangan senjata.
Setelah bilah selesai, pande besi akan menghias gagang dan sarung senjata dengan ukiran yang kaya makna. Misalnya, keris Bali sering dihiasi dengan motif naga atau bunga untuk melambangkan kekuatan dan keindahan. Proses ini bisa memakan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan untuk keris berkualitas tinggi.
Relevansi Tradisi di Era Modern
Di tengah gempuran teknologi dan globalisasi, apakah tradisi pande besi masih relevan? Jawabannya adalah ya. Selain sebagai warisan budaya, senjata tradisional seperti keris masih digunakan dalam upacara adat, tari-tarian sakral, dan sebagai koleksi seni bernilai tinggi. Bahkan, pasar global mulai melirik keris Bali sebagai karya seni yang unik, dengan beberapa kolektor mancanegara rela membayar hingga jutaan rupiah untuk satu bilah keris.
Data dari Dinas Kebudayaan Bali (2024) menunjukkan bahwa komunitas pande besi di Bali masih aktif, meski jumlahnya menurun karena minimnya regenerasi. Untuk mengatasi ini, beberapa desa di Bali mulai mengadakan pelatihan bagi generasi muda, menggabungkan teknik tradisional dengan teknologi modern untuk menarik minat mereka.
Menjaga Warisan Pande Besi untuk Masa Depan
Tradisi pande besi adalah cerminan betapa Bali mampu memadukan seni, spiritualitas, dan fungsi dalam satu karya. Di September 2025, saat para pande besi menyalakan tungku dan memukul besi di bawah panduan kalender Bali, mereka tidak hanya menciptakan senjata, tetapi juga melestarikan jiwa budaya yang telah ada selama berabad-abad. Bagi kita, menghargai tradisi ini berarti memahami bahwa setiap bilah keris atau taji adalah kisah tentang keseimbangan, ketekunan, dan hubungan manusia dengan alam semesta.
Jadi, jika Anda berkesempatan mengunjungi Bali di September 2025, luangkan waktu untuk melihat para pande besi bekerja. Dengarkan denting palu mereka, rasakan aroma logam yang dipanaskan, dan saksikan bagaimana tradisi hidup dalam setiap karya mereka. Siapa tahu, Anda akan menemukan inspirasi dari harmoni budaya yang begitu indah ini.
***