18/11/2025

Pernah Bertanya Mengapa Hari Raya Galungan Selalu Jatuh pada Budha Kliwon Dungulan?

aturan dalam memasang penjor galungan

ilustrasi gambar penjor galungan oleh John Skodak/ Flicker/ balikonten

DENPASAR, BALIKONTEN.COM –  Hari Raya Galungan merupakan salah satu perayaan penting bagi umat Hindu, khususnya di Bali, yang dirayakan setiap enam bulan sekali berdasarkan penanggalan Bali (210 hari). Perayaan ini selalu jatuh pada hari Budha Kliwon Dungulan, yaitu hari Rabu yang bertepatan dengan wuku Dungulan dan pancawara Kliwon dalam kalender Bali. Tetapi, mengapa Galungan selalu diperingati pada hari ini?

Sistem Penanggalan Bali dan Wuku Dungulan

Untuk memahami mengapa Galungan selalu jatuh pada Budha Kliwon Dungulan, kita perlu mengetahui cara kerja kalender Bali. Kalender Bali, atau Pawukon, adalah sistem penanggalan tradisional yang berbeda dari kalender Masehi atau Saka. Pawukon memiliki siklus 210 hari yang terdiri dari 30 wuku, di mana setiap wuku berdurasi 7 hari. Salah satu wuku tersebut adalah Dungulan, yang menjadi waktu pelaksanaan Hari Raya Galungan.

Dalam sistem Pawukon, hari ditentukan oleh kombinasi saptawara (tujuh hari dalam seminggu, seperti Senin, Selasa, dst.) dan pancawara (lima hari dalam siklus Kliwon, Umanis, Paing, Pon, dan Wage). Hari Galungan secara khusus ditetapkan pada Budha (Rabu) yang bertepatan dengan Kliwon dalam wuku Dungulan. Kombinasi ini dianggap memiliki nilai spiritual yang tinggi dalam tradisi Hindu Bali.

Menurut lontar kuno Purana Bali Dwipa, Hari Raya Galungan pertama kali dirayakan pada Purnama Kapat (bulan purnama keempat dalam kalender Saka) pada tahun 804 Saka atau 882 Masehi, tepatnya pada hari Budha Kliwon Dungulan. Penetapan ini menjadi tradisi yang terus diikuti hingga saat ini, menjadikan Budha Kliwon Dungulan sebagai waktu sakral untuk memperingati kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan).

Makna Filosofis Budha Kliwon Dungulan

Selain berdasarkan sistem penanggalan, pemilihan Budha Kliwon Dungulan untuk Hari Raya Galungan juga memiliki makna filosofis yang mendalam. Dalam kepercayaan Hindu Bali, setiap hari dalam kalender Pawukon memiliki energi spiritual tertentu. Hari Budha (Rabu) dikaitkan dengan kebijaksanaan dan keseimbangan, sementara Kliwon dianggap sebagai hari yang penuh dengan energi spiritual, baik positif maupun negatif. Kombinasi ini menciptakan momen yang tepat untuk merenungkan keseimbangan antara kebaikan dan kejahatan dalam diri manusia.

Wuku Dungulan sendiri memiliki makna simbolis yang erat kaitannya dengan kemenangan. Nama “Dungulan” dikaitkan dengan konsep kemenangan atau keunggulan, yang selaras dengan esensi Galungan sebagai perayaan kemenangan Dewa Indra atas Mayadenawa, simbol kebaikan melawan kejahatan. Oleh karena itu, Budha Kliwon Dungulan dianggap sebagai waktu yang paling suci untuk memperingati nilai-nilai kebenaran dan introspeksi spiritual.

Tradisi dan Ritual pada Budha Kliwon Dungulan

Pada hari Budha Kliwon Dungulan, umat Hindu Bali melaksanakan berbagai ritual untuk merayakan Galungan. Salah satu tradisi yang paling dikenal adalah pemasangan penjor, yaitu tiang bambu yang dihias dengan janur dan hasil bumi sebagai simbol rasa syukur kepada Sang Hyang Widhi Wasa atas penciptaan alam semesta. Selain itu, umat Hindu juga melakukan persembahyangan di pura-pura, baik di rumah maupun di tempat ibadah umum, untuk memohon keberkahan dan kekuatan dalam menjalani hidup sesuai dengan ajaran Dharma.

Hari-hari menjelang Galungan, seperti Penampahan Galungan (sehari sebelumnya), juga diisi dengan ritual seperti penyembelihan hewan untuk persembahan dan pembuatan lawar, makanan khas Bali. Semua rangkaian ini mencerminkan kesiapan spiritual umat Hindu untuk menyambut hari suci yang jatuh pada Budha Kliwon Dungulan.

Konsistensi Waktu Galungan dalam Kalender Bali

Konsistensi penetapan Galungan pada Budha Kliwon Dungulan juga menunjukkan kekayaan budaya dan ketelitian dalam sistem penanggalan Bali. Meskipun kalender Masehi terus berjalan, kalender Pawukon memastikan bahwa Galungan selalu jatuh pada kombinasi hari yang sama setiap 210 hari. Hal ini memungkinkan umat Hindu untuk merayakan Galungan dua kali dalam setahun menurut kalender Masehi, dengan tanggal yang berbeda setiap kali tetapi tetap pada Budha Kliwon Dungulan.

Hari Raya Galungan selalu jatuh pada Budha Kliwon Dungulan karena penetapan ini berakar pada tradisi sejarah yang tercatat dalam lontar Purana Bali Dwipa, sistem penanggalan Bali yang unik, dan makna filosofis yang mendalam. Kombinasi hari Rabu (Budha), pancawara Kliwon, dan wuku Dungulan menciptakan momen spiritual yang ideal untuk memperingati kemenangan Dharma atas Adharma. Dengan memahami alasan di balik waktu perayaan ini, umat Hindu dapat semakin menghayati makna Galungan sebagai wujud rasa syukur dan introspeksi diri. Perayaan ini tidak hanya memperkuat nilai-nilai spiritual, tetapi juga memperkaya warisan budaya Bali yang begitu kaya dan bermakna.

 

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE