DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Hari Raya Saraswati yang dirayakan setiap Saniscara Umanis Watugunung merupakan momen penting bagi umat Hindu untuk merayakan turunnya ilmu pengetahuan. Namun, tak banyak yang mengetahui bahwa sebelum perayaan utama ini, terdapat serangkaian hari yang memiliki makna filosofis mendalam.
Rangkaian Hari Sebelum Saraswati
Perjalanan menuju Hari Raya Saraswati dimulai enam hari sebelumnya, dengan merujuk pada kisah Prabu Watugung dalam Lontar Medang Kemulan. Berikut adalah urutan hari-hari tersebut dan maknanya:
- Redite Kliwon Watugunung (Watugunung Runtuh) – Minggu Hari ini menggambarkan tumbangnya Watugunung dalam pertempurannya melawan Dewa Wisnu. Secara simbolis, ini berarti bahwa sebelum memperoleh ilmu pengetahuan, seseorang harus menghilangkan ego dan sifat keras kepala (kepala batu).
- Soma Pon Watugunung (Sandung Watang) – Senin Hari ini melambangkan kondisi tak sadar atau ketidaktahuan, diibaratkan sebagai mayat (maya) yang berarti ilusi. Ilmu hanya dapat diterima jika seseorang mampu melepaskan diri dari ketidaktahuan.
- Anggara Wage Watugunung (Paid-Paidan) – Selasa Hari ini merepresentasikan dilema antara menerima atau menolak ilmu. Dalam kehidupan sehari-hari, ini bisa dianalogikan dengan rasa malas yang sering menghambat seseorang dalam menuntut ilmu.
- Buda Kliwon Watugunung (Buda Urip) – Rabu Pada hari ini, Watugunung dihidupkan kembali, yang mencerminkan kebangkitan kesadaran dalam diri manusia untuk menerima ilmu pengetahuan.
- Wraspati Umanis Watugunung (Pategtegan) – Kamis Hari ini adalah waktu untuk merenung dan menetapkan hati setelah kesadaran mulai bangkit. Ini menjadi langkah penting dalam memperkuat niat dan keyakinan dalam mencari ilmu.
- Sukra Paing Watugunung (Pangredanan) – Jumat Pada hari ini, Watugunung menyembah Dewa Siwa, yang juga dikenal sebagai Bhatara Guru, guru dari semua guru. Ini mengajarkan pentingnya menghormati guru dan sumber ilmu pengetahuan.
Puncak Perayaan Saraswati dan Hari Setelahnya
Semua proses ini berpuncak pada Hari Raya Saraswati di hari Sabtu, sebagai simbol turunnya ilmu pengetahuan. Kemudian, di hari berikutnya, yaitu Banyu Pinaruh, umat Hindu menjalankan ritual penyucian diri atau melukat, sebagai bentuk penyempurnaan setelah menerima ilmu, mirip dengan prosesi wisuda.
Rangkaian hari-hari ini memberikan pelajaran bahwa ilmu pengetahuan tidak hanya sekadar diterima, tetapi juga harus dihayati dengan kesadaran, ketekunan, dan penghormatan kepada guru. Dengan memahami filosofi ini, Hari Raya Saraswati menjadi lebih dari sekadar perayaan, tetapi juga refleksi perjalanan spiritual dalam mencari ilmu sejati. ***