DENPASAR, BALIKONTEN.COM – 25 hari menjelang pelaksanaan Galungan dan Kuningan, umat Hindu melaksanakan rahinan Tumpek Wariga yang jatuh pada Saniscara Kliwon Wuku Wariga.
Tumpek Wariga juga memiliki nama lebih dari satu seperti Tumpek Pengatag, Tumpek Uduh atau Bubuh hingga Tumpek Pengarah. Seperti dikatakan sebelumnya, rahinan ini menjadi awal dari rangkaian Galungan dan Kuningan. Saat melaksanakan Tumpek Wariga, umat Hindu menghaturkan banten bubuh pada batang pepohonan.
Pada saat Tumpek Pengarah ini diingat berarti Galungan akan tiba 25 hari berikutnya. Ketika menghaturkan sesajen dibarengi dengan pengucapkan sesontengan “dadong-dadong, i kaki dija, i kaki jumah, i kaki gelem, nged…, nged…, nged…”.
Adapun filosofi penggunaan bubuh pada banten atau sesajan adalah simbol dari pupuk. Saat Tumpek Wariga, umat melaksanakan pemuja kepada Sang Hyang Sangkara yakni Dewa Tumbuhan yang menguasai Bhuwana Agung dan juga Bhuawa Alit.
Dalam pelaksanaannya Tumpek Wariga menggunakan sarana banten prass, nasi tulung sesayut, tumpeng, bubur sumsum, tumpeng agung dan banten tambahan lainnya.
Namun hal ini tentu menyesuaikan dengan Desa Kala Patra serta kemampuan umat.
Itulah penjelasan singkat tentang Tumpek Bubuh atau Tumpek Wariga yang menjadi awal dari rangkaian Galungan dan kuningan di Bali. ***