Marketplace yang Akan Jadi Pemungut Pajak Pedagang Online: Kriteria dan Aturan Baru

ilustrasi Pasar Mini di Madrasah Jembrana/ balikonten
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sedang menyiapkan aturan teknis untuk menetapkan marketplace atau platform e-commerce yang wajib memungut pajak penghasilan (PPh) dari pedagang online. Aturan ini akan diwujudkan dalam bentuk Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen Pajak) sebagai turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025. PMK ini mengatur penunjukan pihak lain sebagai pemungut, penyetor, dan pelapor PPh atas penghasilan pedagang dalam negeri melalui sistem perdagangan elektronik.
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama, mengungkapkan bahwa kriteria marketplace yang akan ditunjuk sebagai pemungut PPh sedang dirancang. “Kriterianya akan diumumkan dalam Perdirjen nanti,” ujar Yoga seperti dirangkum dari beragam sumber, pada Selasa, 15 Juli 2025.
Meski Perdirjen belum resmi diterbitkan, Yoga menyebutkan bahwa PMK 37/2025 telah memberikan gambaran tentang ciri-ciri platform e-commerce yang akan ditunjuk. Kriteria ini mirip dengan yang diterapkan pada perusahaan digital yang memungut pajak pertambahan nilai (PPN) sejak 2020. Platform yang dimaksud mencakup marketplace lokal maupun asing dengan nilai transaksi di Indonesia melebihi Rp600 juta per tahun atau Rp50 juta per bulan. Selain itu, jumlah pengakses atau traffic di Indonesia harus lebih dari 12.000 per tahun atau 1.000 per bulan.
“Kriterianya kurang lebih sama dengan PMSE luar negeri, seperti nilai transaksi Rp600 juta per tahun atau Rp50 juta per bulan, serta jumlah pengakses lebih dari 12 ribu per tahun,” jelas Yoga.
Fokus awal DJP adalah menunjuk platform e-commerce besar dan ternama dengan omzet pedagang di atas Rp500 juta per tahun sebagai pemungut PPh. Namun, ke depannya, aturan ini akan diperluas untuk mencakup semua jenis marketplace, baik besar maupun kecil, lokal maupun internasional. “Kami mulai dari yang besar dulu. Tapi, kalau ada platform yang mau sukarela jadi pemungut, itu juga boleh,” tambah Yoga.
Yoga juga menjelaskan bahwa pada tahap awal, hanya marketplace yang menggunakan sistem escrow account yang akan ditunjuk sebagai pemungut PPh. Sistem ini dianggap lebih aman untuk transaksi digital antara pedagang online dan pembeli. Platform seperti OLX atau Rumah123 yang hanya berfungsi sebagai tempat iklan tidak termasuk dalam kategori ini. “Marketplace yang kami maksud adalah platform tempat penjual dan pembeli bertransaksi dengan aliran dana melalui escrow account, bukan sekadar media iklan,” tegas Yoga.
Hingga kini, DJP telah menunjuk 211 pelaku usaha PMSE sebagai pemungut PPN. Jumlah marketplace yang akan ditunjuk sebagai pemungut PPh pedagang online diperkirakan tidak jauh berbeda. Yoga menambahkan, platform luar negeri seperti yang berbasis di Singapura, China, Jepang, atau Amerika Serikat juga bisa ditunjuk untuk memungut PPh sebesar 0,5% jika banyak pedagang Indonesia yang berjualan di sana. “Kalau marketplace luar negeri punya banyak transaksi di Indonesia, kenapa tidak kita tunjuk untuk memungut PPh?” tuturnya.
Aturan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak pedagang online sekaligus mendukung ekosistem perdagangan elektronik yang lebih transparan dan terstruktur.
***
