Hankam

Tiga Karyawan dan Dua Petinggi Flame Spa Divonis 7 Bulan Penjara atas Kasus Jasa Pornografi

Flame Spa Terbukti Tawarkan Layanan Plus-Plus, Hakim Jatuhkan Vonis 7 Bulan

DENPASAR, BALIKONTEN.COM –  Pengadilan Negeri (PN) Denpasar kembali menjadi saksi putusan penting dalam kasus yang mencoreng dunia pariwisata Bali. Pada Kamis, 6 Maret 2025, lima terdakwa dari PT Mimpi Surga Bali, pengelola Flame Spa, resmi dijatuhi hukuman penjara selama tujuh bulan. Vonis ini dijatuhkan setelah mereka terbukti bersalah menyediakan layanan bermuatan pornografi yang disamarkan sebagai jasa pijat.

Kelima terdakwa tersebut adalah Ni Ketut Sri Astari Sarnanitha (eks Komisaris Flame Spa), Ni Made Purnami Sari (Direktur Flame Spa), Angel Christina alias Miss Angel (staf marketing), serta dua resepsionis, Kadek Widya Helena Saputri dan Risqia Ayu Budianti. Hakim Ketua Heriyanti, yang memimpin sidang, menegaskan bahwa para terdakwa secara sah melanggar hukum.

[irp]

“Mereka terbukti bersalah melakukan tindak pidana menyediakan jasa pornografi. Masing-masing dijatuhi pidana penjara selama tujuh bulan,” ujar Heriyanti dalam amar putusannya.

Layanan Sensual Berkedok Pijat

Hakim Heriyanti menjelaskan bahwa putusan ini sejalan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Bukti yang diajukan menunjukkan bahwa Flame Spa, yang beroperasi di bawah PT Mimpi Surga Bali, menawarkan layanan pijat dengan sentuhan sensual kepada pelanggan. Praktik ini dinilai melanggar Pasal 30 Undang-Undang Pornografi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, yang mengatur larangan penyediaan jasa bermuatan ketelanjangan atau eksploitasi alat kelamin.

“Para terdakwa secara sengaja menyediakan layanan yang mengarah pada pornografi. Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga mencoreng citra pariwisata Bali,” tegas Heriyanti.

[irp]

Meski begitu, vonis tujuh bulan ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang mencapai sembilan bulan penjara. Baik pihak jaksa maupun kelima terdakwa menyatakan menerima putusan tersebut tanpa banding.

Dari Penggerebekan hingga Vonis

Kasus ini bermula dari penggerebekan yang dilakukan polisi pada 2 September 2024 di cabang Flame Spa, Jalan Batu Belig, Kerobokan, Bali. Tempat spa yang didirikan dan dibiayai oleh empat warga Australia—Ricky Norman Olarenshaw, Gregory Campbell Hinchcliffe, Darren J Olarenshaw, dan Adam Dalby John—terendus menawarkan lebih dari sekadar pijat biasa.

[irp]

Flame Spa memasarkan “pijat plus-plus” dengan berbagai paket menarik. Mulai dari paket termurah, Lava Flow seharga Rp 970 ribu, hingga paket termahal, Firestorm Rp 3,75 juta, pelanggan diimingi pengalaman sensual yang dikemas dalam fasilitas mewah. Semakin tinggi harganya, semakin eksklusif ruangan dan jumlah terapis yang melayani—bahkan hingga tiga orang sekaligus. Meski demikian, polisi memastikan tidak ada aktivitas hubungan badan dalam layanan tersebut.

Dampak pada Pariwisata Bali

Kasus ini menjadi sorotan karena dianggap merusak reputasi Bali sebagai destinasi wisata kelas dunia. Praktik jasa sensual yang disamarkan sebagai pijat tradisional memicu kekhawatiran akan maraknya layanan serupa di pulau dewata. Hukuman terhadap petinggi dan karyawan Flame Spa diharapkan menjadi efek jera bagi pelaku serupa.

[irp]

Dengan vonis ini, Flame Spa tidak hanya kehilangan kredibilitasnya sebagai tempat relaksasi, tetapi juga menjadi pelajaran mahal bagi industri spa di Bali. Publik kini menantikan langkah tegas dari pihak berwenang untuk mencegah kasus serupa terulang, demi menjaga keaslian dan kepercayaan terhadap pariwisata Bali.

***

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

Shares: