KARANGASEM, BALIKONTEN.COM – Ritual Ngusaba Lina, juga dikenal sebagai Ngusaba Pitra, menjadi salah satu tradisi sakral yang dijalankan oleh umat Hindu di Bali. Upacara ini berlangsung pada Soma Umanis Taulu, tepatnya pada 15 Januari 2024, di Pura Dalem Puri Besakih. Tradisi ini merupakan wujud penghormatan mendalam kepada para leluhur, baik yang sudah diaben maupun yang belum.
Makna dan Pelaksanaan Ngusaba Lina
Gusti Anglurah Mangku Kebayan Alitan, seorang tokoh adat berusia 40 tahun, menjelaskan bahwa Ngusaba Lina adalah upacara tahunan yang selalu dilaksanakan pada bulan sasih Kepitu. “Ritual ini merupakan bentuk penghormatan umat Hindu kepada leluhurnya. Tradisi ini dulu dikenal sebagai Ngusaba Pitra, yang berarti persembahan kepada para leluhur, karena Pura Dalem Puri dianggap sebagai pusat dari Pura Dalem,” ujarnya.
Selama ritual, umat Hindu dari seluruh Bali berkumpul di Pura Dalem Puri Besakih untuk menghaturkan sesodaan, persembahan simbolis kepada leluhur mereka. Pada Tilem Kepitu, diyakini bahwa para leluhur, atau Sang Pitra dan Dewa Pitara, berkumpul untuk “ngayah” di Pura ini. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa masyarakat datang untuk memberikan penghormatan kepada leluhur yang juga turut hadir secara spiritual.
Proses Ritual yang Sakral
Rangkaian Ngusaba Lina dimulai setelah petabuhan di Pura Ulun Kulkul, yang dilanjutkan dengan upacara ngupak lawang sebagai tanda dimulainya ritual. Setelah itu, dilakukan nedunang pralingga Ida Bhatara dari Merajan Selonding untuk melengkapi prosesi utama.
Gusti Anglurah juga menjelaskan bahwa persembahan ini tidak hanya ditujukan kepada leluhur yang telah diaben, tetapi juga kepada leluhur yang kepamitang atau kependak. Hal ini mencerminkan keyakinan bahwa semua leluhur memiliki peran dalam menjaga harmoni spiritual di Pura Dalem Puri.
Pura Dalem Puri Besakih sebagai Pusat Ritual
Pura Dalem Puri Besakih memiliki peran penting dalam pelaksanaan Ngusaba Lina. Pura ini dianggap sebagai huluning Dalem atau pusat dari Pura Dalem, di mana Siwa Warocana, yang meraga sebagai Hyang Ibu Pertiwi atau Durga Dewi, berstana. Oleh karena itu, Pura Dalem Puri juga menjadi tempat stana Dewa Siwa.
Di dalam areal utama mandala pura, terdapat pelinggih Gedong, sementara di bagian madya mandala terdapat pelinggih-pelinggih seperti Titi Ugal Agil, Tiing Petung, dan Kawah Jambangan. Sedangkan di nista mandala terdapat Pelinggih Tegal Penangsaran dan taru curiga. Nama-nama pelinggih ini mengacu pada tempat-tempat simbolis yang diyakini berkaitan dengan perjalanan spiritual roh.
Simbolisme Kayu Curiga
Salah satu elemen unik di Pura Dalem Puri adalah taru curiga, sejenis pohon dengan daun yang menyerupai keris. Menurut kepercayaan, daun-daun yang jatuh dari pohon ini akan menusuk roh-roh yang sedang menjalani hukuman di neraka. Ini melambangkan konsekuensi dari perbuatan buruk yang dilakukan semasa hidup.
Kesakralan dan Harmoni Spiritual
Ngusaba Lina bukan sekadar ritual, melainkan wujud pengabdian umat Hindu kepada leluhur mereka sebagai bentuk rasa syukur dan penghormatan. Tradisi ini juga mencerminkan harmoni antara dunia manusia, leluhur, dan kekuatan spiritual di Pura Dalem Puri Besakih. Sebagai pusat spiritual, pura ini terus menjadi saksi bisu keberlangsungan adat dan budaya Bali yang begitu kaya dan sarat makna. ***