Mengenal Watak Kelahiran Anggara Kliwon Wuku Medangsia: Jiwa Pemberani dan Penyayang
ilustrasi bayi lahir pada Jumat Paing/ Balikonten
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Salah satu aspek yang menarik perhatian adalah weton atau hari kelahiran, yang diyakini memengaruhi watak dan nasib seseorang. Dalam kalender Bali, kelahiran pada Anggara Kliwon Wuku Medangsia memiliki makna khusus. Hari ini, yang juga dikenal sebagai Anggara Kasih Medangsia, bukan sekadar tanggal, tetapi cerminan kepribadian yang unik. Apa saja karakteristik orang yang lahir pada hari ini? Mari kita telusuri dengan santai, tapi tetap mendalam.
Apa Itu Anggara Kliwon Wuku Medangsia?
Sebelum menyelami watak kelahirannya, ada baiknya kita pahami dulu apa itu Anggara Kliwon Wuku Medangsia. Dalam sistem penanggalan Bali, waktu dihitung berdasarkan kombinasi Sapta Wara (tujuh hari dalam seminggu), Panca Wara (lima hari pasaran: Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon), dan Wuku (siklus 30 pekan, masing-masing berdurasi 7 hari). Anggara Kliwon berarti hari Selasa (Anggara) yang berpasaran Kliwon, dan ketika jatuh pada Wuku Medangsia, hari ini menjadi istimewa.
Wuku Medangsia sendiri dipengaruhi oleh Dewa Brahma, yang melambangkan kekuatan, keberanian, dan keteguhan. Hari ini juga dirayakan sebagai Anggara Kasih Medangsia setiap enam bulan sekali, sebuah perayaan Hindu di Bali yang mengajak umat untuk merenung dan membersihkan diri secara spiritual. Bagi yang lahir pada hari ini, otonan (upacara kelahiran dalam tradisi Bali) dirayakan setiap 210 hari, menandai siklus kelahiran mereka.
Watak Baik: Pemberani, Penyayang, dan Dermawan
Orang yang lahir pada Anggara Kliwon Wuku Medangsia dikenal memiliki jiwa yang besar. Mereka adalah pribadi pemberani, tak gentar menghadapi tantangan, bahkan gemar bepergian di malam hari—sesuatu yang bagi sebagian orang mungkin terasa menyeramkan. Keberanian ini bukan sekadar nyali, tetapi juga keteguhan hati untuk berdiri di depan demi prinsip yang mereka pegang.
Selain itu, mereka adalah sosok penyayang dan lemah lembut. Bayangkan seseorang yang selalu siap mengulurkan tangan, baik dalam bentuk bantuan nyata maupun kata-kata yang menenangkan. Mereka suka menolong, dermawan, dan ikhlas berkorban, sering kali terlibat dalam kegiatan dana punia (sumbangan untuk kebaikan bersama). Tak heran, mereka mudah disukai karena ramah dan pandai merangkai kata. Jika kamu punya teman yang selalu punya kalimat tepat untuk setiap situasi, mungkin dia lahir di hari ini!
Menurut sumber terpercaya seperti kalenderbali.info, pengaruh Triwara Pasah membuat mereka periang dan suka berbincang, sementara Sadwara Paniron menambah kesan sopan dan santun. Mereka juga punya bakat dalam bidang kreatif, seperti mengarang atau berbicara di depan umum, membuat mereka cocok menjadi komunikator ulung.
Sisi Gelap: Keras Hati dan Sulit Mengendalikan Keinginan
Namun, tak ada manusia yang sempurna, bukan? Orang yang lahir pada Anggara Kliwon Wuku Medangsia juga punya sisi buruk yang perlu diwaspadai. Mereka cenderung keras hati, kadang sulit memaafkan atau mempercayai orang lain. Keinginan mereka juga bisa begitu kuat hingga sulit dikendalikan, membuat mereka terjebak dalam impulsivitas. Ada kalanya mereka suka mencari-cari kesalahan orang lain, yang bisa memicu konflik jika tidak dikelola dengan baik.
Pengaruh Caturwara Menala dalam penanggalan Bali juga menambah nuansa menarik. Sumber dari Buleleng Post menyebutkan bahwa mereka bisa kurang bijaksana dan cenderung suka berbohong, meski ini tidak selalu bermaksud buruk. Misalnya, mereka mungkin melebih-lebihkan cerita demi membuat suasana lebih hidup. Selain itu, mereka harus berhati-hati dengan kecenderungan hura-hura, karena ini bisa memengaruhi stabilitas hidup mereka.
Rezeki dan Jodoh: Apa Kata Primbon?
Dalam tradisi Bali, kelahiran Anggara Kliwon Wuku Medangsia dikaitkan dengan rezeki yang murah. Meski menghadapi kesulitan, mereka sering kali menemukan jalan keluar, seolah-olah keberuntungan selalu menyertai. Mereka juga dikenal hemat, tetapi sangat berhati-hati soal uang—bukan pelit, melainkan cerdas mengelola keuangan.
Namun, soal jodoh, ada catatan menarik. Berdasarkan Lontar Tri Pramana, perjodohan dengan pasangan yang lahir pada Redite Pon Dukut (dengan jumlah urip 21) kurang ideal, karena bisa membuat hidup serba kekurangan. Meski begitu, primbon bukanlah takdir mutlak. Keberhasilan hubungan lebih bergantung pada komunikasi dan usaha bersama, bukan hanya weton.
Makna Spiritual dan Tradisi
Anggara Kliwon Wuku Medangsia bukan hanya soal watak, tetapi juga makna spiritual. Dalam Lontar Sundarigama, hari ini dianggap waktu yang tepat untuk membersihkan diri dari kecemaran duniawi. Umat Hindu di Bali sering melakukan ritual seperti pemujaan kepada Betara Ludra, menghaturkan sesaji berupa bunga dan wewangian, serta meditasi untuk memperkuat koneksi spiritual. Bagi yang lahir di hari ini, menjalani puasa weton setiap 35 hari sekali diyakini membawa keberkahan dan perlindungan.
Tradisi ini mencerminkan kearifan lokal yang masih relevan. Meski dunia semakin modern, banyak masyarakat Bali dan Jawa yang tetap memegang penanggalan tradisional sebagai panduan hidup. Seperti kata pepatah Jawa, “Almanak tanpa pawukon seperti sayur tanpa garam”—hambar dan kurang bermakna.
Mengapa Penting Memahami Weton?
Memahami weton seperti Anggara Kliwon Wuku Medangsia bukan sekadar menyelami tradisi, tetapi juga mengenal diri sendiri. Dalam budaya Jawa dan Bali, weton adalah cermin untuk memahami kekuatan dan kelemahan. Ini bukan ramalan yang membatasi, melainkan panduan untuk introspeksi. Misalnya, jika kamu tahu dirimu cenderung keras hati, kamu bisa belajar untuk lebih terbuka. Jika kamu dermawan, kamu bisa memanfaatkannya untuk membangun hubungan yang lebih baik.
Namun, penting untuk tetap kritis. Seperti yang disebutkan dalam Liputan6.com, primbon tidak memiliki dasar ilmiah dan lebih merupakan warisan budaya. Keberhasilan hidup lebih ditentukan oleh tindakan dan pilihan, bukan hanya hari kelahiran. Jadi, gunakan pengetahuan ini sebagai inspirasi, bukan dogma.
Penutup: Merangkul Warisan Budaya
Kelahiran Anggara Kliwon Wuku Medangsia adalah perpaduan antara keberanian, kelembutan, dan tantangan untuk mengendalikan diri. Mereka adalah jiwa-jiwa yang hidup dengan penuh warna, siap menolong, tetapi juga perlu belajar bijaksana. Di balik setiap weton, ada cerita tentang kearifan leluhur yang mengajarkan kita untuk hidup selaras dengan alam dan diri sendiri.
***