Gugur Prabu Watugunung hingga Banyu Pinaruh, Ini Rangkaian Hari Raya Saraswati
Hari Raya Saraswati/ balikonten
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Setiap 210 hari atau enam bulan sekali, umat Hindu di Bali merayakan rahinan Saraswati, sebuah hari suci yang jatuh pada Saniscara Umanis Watugunung. Pada Sabtu, 6 Agustus 2025 umat Hindu di Pulau Dewata kembali memperingati hari pemujaan Dewi Saraswati, dewi ilmu pengetahuan, sebagai simbol kebijaksanaan dan pencerahan. Hari ini tidak hanya menjadi momen persembahyangan, tetapi juga penanda akan datangnya rahinan Pagerwesi, perayaan suci berikutnya.
Hari Saraswati sering kali dirayakan bersamaan dengan upacara pujawali, piodalan, atau pertirtan di berbagai pura di Bali. Namun, di balik kemeriahan upacara, ada rangkaian tradisi yang kaya makna, mengakar pada kisah epik Prabu Watugunung yang termaktub dalam Lontar Medang Kemulan. Kisah ini menceritakan kekalahan Prabu Watugunung melawan Dewa Wisnu, yang menjadi simbol perjuangan batin menuju kesadaran spiritual.
Rangkaian Tradisi Saraswati: Lebih dari Sekadar Banyu Pinaruh
Banyak masyarakat kini lebih mengenal Banyu Pinaruh, ritual pembersihan diri sehari setelah Saraswati. Padahal, rangkaian perayaan ini dimulai sejak seminggu sebelumnya, membawa umat pada perjalanan spiritual yang mendalam. Berikut adalah urutan hari dan makna di baliknya:
Redite Kliwon Watugunung (Minggu)
Hari ini mengisahkan gugurnya Prabu Watugunung dalam pertempuran melawan Dewa Wisnu. Secara filosofis, momen ini mengajak umat untuk meredam ego demi membuka pintu kebijaksanaan.-
Soma (Senin) – Sandung Watang
Hari ini melambangkan ketidaksadaran, mengingatkan umat untuk tetap waspada terhadap hal-hal yang dapat mengaburkan pikiran dalam mengejar ilmu. Anggara (Selasa) – Paid-paidan
Dikenal sebagai hari yang mewakili unsur maya, Paid-paidan menggambarkan potensi gangguan yang dapat menghambat penerimaan ilmu pengetahuan.Buda (Rabu) – Buda Urip
Pada hari ini, Prabu Watugunung “dihidupkan kembali”, melambangkan bangkitnya kesadaran buddhi dalam diri manusia untuk menerima ilmu dengan hati yang terbuka.Wrespati (Kamis) – Pategtegan
Hari ini menjadi waktu untuk perenungan diri, merenungi langkah spiritual menuju pencerahan.-
Sukra (Jumat) – Pangredanan
Momen ketika Prabu Watugunung menyembah Dewa Siwa, yang juga dikenal sebagai Bhatara Guru, menggambarkan pengabdian pada sumber ilmu sejati. Saniscara Umanis Watugunung (Sabtu)
Puncak perayaan Saraswati, di mana umat Hindu melakukan persembahyangan untuk memohon anugerah ilmu pengetahuan.Redite (Minggu) – Banyu Pinaruh
Sehari setelah Saraswati, umat melaksanakan ritual pembersihan diri sebagai simbol penyucian setelah menerima ilmu.
Rangkaian Saraswati bukan sekadar tradisi, melainkan perjalanan spiritual yang mengajak umat Hindu untuk terus belajar, merenung, dan menyucikan diri. Dengan memahami makna di balik setiap hari, perayaan ini menjadi pengingat akan pentingnya keseimbangan antara ilmu, kesadaran, dan spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui persembahyangan dan ritual yang dilakukan, umat Hindu di Bali menjaga warisan budaya yang telah diwariskan selama berabad-abad. Hari Saraswati menjadi momen untuk menghormati ilmu pengetahuan sebagai anugerah suci, sekaligus memperkuat ikatan spiritual dengan leluhur dan alam semesta.
***