Nasional

Penguatan Mitigasi Berbasis Ekosistem untuk Ketahanan Bencana

Penguatan Mitigasi Berbasis Ekosistem untuk Ketahanan Bencana

 

 

JEPANG, BALIKONTEN.COM – Sekretaris BPBD Provinsi Bali, Dr. I Gede Agung Teja Bhusana Yadnya, S.STP., M.Si., kembali menunjukkan komitmennya dalam pengurangan risiko bencana dengan mengikuti Eco-DRR (Ecosystem-based Disaster Risk Reduction) Training di Prefektur Okinawa dan Sendai di Jepang.

Pelatihan ini bertujuan untuk memperdalam strategi mitigasi berbasis ekosistem, yaitu pelestarian dan pemanfaatan alam untuk ketangguhan menghadapi ancaman bencana. Eco-DRR ini contohnya konservasi lahan gambut, hutan mangrove, terumbu karang, reboisasi, perdagangan karbon dan lainnya.

Di tengah suhu dingin ekstrem, Gede Teja tetap aktif dalam menyimak pembelajaran dari para pakar internasional termasuk melihat langsung laboratorium pusat riset Jepang untuk masalah tsunami. Salah satu hasil risetnya yang menarik adalah hutan manggrove signifikan perannya untuk mengurangi bahaya gelombang tsunami.

Kekerasan tidak boleh dilawan dengan kekerasan, itulah pembelajarannya. Dimana derasnya arus tsunami mampu diredam melalui celah-celah kerapatan pepohanan dan gelombang tsunami tidak terhempas lebih tinggi. Berbeda dengan gelombang air yang dihadang langsung dengan tembok yang justru menyebabkan ketinggian tsunami semakin melonjak.

BACA JUGA:  Acara Pelepasan Kegiatan Napak Tilas Pahlawan Nasional Brigjen TNI (Anumerta) I Gusti Ngurah Rai

Pembelajaran lain yang berkesan adalah bertemu langsung dengan Prof. Khawasiwa dan Bapak Ono San, penyintas tsunami dahsyat 2011 di Fukushima-Sendai. Dari pengalaman mereka, terlihat bahwa negara dengan sistem manajemen bencana yang sangat maju pun seperti Jepang masih menghadapi tantangan besar saat bencana terjadi.

Perkiraan ketinggian tsunami dari hasil kajian sebelumnya 6-7 meter, namun ternyata tahun 2011 itu ketinggianya 11 meter. Meski langkah-langkah mitigasi dilakukan, akhirnya jumlah korban meninggal mencapai lebih dari 20 ribu jiwa. Tentu jumlah ini bisa sangat berbeda cerita bilamana tidak melakukan mitigasi sama sekali.

Penguatan Mitigasi Berbasis Ekosistem untuk Ketahanan Bencana

Sekitar 400 tahun sebelum tsunami 2011 (tahun 1611), wilayah Sendai pernah mengalami tsunami. Oleh karena itu secara berkelanjutan dilakukan mitigasi yang terukur, bahkan mereka menyiapkan tiga lapis teknik menahan gelombang tsunami. Mulai dari sea wall atau pemecah ombak (4-6 meter), beberapa ratus meter berikutnya dibuat kanal/sungai buatan (± lebar 10 meter), dan beberapa ratus meter berikutya dibuat jalan raya yang ditinggikan (± 6 meter). Selain itu ruang-ruang kosong diwilayah pesisir ditanami pepohon dengan kerapatan vegetasi tinggi.

BACA JUGA:  Kanwil Kemenkumham Bali Gelar SKB Wawancara dan Keterampilan CPNS 2024, Junjung Tinggi Transparansi dan Integritas

Namun tidak cukup dengan itu, aspek lain yang sangat mempengaruhi keselamatan adalah adanya sistem peringatan dini yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat di zona bahaya. Terlihat Sirine tersebar dengan radius tertentu untuk bisa didengar oleh masyarakat termasuk nelayan. Bahkan ada cerita menarik dimana nelayan memiliki prosedur evakuasi unik yang terbukti menyelamatkan nyawa mereka, yakni langsung menuju ke tengah laut saat sirine tsunami berbunyi. Realitas ini menjadi refleksi bagi Indonesia, termasuk Bali yang sudah 6 kali mengalami tsunami namun infrastruktur peringatan dini belum mampu menjangkau seluruh masyarakat termasuk wisatawan.

Gede Teja sebagai inisiator Bali Tsunami Early Warning System (BTEWS) yaitu sistem peringatan dini yang digunakan Bali saat ini, memang ditujukan untuk menjawab permasalahan kurangnya cakupan layanan tersebut. BTEWS berhasil dibuat dengan biaya murah namun tetap handal dalam kondisi darurat.

Dengan kolaborasi yang kuat bersama kabupaten/kota dan dunia usaha, diharapkan dalam waktu tidak terlalu lama jaringan BTEWS sudah masuk di desa-desa yang berada pada zona tsunami. Dedikasinya selama 15 tahun dalam dunia kebencanaan telah mendapat apresiasi luas.

BACA JUGA:  Soegiharto Sosrodjojo, Visioner di Balik Sukses Teh Botol Sosro

Gubernur Bali  juga pernah memberikan apresiasi sebagai Juara 1 ASN Berprestasi di Lingkungan Pemerintah Provinsi Bali dan tahun 2024 menerima penghargaan Kenaikan Pangkat Luar Biasa dari Presiden RI atas dedikasi dan inovasinya di bidang kebencanaan.

“Merujuk pada ilmu pengetahuan dan data histori, bencana itu pasti terjadi dan berulang”, ujarnya. Manusia sebagai mahluk yang memiliki akal bhudi sudah sewajarnya menggunakan akalnya untuk selamat. “Semoga akal sehat selalu menjadi pegangan dalam setiap langkah mitigasi, karena risiko hanya bisa dikurangi jika kita benar-benar bertindak,” ujar Gede Teja.

Lakukan Eco-DRR sederhana secara bersama-sama dampaknya bisa luar biasa. Ia mencotohkan, tanamlah 1 pohon saja pada setiap momen spesial masing-masing. Tanam 1 pohon saat pernikahan, tanam lagi 1 pohon saat anak lahir, tanam lagi saat hari raya, dan seterusnya. Pohon yang ditanam pada momen apapun yang dianggap spesial pasti dirawat dengan baik. Bali hijau dan tangguh akan menjadi keniscayaan. ***

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

Shares: