Ini Penjual Online di Marketplace yang Kena Pajak dan Cara Penghitungannya
Ilustrasi penjual online/ balikonten
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Bisnis online kini jadi primadona. Dengan modal gadget dan koneksi internet, seller di platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, atau Lazada bisa meraup omzet fantastis, mulai dari jutaan hingga miliaran rupiah. Tapi, di tengah euforia keuntungan, ada satu hal yang sering terlupakan: pajak. Apakah seller e-commerce wajib bayar pajak? Jawabannya tegas: iya. Berikut penjelasan lengkapnya agar kamu paham dan siap patuh pajak.
E-commerce Bukan Ladang Bebas Pajak
Banyak seller, terutama pelaku UMKM, mengira bisnis online mereka terlalu kecil untuk kena pajak. Padahal, aturan pajak di Indonesia, khususnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), menyatakan bahwa setiap penghasilan, termasuk dari jualan online, wajib dilaporkan dan dikenai pajak. Baik kamu jualan sebagai individu atau badan usaha di platform seperti Bukalapak atau TikTok Shop, kewajiban pajak tetap berlaku.
Jenis pajak yang paling relevan untuk seller e-commerce adalah Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM. Pajak ini dirancang khusus untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk yang beroperasi di ranah digital.
Mengenal PPh Final UMKM
PPh Final UMKM adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan dari usaha dengan tarif ringan, yakni 0,5% dari omzet bulanan. Aturan ini dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Usaha dengan Peredaran Bruto Tertentu. Pajak ini berlaku untuk wajib pajak perorangan maupun badan usaha seperti koperasi, CV, firma, atau PT yang masuk kategori UMKM.
Namun, ada batas waktu pemanfaatan tarif 0,5% ini, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022:
7 tahun untuk wajib pajak perorangan.
4 tahun untuk badan usaha seperti koperasi, CV, atau firma.
3 tahun untuk badan usaha berbentuk PT.
Setelah masa tersebut, seller akan dikenakan pajak dengan tarif umum berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan UU HPP.
Batas Omzet yang Kena Pajak
Mungkin kamu bertanya, “Kalau omzetku kecil, apa tetap harus bayar pajak?” Jawabannya tergantung. Menurut UU HPP, ada batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan untuk wajib pajak perorangan. Tapi, ini berlaku untuk penghasilan bersih, bukan omzet.
Untuk PPh Final UMKM, yang dihitung adalah omzet, bukan laba. Kabar baiknya, jika omzet tahunanmu di bawah Rp500 juta, kamu bebas dari PPh Final UMKM, sesuai Pasal 7 Ayat (2a) UU HPP. Tapi, kalau omzet melebihi Rp500 juta, pajak 0,5% hanya dikenakan pada kelebihan omzet tersebut.
Contoh:
Omzet tahunan: Rp600 juta
Bagian bebas pajak: Rp500 juta
-
Bagian kena pajak: Rp100 juta
PPh Final UMKM: 0,5% × Rp100 juta = Rp500.000
Siapa yang Wajib Bayar Pajak?
Tidak semua seller e-commerce otomatis wajib bayar PPh Final UMKM. Ada dua syarat utama:
Omzet tahunan di atas Rp500 juta.
Belum memilih skema pajak umum.
Jika omzetmu masih di bawah Rp500 juta, kamu tidak wajib bayar PPh Final UMKM. Tapi, jangan lengah! Seller tetap harus punya NPWP dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan sebagai bagian dari kepatuhan administratif.
Peran Marketplace dalam Sistem Pajak
Platform e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, atau Lazada kini tak hanya jadi wadah jual-beli, tapi juga bagian dari ekosistem perpajakan digital. Pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP), bekerja sama dengan platform ini untuk mengumpulkan data transaksi penjual. Data ini membantu DJP memetakan potensi pajak secara transparan dan akurat.
Meski saat ini platform belum memotong pajak langsung dari seller, ke depan, sistem pemotongan otomatis seperti yang sudah diterapkan pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk produk digital asing bisa saja diterapkan. Ini menunjukkan bahwa bisnis online semakin diawasi ketat untuk memastikan kepatuhan pajak.
Mengapa Seller Harus Patuh Pajak?
Pajak bukan sekadar kewajiban, tapi juga cerminan profesionalisme seller. Dengan taat pajak, kamu bisa:
Membangun kepercayaan pelanggan dan mitra bisnis.
Mengakses pinjaman modal usaha lebih mudah.
Berkontribusi pada pembangunan negara, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Bayar pajak berarti ikut membangun negeri. Sekecil apa pun bisnis onlinemu, kontribusimu tetap berarti.
Kesimpulan: Pajak, Langkah Menuju Bisnis yang Sehat
Berjualan di e-commerce memang praktis, tapi kewajiban pajak tetap mengikuti. Seller dengan omzet di atas Rp500 juta wajib membayar PPh Final UMKM sebesar 0,5% dari kelebihan omzet. Meski omzet di bawah itu, memiliki NPWP dan melaporkan SPT tetap harus dilakukan.
Dengan taat pajak, seller tidak hanya terhindar dari masalah hukum, tapi juga membangun bisnis yang lebih profesional dan terpercaya. Jadi, yuk patuhi pajak demi bisnis yang lebih maju dan tenang!
***