DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Soma Wage Dukut atau tepatnya pada Senin, 27 Januari 2025 umat Hindu melaksanakan malam Siwaratri. Dikaitkan ini menjdi waktu untuk perenungan segala dosa dan dikaitkan juga dengan kisah Lubdaka. Lantas apa sebenarnya Siwaratri yang juga diidentikkan dengan malam Siwa? Dalam artikel ini dibahas secara singkat tentang rahinan yang datang setiap 1 tahun sekali.
Merayakan Hari Raya Siwaratri: Malam Peleburan Dosa
Hari suci Siwaratri adalah perayaan sakral dalam tradisi Hindu, yang dikenal sebagai malam untuk melebur dosa. Perayaan ini sarat dengan makna spiritual, yang mengajak umat untuk merenung, introspeksi, dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Makna Siwaratri
Siwaratri berasal dari dua kata dalam bahasa Sanskerta, yaitu siwa dan ratri. Siwa merujuk pada manifestasi Tuhan, yakni Dewa Siwa, yang memiliki peran sebagai pelebur segala dosa. Sedangkan ratri berarti malam atau kegelapan. Dengan demikian, Siwaratri bermakna malam yang membawa pencerahan, melebur kegelapan dosa dan keburukan dalam diri manusia.
Asal-Usul Siwaratri
Kisah tentang asal-usul Hari Raya Siwaratri dapat ditemukan dalam cerita Lubdaka yang ditulis oleh Empu Tanakung. Dikisahkan, Lubdaka adalah seorang pemburu binatang yang hidupnya penuh dosa karena sering membunuh makhluk tak bersalah.
Pada suatu malam, Lubdaka terpaksa bermalam di tengah hutan. Untuk menghindari bahaya, ia memanjat sebuah pohon dan berjaga sepanjang malam agar tidak tertidur dan jatuh. Tanpa disadarinya, malam itu bertepatan dengan Hari Siwaratri.
Dalam keheningan malam, Lubdaka merenungkan dosa-dosanya, menyesali perbuatannya, dan bertekad untuk tidak mengulanginya. Setelah kematiannya, arwah Lubdaka awalnya ditakdirkan masuk ke neraka. Namun, Dewa Siwa turun tangan, memberikan pengampunan kepada Lubdaka atas penyesalan tulusnya dan usahanya berjaga semalam suntuk. Kisah ini menjadi simbol bahwa Siwaratri adalah malam yang membawa pencerahan dan pengampunan dosa bagi mereka yang tulus bertobat.
Pelaksanaan Hari Raya Siwaratri
Merayakan Hari Raya Siwaratri dilakukan dengan tiga praktik utama yang disebut brata, yaitu:
- Monabrata: Berdiam diri dan tidak berbicara untuk mencapai ketenangan batin.
- Upawasa: Berpuasa, tidak makan dan tidak minum, sebagai simbol pengendalian diri.
- Jagra: Berjaga sepanjang malam tanpa tidur untuk merenungkan dosa-dosa dan mendekatkan diri kepada Dewa Siwa.
Umat Hindu tidak diwajibkan menjalankan ketiga brata ini sekaligus. Mereka dapat menyesuaikan dengan kemampuan masing-masing, misalnya hanya melakukan jagra atau kombinasi upawasa dan jagra.
Refleksi Siwaratri
Hari Raya Siwaratri mengajarkan pentingnya introspeksi dan pengampunan. Perayaan ini mengingatkan bahwa setiap manusia memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri, asalkan bersungguh-sungguh menyesali perbuatan buruknya dan bertekad untuk tidak mengulanginya.
siwaratri
Dengan melaksanakan brata pada malam Siwaratri, umat Hindu diharapkan dapat melenyapkan kegelapan dalam dirinya, sehingga mencapai harmoni dengan Tuhan, alam, dan sesama manusia. ***