10/10/2025

Tumpek Wariga: Hubungan Galungan dengan Alam dan Lingkungan

banten tumpek wariga

Salah seorang umat Hindu melaksanakan Tumpek Wariga/ Balikonten

DENPASAR, BALIKONTEN.COM –  Tumpek Wariga merupakan sebuah perayaan sakral dalam budaya Hindu Bali, menjadi momen penting untuk merenungkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan lingkungan. Jatuh 25 hari sebelum Hari Raya Galungan, tepatnya pada Saniscara Kliwon Wuku Wariga, perayaan ini dikenal juga sebagai Tumpek Pengatag atau Tumpek Uduh.

Upacara ini merupakan wujud syukur umat Hindu Bali atas karunia alam, khususnya tanaman, yang menjadi sumber kehidupan.  Dalam konteks Galungan, Tumpek Wariga memperkuat nilai-nilai Tri Hita Karana, yaitu keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam sebagai landasan spiritual masyarakat Bali.

Makna Tumpek Wariga dalam Budaya Bali

Tumpek Wariga adalah hari untuk memuliakan Sang Hyang Sangkara, dewa tumbuhan dalam kepercayaan Hindu Bali. Upacara ini dilakukan dengan menghaturkan banten (sesajen) kepada tanaman, terutama yang berada di pekarangan rumah, sebagai bentuk penghormatan atas peran mereka dalam menyokong kehidupan. Banten yang dihaturkan biasanya terdiri dari berbagai sesaji, termasuk bubur sumsum, yang melambangkan kesuburan dan kemakmuran.

Perayaan ini tidak hanya bersifat ritual, tetapi juga mengandung makna mendalam tentang pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem. Dalam kitab suci Weda, khususnya dalam ajaran Hindu, alam dianggap sebagai manifestasi ilahi yang harus dihormati. Tumpek Wariga mengajarkan bahwa tanaman, sebagai bagian dari alam, bukan hanya sumber daya, tetapi juga mitra hidup yang perlu dijaga kelestariannya.

Hubungan Tumpek Wariga dengan Galungan

Galungan, yang dirayakan setiap 210 hari menurut kalender Bali, adalah hari kemenangan dharma (kebaikan) atas adharma (keburukan). Tumpek Wariga, sebagai salah satu rangkaian menuju Galungan, menjadi pengingat bahwa kemenangan dharma tidak hanya terjadi dalam ranah spiritual atau sosial, tetapi juga dalam hubungan manusia dengan alam. Upacara ini mempersiapkan umat Hindu Bali secara spiritual untuk menyambut Galungan dengan hati yang bersih dan kesadaran akan tanggung jawab terhadap lingkungan.

Tumpek Wariga menegaskan bahwa harmoni dengan alam adalah prasyarat untuk mencapai keseimbangan hidup, yang menjadi inti perayaan Galungan. Dalam praktiknya, upacara ini melibatkan ritual seperti mengucapkan mantra kepada tanaman, seperti:

Kaki-kaki, nani dije? Jani tumpek pengatag, mabuah apang nged.. nged.. nged.
(Kakek-kakek, nenek di mana? Sekarang Tumpek Wariga, berbuahlah dengan lebat.. lebat.. lebat.)

Mantra ini diucapkan sambil memukul batang pohon tiga kali, diikuti dengan penempatan sesaji seperti bubur sumsum. Ritual ini mencerminkan penghormatan terhadap tanaman sebagai entitas yang hidup dan berkontribusi pada kesejahteraan manusia.

Pelaksanaan Upacara Tumpek Wariga

Upacara Tumpek Wariga biasanya dipimpin oleh ibu-ibu rumah tangga yang memiliki peran sentral dalam menyiapkan banten. Tanaman di pekarangan rumah, seperti pohon kelapa, mangga, atau pisang, menjadi fokus utama. Setiap tanaman dihaturkan sesaji, disertai doa untuk kesuburan dan kelimpahan hasil. Prosesi ini tidak hanya memperkuat ikatan spiritual dengan alam, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya merawat lingkungan secara berkelanjutan.

Selain di pekarangan rumah, upacara serupa juga dilakukan di sawah, kebun, atau hutan yang dianggap suci. Hal ini menunjukkan bahwa Tumpek Wariga tidak hanya terbatas pada lingkup rumah tangga, tetapi juga mencakup tanggung jawab kolektif terhadap kelestarian alam secara luas.

Relevansi Tumpek Wariga di Era Modern

Di tengah tantangan lingkungan seperti deforestasi, polusi, dan krisis iklim, Tumpek Wariga memiliki relevansi yang semakin kuat. Perayaan ini mengingatkan umat Hindu Bali, dan masyarakat secara umum, untuk kembali menghargai alam sebagai sumber kehidupan. Dalam konteks modern, Tumpek Wariga dapat menjadi inspirasi untuk mengadopsi gaya hidup ramah lingkungan, seperti mengurangi penggunaan plastik, menanam pohon, atau mendukung pertanian berkelanjutan.

Tumpek Wariga adalah lebih dari sekadar ritual, upacara tersebut merupakan cerminan hubungan mendalam antara manusia, alam, dan spiritualitas dalam budaya Hindu Bali. Sebagai bagian dari rangkaian Galungan, perayaan ini mengajarkan pentingnya menjaga harmoni dengan lingkungan sebagai wujud syukur kepada Sang Pencipta.

Di tengah tantangan lingkungan modern, Tumpek Wariga menginspirasi kita untuk menghargai alam, merawatnya, dan memastikan bahwa warisan kearifan lokal ini tetap hidup. Dengan demikian, Tumpek Wariga tidak hanya menjadi tradisi, tetapi juga panggilan untuk bertindak demi kelestarian bumi.

***

 

 

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

error: Content is protected !!