DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Rahina Buda Cemeng Klawu, juga dikenal sebagai Buda Wage Klawu, merupakan hari suci dalam kalender Saka-Bali yang didedikasikan untuk memuja Bhatara Rambut Sedana atau Dewi Laksmi, simbol kemakmuran dan kesejahteraan. Tradisi ini memiliki makna mendalam, khususnya bagi umat Hindu di Bali, yang rutin memperingatinya setiap 210 hari atau 6 bulan sekali pada hari Rabu Wage wuku Klawu.
Makna Upacara dalam Kehidupan Sehari-Hari
Bagi masyarakat Bali, Buda Cemeng Klawu adalah momen spiritual untuk mengucap syukur kepada Ida Betara Sedana, terutama oleh mereka yang terlibat dalam sektor perdagangan dan keuangan. Para pedagang di pasar, pemilik warung, restoran, bengkel, hingga perusahaan besar biasanya memberikan sesajen khusus di tempat penyimpanan uang mereka. Ritual ini melambangkan penghormatan atas rezeki yang dilimpahkan.
Penjelasan dalam Lontar Sundarigama
Dalam lontar Sundarigama, Buda Cemeng Klawu dijelaskan sebagai hari untuk menghayati kesucian pikiran dan melepaskan sifat-sifat keduniawian. Berikut kutipan isi lontar tersebut:
Buda waga, ngaraning Buda Cemeng, kalingania adnyana suksema pegating indria, betari manik galih sira mayoga, nurunaken Sang Hyang Ongkara mertha ring sanggar, muang ring luwuring aturu, astawakna ring seri nini kunang duluring diana semadi ring latri kala.
Menurut terjemahan yang dirilis oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Tabanan pada tahun 1976, Buda Cemeng Klawu menandai yoga spiritual dari Bhatari Manik Galih yang menurunkan Sang Hyang Omkara Amerta (inti kehidupan) ke dunia spiritual.
Larangan Transaksi Keuangan
Pada hari ini, masyarakat Bali dilarang melakukan transaksi keuangan, seperti membayar atau menagih utang, serta menabung. Meski aturan ini sulit diterapkan dalam kehidupan modern, nilai-nilai yang terkandung tetap relevan, yakni pentingnya mengendalikan diri dan mengekang hawa nafsu.
Pelajaran Berharga dari Tradisi
Tradisi Buda Cemeng Klawu mengajarkan umat Hindu untuk merefleksikan diri, menjaga keseimbangan antara kebutuhan materi dan spiritual, serta memperkuat hubungan dengan Tuhan. Meskipun tantangan zaman terus berubah, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ritual ini tetap menjadi pegangan bagi masyarakat Bali. ***