BULELENG, BALIKONTEN.COM – Bali dikenal dengan kekayaan budayanya yang masih terjaga hingga kini. Salah satu tradisi unik yang hanya dilakukan setahun sekali setelah Nyepi adalah Nyakan Diwang atau yang berarti masak di luar. Tradisi ini masih dipertahankan oleh warga di Kecamatan Banjar, Buleleng, Bali. Namun, sayangnya, tradisi ini semakin memudar seiring berjalannya waktu.
Sejarah dan Makna Nyakan Diwang
Tidak ada catatan pasti mengenai kapan tradisi ini pertama kali dimulai, tetapi masyarakat setempat meyakini bahwa Nyakan Diwang sudah berlangsung secara turun-temurun. Pada awalnya, tradisi ini dilakukan dua kali dalam setahun, yaitu saat Ngembak Geni dan sehari setelahnya. Namun, kini hanya dilaksanakan sekali saja, tepat sehari setelah perayaan Nyepi.
[irp]
Menurut Made Suzanna, seorang tokoh masyarakat dari Desa Banjar Tangeb, tradisi ini tidak sekadar memasak di luar rumah, tetapi juga memiliki makna filosofis yang dalam. Nyakan Diwang mencerminkan nilai-nilai Tri Hita Karana, yaitu menjaga keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam.
Di balik tradisi memasak bersama ini, ada pesan sosial yang kuat. Momen ini digunakan sebagai ajang silaturahmi antarwarga, terutama bagi mereka yang jarang bertemu dalam kesehariannya. Warga berkumpul, berbagi cerita, dan menikmati suasana kebersamaan setelah melewati hari Nyepi yang penuh ketenangan dan refleksi.
Pelaksanaan Tradisi Nyakan Diwang
Setiap tahunnya, Nyakan Diwang dilaksanakan oleh seluruh warga desa dengan keluar rumah dan memasak di halaman atau pintu masuk rumah masing-masing. Suasana desa yang sepi saat Nyepi tiba-tiba berubah menjadi meriah dan penuh kehangatan.
[irp]
Biasanya, tradisi ini dimulai dari pukul 03.00 Wita hingga selesai. Seluruh warga, dari anak-anak hingga orang tua, ikut berpartisipasi dalam tradisi ini. Beberapa desa yang masih mempertahankan Nyakan Diwang adalah Desa Banjar Tangeb, Desa Dencarik, dan Desa Banjar.
Menurut Romi, seorang warga Desa Dencarik, Nyakan Diwang menjadi momen spesial bagi masyarakat desa, terutama bagi mereka yang merantau ke luar daerah. Makanan yang dimasak pada saat Nyakan Diwang bervariasi, mulai dari nasi, lauk pauk, hingga jajanan tradisional khas Bali. Namun, yang paling penting bukanlah jenis makanan yang dimasak, melainkan proses kebersamaan saat memasaknya.
[irp]
Permainan Tradisional yang Mulai Hilang
Dulu, selain memasak bersama, Nyakan Diwang juga dimeriahkan dengan berbagai permainan tradisional. Salah satu permainan yang populer adalah permainan batu apung. Dalam permainan ini, anak-anak dan orang dewasa berkumpul untuk menendang batu apung yang berisi api.
Namun, menurut Romi, permainan tradisional seperti ini kini semakin jarang terlihat. Sayangnya, seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan gaya hidup masyarakat, Nyakan Diwang tidak semeriah dahulu. Banyak generasi muda yang tidak lagi tertarik untuk mengikuti tradisi ini. Ditambah lagi, minimnya perhatian dari pemerintah dan kurangnya promosi membuat tradisi ini semakin redup.
[irp]
Menurut Made Suzanna, Nyakan Diwang sebenarnya bisa dikembangkan menjadi daya tarik wisata yang menarik, baik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Masyarakat berharap agar ada upaya pelestarian dari berbagai pihak, baik dari pemerintah, komunitas budaya, maupun generasi muda itu sendiri. Salah satu caranya adalah dengan mengadakan festival tahunan atau lomba memasak khas Nyakan Diwang, sehingga generasi muda bisa lebih tertarik untuk melestarikannya.
Nyakan Diwang bukan sekadar tradisi memasak di luar rumah, tetapi juga cerminan nilai kebersamaan dan silaturahmi dalam masyarakat Bali. Sayangnya, tradisi ini kini mulai tergerus oleh modernisasi dan minimnya perhatian dari generasi muda.
[irp]
Agar tradisi ini tetap bertahan, diperlukan kesadaran bersama untuk melestarikan warisan budaya yang kaya akan makna ini. Dengan upaya yang tepat, Nyakan Diwang bisa tetap hidup dan bahkan menjadi daya tarik budaya yang unik bagi wisatawan. Jika tidak ada tindakan nyata, bukan tidak mungkin suatu hari nanti, Nyakan Diwang hanya akan menjadi kenangan dalam cerita para orang tua kepada anak cucunya.
***