23/10/2025

Sejarah Hari Raya Kuningan: Awal Mula dan Arti Pentingnya

ngerebong kesiman denpasar

Ngerebong menjadi salah satu tradisi unik di Denpasar yang digelar 8 hari setelah Kuningan/ balikonten

DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Hari Raya Kuningan merupakan salah satu perayaan suci bagi umat Hindu, khususnya di Bali. Perayaan ini tidak dapat dipisahkan dari rangkaian Hari Raya Galungan, yang bersama-sama menjadi momen penting untuk memperingati dan merayakan kemenangan dharma (kebenaran) atas adharma (kejahatan).

Jika Galungan menjadi hari turunnya para Dewa dan Bhatara ke dunia untuk memberikan berkah, maka Kuningan menjadi hari kembalinya para leluhur dan dewa-dewi ke alamnya setelah berkunjung ke dunia selama sepuluh hari. 

Apa Itu Hari Raya Kuningan?

Hari Raya Kuningan adalah hari suci umat Hindu yang diperingati untuk memohon keselamatan, perlindungan, serta tuntunan lahir dan batin kepada para Dewa, Bhatara, dan Pitara (leluhur). Perayaan ini sering disebut juga sebagai Tumpek Kuningan, yang merujuk pada waktu pelaksanaannya pada hari Sabtu di wuku Kuningan menurut kalender Bali. Hari Raya Kuningan dirayakan 10 hari setelah Hari Raya Galungan, yang menandakan puncak kemenangan dharma atas adharma.

Perayaan ini memiliki ciri khas berupa penggunaan nasi kuning sebagai sesajen, berbeda dengan nasi putih yang umum digunakan pada hari suci lainnya. Nasi kuning melambangkan kemakmuran, rasa syukur, dan penghormatan atas segala anugerah yang diberikan oleh Ida Sang Hyang Widi Wasa.

Sejarah Hari Raya Kuningan

Perayaan Hari Raya Kuningan memiliki latar sejarah yang mendalam dalam kebudayaan dan kepercayaan Hindu masyarakat Bali. Berdasarkan informasi dari Lontar Purana Bali Dwipa, perayaan Hari Raya Kuningan pertama kali diperingati sekitar tahun 882 Masehi, menjadikannya tradisi yang telah berlangsung selama lebih dari seribu tahun. Perayaan ini tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari rangkaian Hari Raya Galungan, yang dirayakan untuk menyatukan kekuatan rohani guna mencapai ketenangan pikiran dan pendirian.

Hari Raya Kuningan dimaknai sebagai kelanjutan dari kemenangan dharma yang dirayakan pada Hari Raya Galungan. Dalam tradisi Hindu Bali, diyakini bahwa para Dewa dan Bhatara, bersama dengan para Pitara, turun ke bumi untuk memberikan berkah. Namun, kehadiran mereka hanya berlangsung hingga tengah hari, sehingga upacara dan persembahyangan dilakukan sebelum waktu tersebut.

Perayaan ini juga mencerminkan hubungan erat antara umat Hindu dengan leluhur mereka. Persembahan yang diberikan pada Hari Raya Kuningan merupakan wujud penghormatan kepada para Pitara, sekaligus permohonan agar diberikan kemakmuran, perlindungan, dan petunjuk spiritual.

Makna Hari Raya Kuningan

Perayaan ini bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga simbol penghormatan terhadap keseimbangan antara kehidupan lahir dan batin. Umat Hindu memohon keselamatan, kesejahteraan, dan perlindungan kepada para Dewa, Bhatara, dan Pitara. Biasanya, Hari Raya Kuningan umat hindu membuat nasi kuning yang menjadi ciri khas sesajen, memiliki makna filosofis sebagai lambang kemakmuran dan rasa syukur atas anugerah Tuhan.

Kata “Kuningan” sendiri berasal dari kata “uning” dalam bahasa Bali, yang merujuk pada warna kuning. Warna ini diasosiasikan dengan kemakmuran, kesejahteraan, dan keberkahan. Dengan demikian, Hari Raya Kuningan menjadi momen untuk memperkuat nilai-nilai spiritual, menjaga harmoni dengan alam, dan menghormati leluhur yang telah memberikan warisan budaya dan spiritual.

Selain itu, Hari Raya Kuningan juga mengingatkan umat Hindu untuk senantiasa menjaga kemenangan dharma dalam kehidupan sehari-hari. Ini mencakup menjalani hidup dengan penuh kejujuran, kebenaran, dan kebaikan, sesuai dengan ajaran agama Hindu.

Waktu Perayaan Hari Raya Kuningan

Hari Raya Kuningan diperingati setiap 210 hari sekali berdasarkan kalender Bali, tepatnya pada Sabtu di wuku Kuningan, 10 hari setelah Hari Raya Galungan. Dalam kalender Masehi, perayaan ini jatuh dua kali dalam setahun. Upacara Hari Raya Kuningan biasanya dilakukan di pura keluarga, pura desa, atau tempat suci lainnya. Umat Hindu menghaturkan sesajen berupa nasi kuning, tamiang (anyaman bambu berbentuk bulat sebagai simbol perlindungan), dan endongan (wadah anyaman sebagai simbol keseimbangan). Persembahyangan dilakukan dengan penuh kekhidmatan untuk memohon berkah dan keselamatan.

Arti Penting Hari Raya Kuningan

Hari Raya Kuningan memiliki arti penting sebagai momen refleksi spiritual bagi umat Hindu. Perayaan ini mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan antara dunia material dan spiritual, serta menghormati leluhur sebagai bagian dari identitas budaya dan agama. Melalui persembahan dan doa, umat Hindu memperkuat hubungan mereka dengan Tuhan, para Dewa, dan leluhur, sekaligus memperbarui komitmen untuk hidup sesuai dengan prinsip dharma.

Selain itu, Hari Raya Kuningan juga menjadi pengingat akan pentingnya rasa syukur. Nasi kuning sebagai sesajen mencerminkan penghargaan atas kelimpahan rezeki dan keberkahan hidup. Perayaan ini tetap relevan sebagai sarana untuk memupuk nilai-nilai positif seperti kebersamaan, kerukunan, dan penghormatan terhadap tradisi.

Hari Raya Kuningan adalah perayaan yang kaya akan makna spiritual dan budaya. Melalui persembahan nasi kuning, doa, dan upacara, umat Hindu memohon berkah, perlindungan, dan tuntunan untuk menjalani hidup yang seimbang dan bermakna. Hari Raya Kuningan bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga cerminan dari nilai-nilai kebenaran, kemakmuran, dan penghormatan terhadap leluhur yang tetap relevan hingga kini.

***

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE