Pedagang Online di Marketplace Ini Kena Pajak, Berapa Besaran dan Ketentuannya
Kabar Baik untuk Wajib Pajak: Pemerintah Hapus Sanksi Keterlambatan Bayar dan Lapor SPT Tahunan 2024/ balikonten
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Kementerian Keuangan Republik Indonesia, di bawah pimpinan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, telah menetapkan aturan baru terkait pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) bagi para pedagang di platform e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, TikTok Shop, dan sejenisnya. Aturan ini menunjuk Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), baik yang beroperasi di dalam maupun luar wilayah Indonesia, untuk memungut pajak tersebut, sepanjang memenuhi kriteria tertentu.
Kriteria tersebut mencakup penggunaan rekening eskro untuk menampung pendapatan, memiliki nilai transaksi di Indonesia yang melebihi batas tertentu, atau jumlah trafik dan pengakses yang melampaui angka yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Dalam peraturan yang ditandatangani Sri Mulyani pada 15 Juli 2025, disebutkan bahwa Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk menunjuk pihak lain, dalam hal ini penyelenggara marketplace, sebagai pemungut PPh Pasal 22. Pihak ini bertugas memungut, menyetor, dan melaporkan pajak dari penghasilan pedagang online.
Siapa yang Kena Pajak?
Aturan ini berlaku untuk pedagang online, baik perorangan maupun badan usaha, yang memperoleh penghasilan melalui transaksi di platform e-commerce menggunakan rekening bank, layanan keuangan serupa, alamat IP Indonesia, atau nomor telepon dengan kode negara Indonesia. Selain itu, perusahaan jasa pengiriman, asuransi, atau pihak lain yang terlibat dalam transaksi melalui PMSE juga termasuk dalam lingkup pengenaan pajak ini.
Pedagang online diwajibkan menyampaikan informasi seperti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan alamat korespondensi kepada penyelenggara marketplace yang ditunjuk sebagai pemungut pajak.
Besaran Pajak dan Ketentuannya
PPh Pasal 22 yang dikenakan sebesar 0,5% dari peredaran bruto atau total penghasilan pedagang online, yang tercantum dalam dokumen tagihan, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Pajak ini dapat diperhitungkan sebagai bagian dari pembayaran Pajak Penghasilan tahunan pedagang.
Peredaran bruto dalam aturan ini merujuk pada penghasilan usaha sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, atau sejenisnya. Bagi pedagang dalam negeri dengan peredaran bruto di atas Rp500 juta dalam satu tahun pajak, wajib melaporkan informasi tersebut kepada penyelenggara PMSE untuk dipotong pajak sebesar 0,5%. Namun, jika peredaran bruto masih di bawah Rp500 juta, pedagang tidak diwajibkan menyampaikan informasi tersebut.
Pelaporan Pajak
Pedagang dengan peredaran bruto di atas Rp500 juta harus menyerahkan surat pernyataan kepada penyelenggara PMSE paling lambat pada akhir bulan saat pendapatan mereka melampaui batas tersebut. Surat ini menyatakan bahwa peredaran bruto pada tahun pajak berjalan telah melebihi Rp500 juta.
Aturan ini bertujuan untuk menciptakan kepatuhan pajak yang lebih baik di sektor e-commerce sekaligus memastikan kontribusi pedagang online terhadap penerimaan negara. Dengan penunjukan PMSE sebagai pemungut pajak, proses administrasi pajak diharapkan lebih efisien dan transparan.
***