Lombang Ogoh-ogoh di Badung dan Denpasar, Ini Lokasinya
Ogoh-ogoh menjadi salah satu hal menarik yang selalu dinantikan saat Ngerupuk/ Balikonten
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Jelang perayaan tahun baru caka 1947 (2025), Denpasar dan Badung melaksanakan event tahunan berupa lomba ogoh-ogoh.
Denpasar dengan nama Kesanga Fest yang dilaksakan tahun ini 21 Maret bertempat di Lapangan Puputan Badung (I Gusti Ngurah Made Agung).
Sedangkan lokasi lomba ogoh-ogoh di Badung bertempat di area Pusat Pemerintahan (Puspem) Kabupateb Badung.
[irp]
Event ini dibuka untuk umum sehingga seluruh masyarakat pun bisa menyaksikan kemegahan ogoh-ogoh yang dilombakan dari masing-masing kecamatan.
Tentang Ogoh-ogoh
Ogoh-ogoh merupakan patung raksasa yang menjadi karya seni masyarakat Hindu ini bukan sekadar pajangan, melainkan simbol mendalam yang sarat makna. Ogoh-ogoh merepresentasikan Bhuta Kala, sosok dalam mitologi Hindu yang melambangkan sifat buruk manusia sekaligus kekuatan alam semesta yang tak terbendung.
Diiringi dentingan gamelan Bali khas bleganjur, patung-patung ini diarak keliling desa pada malam sebelum Nyepi, menciptakan suasana magis yang sulit dilupakan.
[irp]
Tradisi ini bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga ritual penuh simbolisme. Setelah diarak dengan penuh semangat, ogoh-ogoh akan dimusnahkan dengan cara dibakar dalam prosesi tawur agung kesanga.
Pembakaran ini menandakan pelepasan segala hal negatif, sekaligus menjadi penutup sebelum umat Hindu memasuki tapa brata penyepian—sebuah momen introspeksi dan keheningan menyambut Nyepi.
Jejak Sejarah Ogoh-Ogoh
Ogoh-ogoh bukan tradisi yang muncul begitu saja. Menurut catatan dari situs Pemerintah Kabupaten Buleleng, asal-usulnya dapat ditelusuri dari kata “ogah-ogah” dalam bahasa Bali, yang berarti sesuatu yang digoyang-goyangkan.
Tradisi ini mulai mengambil bentuk modern pada tahun 1983, ketika wujud Bhuta Kala diciptakan sebagai bagian dari ritual Nyepi.
Sejak itu, budaya ogoh-ogoh berkembang pesat, terutama di Denpasar, hingga akhirnya menjadi sorotan dalam Pesta Kesenian Bali ke-XII.
[irp]
Dari sana, tradisi ini menyebar luas, menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Nyepi dan daya tarik budaya Pulau Dewata.
Wujud Bhuta Kala dalam Ogoh-Ogoh
Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala bukan sekadar nama. “Bhuta” merujuk pada kekuatan alam semesta, sementara “Kala” melambangkan waktu yang tak bisa dilawan.
Dalam bentuk ogoh-ogoh, sosok ini divisualisasikan sebagai raksasa menyeramkan dengan ukuran besar dan detail yang mencuri perhatian. Tak jarang, ogoh-ogoh juga menggambarkan makhluk mitologi seperti naga, gajah, atau widyadari—simbol dari Mayapada, Syurga, dan Naraka.
[irp]
Bahkan, ada pula yang dibuat menyerupai tokoh terkenal, mulai dari pemimpin dunia, selebritas, hingga figur agama, menambah warna kreativitas dalam tradisi ini.
Makna dan Fungsi Ogoh-Ogoh
Lebih dari sekadar seni, ogoh-ogoh membawa pesan filosofis yang dalam. Patung ini menjadi cerminan kesadaran manusia akan kekuatan alam semesta (Bhuana Agung) dan kekuatan dalam diri (Bhuana Alit).
[irp]
Dalam perspektif Tattwa, filsafat Hindu, kekuatan ini bisa mengarahkan dunia menuju harmoni atau justru kehancuran. Proses pembuatan, arak-arakan, hingga pembakaran ogoh-ogoh menjadi simbol perenungan: bagaimana manusia harus melepaskan sifat negatif demi mencapai keseimbangan hidup.
Tradisi ogoh-ogoh tak hanya memikat wisatawan, tetapi juga mengajak kita semua untuk merenung. Di balik riuhnya gamelan dan megahnya patung-patung raksasa, ada pesan universal tentang keseimbangan, introspeksi, dan penghormatan terhadap alam serta waktu.
[irp]
Inilah yang menjadikan ogoh-ogoh lebih dari sekadar ritual—ia adalah cerminan budaya Bali yang hidup dan terus relevan hingga kini.
***