Memahami Sugihan Jawa, Ritual Penyucian Jelang Galungan dan Kuningan

ilustrasi gambar canang oleh Sue/ flickr/ Balikonten
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Dalam tradisi Hindu Bali, Sugihan Jawa dan Sugihan Bali menjadi bagian tak terpisahkan dari rangkaian perayaan Hari Raya Galungan dan Kuningan. Keduanya merupakan ritual penyucian yang memiliki makna mendalam, baik secara spiritual maupun filosofis, untuk mempersiapkan umat menghadapi kemenangan Dharma atas Adharma. Ritual ini dimulai pada Saniscara Kliwon Wuku Wariga, yang dikenal sebagai Tumpek Wariga, 25 hari sebelum Galungan. Sugihan Jawa diperingati pada Kamis Wage Wuku Sungsang, sementara Sugihan Bali jatuh sehari setelahnya, pada Jumat Kliwon Wuku Sungsang. Apa sebenarnya makna kedua ritual ini, dan bagaimana perbedaannya?
Perbedaan Makna Sugihan Jawa dan Sugihan Bali
Kedua sugihan ini memiliki inti yang sama, yaitu penyucian, tetapi fokusnya berbeda. Sugihan Jawa menekankan pembersihan makrokosmos atau Buana Agung, yang merujuk pada alam semesta sebagai tempat kehidupan. Sementara itu, Sugihan Bali berfokus pada penyucian mikrokosmos atau Buana Alit, yaitu diri manusia itu sendiri, baik secara lahir maupun batin.
Sugihan Jawa: Menyucikan Alam Semesta
Dalam pelaksanaan Sugihan Jawa, umat Hindu Bali melakukan upacara untuk membersihkan alam semesta secara sekala (nyata) dan niskala (spiritual).
Sekala: Umat membersihkan palinggih (tempat suci) atau pura dengan merapikan lingkungan, seperti mencabut rumput liar (ngererata atau mabulung). Tujuannya adalah menjaga kesucian tempat ibadah.
-
Niskala: Upacara seperti banten pengerebuan dan prayasita dipersembahkan kepada Ida Batara, para leluhur, dan dewa yang bersemayam di setiap palinggih. Diyakini, pada saat Sugihan Jawa, para dewa dan leluhur turun untuk menerima persembahan ini, memperkuat hubungan spiritual umat dengan alam semesta.
Sugihan Bali: Menyucikan Diri
Berbeda dengan Sugihan Jawa, Sugihan Bali lebih menekankan penyucian diri atau Buana Alit. Ritual ini bertujuan memurnikan tubuh dan jiwa agar layak menjadi tempat bersemayamnya Sang Jiwa Suci.
Sekala: Pembersihan fisik dilakukan dengan memohon tirta penglukatan, air suci yang digunakan untuk menyucikan tubuh dari kotoran duniawi.
Niskala: Penyucian rohani dilakukan melalui yoga semadi untuk mencapai mulat sarira, yaitu kesadaran batin yang suci. Umat diajak menahan diri dari godaan indria, sehingga batin menjadi bersih dan siap menyambut Galungan.
Filosofi Sugihan dalam Lontar Sundarigama
Banyak masyarakat yang keliru memahami Sugihan Jawa dan Sugihan Bali sebagai identitas keturunan, di mana Sugihan Jawa diasosiasikan dengan keturunan Majapahit dan Sugihan Bali dengan Bali asli. Namun, menurut Lontar Sundarigama, perbedaan ini tidak berkaitan dengan asal-usul, melainkan filosofi penyucian. Sugihan Jawa adalah penyucian Buana Agung (alam semesta), sedangkan Sugihan Bali adalah penyucian Buana Alit (diri sendiri). Keduanya saling melengkapi untuk mencapai keseimbangan lahir dan batin.
Perspektif Ahli: Harmoni dalam Perbedaan
Menurut Drs. I Gusti Ngurah Sudiana, M.Si., Wakil Ketua I Parisada Bali dan dosen STAHN Denpasar, Sugihan Jawa dan Sugihan Bali adalah rangkaian tak terpisahkan dari perayaan Galungan dan Kuningan. Dalam wawancaranya, Sudiana menjelaskan bahwa kedua ritual ini mempersiapkan umat Hindu menghadapi godaan duniawi menjelang kemenangan Dharma.
Perbedaan pelaksanaan kedua sugihan, kata Sudiana, dipengaruhi oleh faktor historis dan tradisi turun-temurun. Misalnya, umat keturunan Majapahit cenderung merayakan Sugihan Jawa dengan upacara pengerebuan, sementara umat Bali asli lebih menekankan Sugihan Bali. Namun, ia menegaskan bahwa idealnya, kedua sugihan ini dijalankan bersama karena saling melengkapi.
“Perbedaan ini mencerminkan fleksibilitas agama Hindu. Yang terpenting adalah pemahaman umat terhadap makna sejati sugihan,” ujar Sudiana.
Mengapa Keduanya Penting?
Menurut kepercayaan Hindu Bali, jelang Galungan, Dewa Siwa menugaskan para Bhuta untuk menggoda manusia. Dengan melaksanakan Sugihan Jawa, umat menyucikan alam semesta agar terhindar dari pengaruh negatif. Sementara itu, Sugihan Bali memurnikan diri agar kuat menghadapi godaan. Kombinasi keduanya menciptakan keseimbangan spiritual yang memperkuat umat dalam menyambut kemenangan Dharma.
Menjalankan Sugihan Sesuai Desa Kala Patra
Pelaksanaan Sugihan Jawa dan Sugihan Bali dapat disesuaikan dengan desa kala patra (konteks tempat, waktu, dan keadaan). Meski ada perbedaan tradisi, inti dari kedua ritual ini adalah penyucian untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Umat bebas memilih cara yang paling sesuai dengan keyakinan dan tradisi keluarga, asalkan makna sejatinya tetap terjaga.
Kesimpulan
Sugihan Jawa dan Sugihan Bali adalah dua sisi mata uang dalam tradisi Hindu Bali. Keduanya mengajarkan pentingnya menjaga kesucian alam semesta dan diri sendiri sebagai persiapan menyambut Hari Raya Galungan dan Kuningan. Dengan memahami makna mendalam dari ritual ini, umat Hindu dapat menjalani kehidupan yang lebih harmonis, baik secara spiritual maupun sosial. Mari jadikan sugihan sebagai momen refleksi untuk menyucikan hati dan pikiran, menuju kemenangan kebaikan atas keburukan.
***
