DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Masyarakat Hindu khususnya di Bali, hingga saat ini masih menggunakan ala ayuning dewasa sebelum melakukan kegiatan.
Mulai dari kegiatan sehari-hari hingga yang skala besar seperti melaksanakan Dewa Yadnya. Termasuk juga dalam membangun, ala ayuning juga sangat diperhatikan.
Ala ayuning dewasa digunakan untuk membuat rumah atau bangunan mulai dari membuat pondasi hingga waktu menempati bangungan tersebut tak luput dari peran dewasa ayu.
Dalam bahasa Indonesia, ini juga dikenal dengan sebutan hari baik. Penentuan dewasa ayu memabangun ini sangat penting dan menurut kepercayaan bisa memberikan pengaruh juga pada penghuninya kelak.
Dari beragam sumber dirangkum, tempat tinggal yang juga disebut dengan tanem tuwuh tentunya akan digunakan jangka panjang, sehingga memilih ala ayuning ini juga sangat penting.
Adapun hitungan yang digunakan adalah Wa, Pa, Tang, Sa, Da yakni Wewaran, Pasukon, Tanggal, Sasih dan juga Dauh. Semuanya ini haruslah memiliki perhitungan dan pertemuan yang baik.
Ala ayuning dewasa ini diawali dari membuat pondasi rumah, diharapkan untuk memilih Saptawara Senin, Kamis, Rabu atau Jumat.
Kemudian Sanga Wara bisa dipilih Tulus atau Dadi. Secara filosofi, Tulus bernakma tiada halangan, Kemudian Dadi bermakna Jadi.
Beranjak pada Sanga Wara, tidak disarankan untuk memilih Jangur atau Ogan sebab ini memiliki risiko negatif seperti kemalingan hingga bencana.
Lalu, untuk membuat pondasi, bisa juga memilih Kajeng Maulu, Kajeng Urukung, Beteng Aryang, Beteng Tulus atau Kajeng Dadi.
Hal yang disebutkan tadi juga bisa digunakan atau sudah jadi satu kesatuand engan membuat tembok rumah, jendela dan kusen pintu.
Namun yang perlu diperhatikan adalah ketika memasang atap rumah yang perlu sedianya kembali melihat ala ayuning dewasa.
Untuk mengatapi rumah, disarankan pada pertemuan Tri Waran dengan Sad Wara yakni Kajeng Maulu, Kajeng Dadi atau Beteng Was.
Geni Rwana perlu dihindari sebab tidak baik untuk pekerjaan yang berkaitan dengan mengatapi namun bisa digunakan untuk segala pekerjaan yang berkaitan dengan api.
Sedangkan untuk dewasa ayu Ngurip-urip bangunan ini harus menghindari Tri Wara Pasah dan sebisa mungkin di luar sasih kesanga atau kedasa.
Sasih Kesanga merupakan waktu untuk para Bhuta Kala sedangkan Kedasa merupakan upacara yang diperuntukkan pada para Dewa sehingga wajib dihindari.
Selain itu, Lebur Awu juga perlu dihindari sebab ini tidak baik digunakan dalam membuat rumah atau upacara lainnya.
Dewasa Lebur Awu ini datang ketika bertemunya Sapta Wara dengan Asta Wara seperti Redite Indra, Sukra Sri, Wrespati Guru, Saniscara Yama, Soma Uma, Anggara Rudra dan Buda Brahma.
Lontar Aji Swamandala, Sambung Marayana menyebutkan bahwa Wuku berikut ini juga perlu dihindari untuk membangun rumah meliputi Winta, Landep, Gumbreg, Medangkungan, Sungsang, Dungulan, Pahang, Tambir, Prangbakat, Bala, Wayang dan juga Watugunung.
Selain itu juga perlu dihindari Wuku tanpa guru, Sasih tanpa Tumpek, Wulan tanpa Sirah, Erangan, Kala, Dangu, Pasah, serta Prawani Wulan.
Jika memaksanakan diri memilih Wuku tersebut untuk membangun rumah maka dipercaya bangunan akan dihuni juga oleh Bhuta Dengen dan penghuninya dikatakan bisa sakit-sakitan.
Dalam penentuan ala ayuning dewasa, umat juga bisa melihat pada kalender Bali, namun untuk lebih detail dan lengkap tentu disarankan konsultasi langsung pada mereka yang memahami wewaran seeprti jro mangku atau sulinggih. ***