DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Desa Adat Peguyangan akan menggelar Karya Agung yang puncaknya berlangsung pada 21 Mei 2023 mendatang.
Upacara yang digelar meliputi Mamungkah, Ngenteg Linggih Padudusan Agung Miwah Tawur Balik Sumpah Utama Pura Desa, Puseh, Bale Agung Desa Adat Peguyangan.
Serangakaian upacara tersebut, Keluarga Besar Puri Peguyangan sebagai Tedung Jagat Peguyangan melangsungkan persembahyangan pada Selasa 2 Mei 2023.
Persembahyangan tersebut dihadiri Penglingsir Puri Peguyangan, AA. Ngurah Gde Widiada, Jero Bendesa Peguyangan Ketut Sutama, Tokoh Masyarakat I Gusti Agung Rai Wirajaya, Lurah Peguyangan dan Kepala Desa Peguyangan Kaja.
Penglingsir Puri Peguyangan, AA. Ngurah Gde Widiada menyebut upacara ini dipuput oleh Sulinggih dari seluruh klan yang ada di Bali, atau disebut Sarwa Sadaka.
“Dalam perspektif berpikir bertikal horisontal kita, kita mesti lascarya meyadnya yang akan di puput olh sarwa sadaka. Kita memohon dalam kehidupan sosial kultural kita mesti menjaga jentik harmonisisasi dgn keyakinan kita sebagai umat sedarma untuk tetap akrab dan saling menghargai segala perbedaan yang ada,” ungkapnya Kamis 4 Mei 2023.
Sebagai tokoh masyarakat Peguyangan, Agung Widiada menyambut gembira dan bangga melihat kontribusi seluruh masyarakat Peguyangan serta panitia karya, yang guyub dan tulus mengabdi.
Dirinya menilai karya dimulai dengan situasi yang hening dan penuh rasa memiliki. “Rasa memiliki ini akan menjadi modal sosial kita dalam menghadapi segala cobaan dan tantangan kehidupan kita kedepan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” terang Anggota DPRD Kota Denpasar ini.
Menurutnya karya ini menyetak sejarah kebangkitan eksistensi Desa Adat Peguyangan.
Upacara ini digelar dalam 30 tahun sekali ini menurutnya sekaligus momentum intropeksi melihat ke belakang dan ke depan untuk warga Adat Peguyangan bersama Jero Bendesa Adat dan tokoh-tokoh Desa Adat bersama Pemerintah ke depan.
Dirinya berharap keheningan dapat berlangsung hingga karya agung tuntas. Untuk itu dia mengajak seluruh masyarakat Desa Peguyangan untuk menyatukan tujuan agar upacara ini dapat menguatkan keharmonisan masyarakat.
“Hanya dengan membuka wacana, bahwa kita satu dengan lainnya akan paham dan mengerti apa tujuan kita bersama. Itulah dimensi ngayah yang kita maknai dengan cara kita masing masing tetapi ada tujuan bersama,” tutupnya.