DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Joged Bumbung Padma Sari dari Banjar Dinas Pucangan, Desa Kayubihi, Bangli, menjadi magnet di panggung Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 tahun 2025. Meski zaman terus berubah, tarian ini tetap berdiri teguh menjaga pakem tradisinya. Penampilan mereka di Kalangan Madya Mandala, Taman Budaya Bali, Selasa (24/6) sore, menyedot perhatian ratusan pengunjung.
Riuh tepuk tangan dan sorakan penonton menggema kala para penari muda menampilkan gerak gemulai yang khas. Tak sedikit pengunjung yang ikut “ngibing”, berinteraksi langsung dengan para penari, menjadikan suasana semakin semarak.
Menurut penanggung jawab sekaa, I Nyoman Sarta, Joged Bumbung Padma Sari bukan sekadar hiburan, tetapi memiliki nilai sakral dan sejarah panjang. Sekaa ini telah berdiri lebih dari 50 tahun dan hanya menampilkan penari bajang—gadis yang belum menikah. Tarian ini diyakini warga setempat sebagai sarana hiburan sekaligus media spiritual untuk “naur sesangi” atau melaksanakan nazar.
Meski zaman menawarkan berbagai inovasi, Padma Sari tetap konsisten menjaga bentuk aslinya. “Kami tidak mengejar popularitas atau tren. Kepercayaan terhadap pakem tradisi ini tak bisa begitu saja diubah,” ujar Sarta. Ia juga mengakui tantangan regenerasi, karena semakin sedikit generasi muda yang tertarik atau memahami makna joged bumbung.
Sejalan dengan tema PKB ke-47, “Jagat Kerthi: Loka Hita Samadaya”, Joged Bumbung Padma Sari menjadi simbol upaya menjaga keharmonisan dengan alam, manusia, dan Tuhan melalui pelestarian seni warisan leluhur.
Dengan 30 anggota yang terdiri dari penabuh dan penari, Sekaa Joged Bumbung Padma Sari terus menari di tengah derasnya arus perubahan, menjadi pengingat bahwa nilai tradisi tak lekang oleh zaman.
***