Pro dan Kontra Koperasi Desa Merah Putih di Bali: Solusi Ekonomi atau Beban Baru?
Kopdes Merah Putih Akan Dilaunching 12 Juli, Target 80.000 di Seluruh Indonesia/ balikonten
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Rencana pembentukan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih di Bali memicu gelombang diskusi hangat di kalangan masyarakat dan pemangku kepentingan. Program ini, yang digagas untuk mendorong perekonomian desa, justru menuai pro dan kontra. Sejumlah kepala desa atau perbekel di Bali menyuarakan kekhawatiran bahwa kehadiran Kopdes berpotensi mengganggu operasional Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang telah mapan. Di sisi lain, pemerintah menegaskan bahwa Kopdes bisa menjadi solusi inovatif untuk mengatasi pengangguran, pinjaman online (pinjol), hingga praktik rentenir yang meresahkan.
Kekhawatiran Perbekel: Kopdes vs BUMDes
Sejumlah perbekel di Bali mempertanyakan urgensi pembentukan Kopdes Merah Putih. Mereka khawatir program ini akan menciptakan tumpang tindih dengan BUMDes, yang selama ini telah menjadi tulang punggung ekonomi desa. Perbekel Desa Kutuh, Kuta Selatan, I Wayan Mudana, dengan tegas menyatakan keberatannya.
“Kami ingin fokus mengembangkan BUMDes yang sudah ada. BUMDes juga didukung undang-undang. Kalau harus membuat koperasi baru, kami khawatir upaya kami jadi setengah-setengah,” ungkap Mudana dalam acara sosialisasi di kantor Gubernur Bali, Denpasar, pada Selasa (29/4/2025).
Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. BUMDes telah menjadi pilar penting dalam menggerakkan roda ekonomi di desa-desa Bali, mulai dari pengelolaan wisata, pasar desa, hingga usaha mikro. Menambah entitas baru seperti Kopdes dikhawatirkan justru memecah fokus dan sumber daya.
Solusi dari Pemprov Bali: Merger dan Revitalisasi
Menanggapi keresahan ini, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Bali, I Wayan Ekadina, menegaskan bahwa pembentukan Kopdes Merah Putih tidak dimaksudkan untuk menggantikan BUMDes. Ia menawarkan solusi berupa merger atau revitalisasi, di mana Kopdes dapat diintegrasikan dengan BUMDes yang sudah ada.
“Kami membuka peluang untuk penggabungan atau revitalisasi. Kopdes bisa melengkapi BUMDes dengan bidang usaha yang saling mengisi,” jelas Ekadina.
Pemprov Bali juga telah memetakan keberadaan koperasi di seluruh desa. Dari data yang ada, terdapat 5.442 koperasi yang tersebar di Bali. Proses pemetaan ini bertujuan untuk menentukan apakah sebuah desa perlu membentuk Kopdes baru, menggabungkannya dengan BUMDes, atau cukup merevitalisasi koperasi yang sudah ada. Pemerintah menetapkan batas waktu hingga akhir Juni untuk menyelesaikan pembentukan Kopdes ini.
Keunggulan Kopdes Menurut Wamenkop
Wakil Menteri Koperasi dan UKM, Ferry Juliantono, optimistis bahwa Kopdes Merah Putih memiliki keunggulan dibandingkan BUMDes. Salah satu kelebihan utama adalah fleksibilitas sumber pendanaan. Berbeda dengan BUMDes yang bergantung pada dana desa, Kopdes dapat mengakses dana dari berbagai sumber, seperti APBN, APBD, dana desa, hingga sumber lain yang sah.
“Kopdes tidak hanya mengandalkan dana desa. Ini memungkinkan perputaran ekonomi yang lebih masif di desa,” ujar Ferry di kantor Gubernur Bali.
Meski begitu, Ferry mengakui bahwa skema permodalan masih dalam tahap penggodokan. Kementerian Koperasi dan UKM masih menunggu kejelasan dari Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN terkait besaran dana yang akan dialokasikan. “Kami sedang fokus pada pembentukan. Soal operasionalisasi akan menyusul setelah petunjuk teknis selesai,” tambahnya.
Kopdes sebagai Senjata Melawan Pinjol dan Rentenir
Selain mendorong perekonomian desa, Ferry menyebut Kopdes Merah Putih juga dirancang untuk mengatasi masalah sosial, seperti maraknya pinjaman online dan rentenir. Menurutnya, koperasi ini dapat menjadi alternatif pembiayaan yang lebih aman dan terjangkau bagi warga desa.
“Keberadaan Kopdes akan melemahkan pinjol dan rentenir. Jika ada yang menentang koperasi ini, mungkin mereka adalah bagian dari jaringan pinjol atau rentenir,” tegas Ferry dengan nada sindiran.
Ferry juga menyoroti bahwa Kopdes memiliki landasan konstitusional yang kuat karena diinisiasi langsung oleh negara. Koperasi ini diharapkan mampu mengelola aset desa secara lebih profesional dan terintegrasi dengan sektor keuangan, sehingga menciptakan ekosistem ekonomi yang berkelanjutan.
Musyawarah Desa: Kunci Demokrasi Lokal
Untuk memastikan program ini berjalan sesuai aspirasi warga, Ferry menegaskan pentingnya musyawarah desa. Setiap desa di Bali diminta segera menggelar musyawarah untuk membahas pembentukan Kopdes Merah Putih. Keputusan akhir, apakah akan membentuk koperasi baru atau mengintegrasikannya dengan BUMDes, diserahkan sepenuhnya kepada warga desa.
“Kami menjunjung tinggi demokrasi lokal. Musyawarah desa adalah ruang bagi warga untuk berdiskusi dan menentukan langkah terbaik,” kata Ferry.
Bagi desa yang sudah memiliki BUMDes dengan kinerja baik, Ferry menyarankan untuk mengatur ulang tugas dan fungsi agar tidak terjadi duplikasi dengan Kopdes. Ia juga mencatat bahwa banyak desa di Bali masih memiliki BUMDes yang belum berkembang optimal, sehingga kehadiran Kopdes bisa menjadi katalis untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Tantangan ke Depan
Meski penuh potensi, pembentukan Kopdes Merah Putih di Bali masih menghadapi sejumlah tantangan. Selain resistensi dari perbekel, kejelasan soal pendanaan dan petunjuk teknis operasional juga menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Tanpa koordinasi yang baik, program ini berisiko kehilangan momentum dan gagal mencapai tujuan.
Di sisi lain, peluang yang ditawarkan Kopdes, seperti pengentasan pengangguran dan penguatan ekonomi desa, menjadi harapan baru bagi Bali. Dengan pendekatan yang inklusif dan musyawarah yang transparan, Kopdes Merah Putih berpotensi menjadi tonggak baru dalam pembangunan ekonomi pedesaan di Pulau Dewata.
***