Pertumbuhan Kredit UMKM Juni 2025 Melambat, Hanya Capai 2,18%
OJK berupaya menjaga kestabilan ekonomi di Bali. Pada masa pandemi ini, OJK kembali menyiapkan pemberian relaksasi lanjutan.
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan kredit perbankan per Juni 2025 mencapai 7,77% secara tahunan, dengan total nilai Rp8.059,79 triliun. Namun, di balik angka tersebut, penyaluran kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) justru menunjukkan tren melambat, hanya tumbuh sebesar 2,18%. Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sepanjang 2024 yang mencapai 4,76% dan periode Juni 2024 yang masih berada di level 5,68%.
Pertumbuhan kredit UMKM ini juga tertinggal jauh dibandingkan segmen lain. Kredit korporasi, misalnya, melonjak 10,78%, diikuti kredit investasi yang tumbuh 12,53%, dan kredit konsumsi sebesar 8,49%.
“Kredit UMKM hanya tumbuh 2,18%, di tengah fokus perbankan untuk memulihkan kualitas kredit di sektor ini,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Juli, pada Senin (4/8/2025).
Dari sisi kepemilikan bank, bank umum swasta domestik mencatatkan pertumbuhan kredit tertinggi, yakni 10,78% secara tahunan. Sementara dari sisi debitur, kredit korporasi juga menunjukkan pertumbuhan serupa, sebesar 10,78%.
Dian menambahkan, “Meski demikian, kredit untuk UMKM tetap tumbuh 2,18%, seiring upaya perbankan memperbaiki kualitas kredit di segmen ini.”
Berdasarkan sektor, penyaluran kredit terbesar masih didominasi oleh industri pertambangan dan penggalian dengan pertumbuhan 20,69% secara tahunan. Sektor jasa menyusul dengan pertumbuhan 19,17%, diikuti transportasi dan komunikasi sebesar 17,94%, serta listrik, gas, dan air yang tumbuh 11,23%.
Bank Indonesia (BI) turut menjelaskan penyebab perlambatan kredit UMKM. Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Bambang Arianto, menyebutkan bahwa perlambatan ini dipengaruhi oleh melemahnya kinerja korporasi dalam beberapa waktu terakhir. UMKM, yang sering menjadi bagian dari rantai pasok korporasi, turut terdampak.
“Ada keterkaitan erat antara UMKM dan korporasi. Jika korporasi melambat, UMKM yang menjadi pemasok barang atau jasa juga ikut terhambat. Satu korporasi yang melemah bisa memengaruhi banyak UMKM,” jelas Bambang baru-baru ini.
Data juga menunjukkan bahwa rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) tertinggi ada pada segmen usaha menengah, mencapai 5,37%. Sementara itu, usaha kecil memiliki NPL 4,3%, dan usaha mikro memiliki NPL terendah sebesar 4,01%.
***