DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Majelis Desa Adat Kota Denpasar menggagas mediasi terkait peristiwa kesepekang yang terjadi di wilayah Desa Adat Pemogan, tepatnya di Banjar Gelogor Carik.
Mediasi berlangsung pada Selasa 3 Oktober 2023 di Ruang Sabha Lango Santi, Dinas Kebudayaan Kota Denpasar.
Mediasi dihadiri Bendesa Adat Pemogan, prajuru banjar, dan warga yang disepekang yakni I Nyoman Wiryanta, I Wayan Putra Jaya dan orang tuanya yang berstatus Pengadegan Dalem yang ikut dikucilkan.
Perjalanan mediasi berlangsung alot, karena kedua belah pihak yang berseteru mengungkapkan keluh kesahnya. Akhirnya rapat menjadi buntu atau tidak menemukan solusi.
“Ya kami sebagai korban (kasepekang, red) disini merasa sangat diintervensi. Dari awal sampai saat ini, kesalahan kami pun tidak jelas apa? Ini sangat lucu, karena kaitannya pribadi soal operasional (hutang, red) Koperasi yang berujung sanksi adat kepada kami. Selain itu, mediasi hari ini ga ada titik temu (deadlock, red) terus terang kami tidak puas dengan hasil ini,” ungkap Wiryanta kepada wartawan usai mediasi.
Wiryanta menyayangi mengaku mengalami banyak kerugian atas keputusan yang menurutnya sepihak. Mulai dari kerugian sosial, mental dan spiritual. Dirinya beriterimkasih kepada MDA Denpasar yang telah sigap menyikapi peristiwa ini.
Keputusan kesepekang ini berawal dari masalah pribadi (hutang/piutang) di Koperasi Artha Guna Werdhi, dengan I Ketut Budiarta (debitur) selaku Kelian Dinas Banjar Gelogor Carik, Desa Adat Pemogan, berakhir dengan pemberian sanksi adat kepada mereka.
Terkait polemik tersebut, Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Kota Denpasar, A A Ketut Sudiana bersama Ketua Parishada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Denpasar, Made Arka dan Dinas Kebudayaan (Disbud) Kota Denpasar memfasilitasi proses mediasi secara tertutup, berdasarkan surat nomor 59/MDA KOTADPS/IX/2023 tertanggal 26 September 2023.
Namun, mediasi yang dilakukan tersebut tidak menemukan titik terang alias deadlock, sehingga MDA merekomendasikan kedua belah pihak untuk menyelesaikan permasalahan tersebut melalui Paruman Banjar, dan apa yang menjadi keinginan kedua belah pihak untuk dapat di musyawarahkan kembali di desa.
“Dapat disimpulkan mediasi hari ini, bahwa permasalahan ini untuk dapat diselesaikan secara bersama-sama. Untuk kasepekangnya itu sendiri, yang berawal dari masalah Koperasi, itu kedepannya harus diselesaikan di banjar melalui paruman desa. Lalu untuk kependudukan kami serahkan urusannya ke dinas terkait. Kurang lebih seperti itu, sehingga apa yang menjadi keinginan kedua belah pihak bisa selanjutnya untuk dimusyawarahkan kembali,” jelas AA Ketut Sudiana.
Sementara itu, saat awak media berusaha meminta tanggapan terkait hasil mediasi kepada I Made Suara Kelian Adat Banjar Gelogor Carik, A.A Ketut Arya Ardana Bendesa Adat Desa Adat Pemogan, dan I Ketut Budiarta selaku Kelian Dinas Banjar Gelogor Carik tidak berkomentar banyak kepada awak media yang meliput berlangsungnya mediasi tersebut.
Untuk diketahui, sanksi adat Kasepekang dijatuhkan kepada dua KK tersebut, diduga berawal adanya dugaan gugatan perdata kepada Kelian Dinas Banjar Gelogor Carik, I Ketut Budiarta ke Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.
Karena gugatan tersebut, dua keluarga dikenakan sanksi adat Kasepekang, dan atas kejadian tersebut mereka (Nyoman Wiryanta dan I Wayan Putra Jaya) sebagai pengurus Koperasi Artha Guna Werdhi juga melaporkan permasalahan ini ke Kepolisian Daerah (Polda) Bali pada 16 Maret 2023.
Selain keduanya, dua pengadegan pura dalem kayangan Banjar Gelogor Carik yang merupakan orang tua I Wayan Putra Jaya juga kena sangsi kasepekang. ***