DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali melontarkan kritik terhadap implementasi Golden Visa dan sistem perizinan Online Single Submission (OSS). Menurut PHRI Bali, kedua kebijakan ini lebih menguntungkan investor, sementara masyarakat Bali harus menanggung dampak negatifnya.
Ketua PHRI Bali, Prof. Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace), menyampaikan pandangan ini usai rapat kerja daerah (Rakerda) di kantor BTB/GIPI Bali, Rabu, 22 Januari 2025.
Dalam keterangannya, Cok Ace mengungkapkan bahwa sistem OSS telah menimbulkan sejumlah persoalan serius, termasuk alih fungsi lahan yang masif serta konsentrasi pariwisata yang hanya terfokus di wilayah Bali Selatan.
“Kami menyoroti isu-isu nasional, salah satunya adalah perizinan OSS yang banyak menimbulkan masalah di Bali. Khususnya terkait alih fungsi lahan dan konsentrasi yang berlebihan,” ujarnya.
Selain itu, Cok Ace juga menyoroti kebijakan Golden Visa, yang menurutnya perlu diberlakukan secara berbeda di Bali dibandingkan dengan daerah lain. Ia menilai fasilitas pariwisata di Bali yang lebih lengkap harus diimbangi dengan nominal investasi yang lebih besar.
“Golden Visa dengan nominal Rp 5,6 miliar untuk lima tahun pertama dan investasi Rp 10 miliar terlalu kecil untuk Bali. Infrastruktur kita lengkap, dari bandara 24 jam hingga jaringan internet yang mencakup hampir seluruh wilayah Bali. Dengan angka itu, investor berbondong-bondong datang ke Bali, dan dampaknya bisa kita lihat sekarang,” tegasnya.
Cok Ace, yang juga pernah menjabat Wakil Gubernur Bali periode 2018-2023, menyatakan bahwa PHRI Bali akan membawa isu ini ke tingkat nasional. Dalam Rakernas PHRI yang akan digelar di Bogor pada 10-11 Februari 2025 mendatang, mereka berencana mengusulkan penyesuaian kebijakan investasi berdasarkan kondisi spesifik setiap daerah.
“Kita perlu perbedaan kebijakan yang mencerminkan karakteristik wilayah masing-masing,” katanya.
Tak hanya itu, PHRI Bali juga menyoroti sejumlah persoalan lokal, seperti klasifikasi hotel berbintang, kemacetan lalu lintas, serta meningkatnya angka kriminalitas di tingkat kabupaten/kota.
Dengan berbagai isu tersebut, PHRI Bali berharap pemerintah dan pemangku kepentingan dapat mempertimbangkan masukan ini demi keberlanjutan pariwisata dan kesejahteraan masyarakat Bali. ***