Kabupaten Badung, Bali, tidak hanya dikenal dengan keindahan pantainya yang memukau, tetapi juga dengan berbagai tradisi unik yang terus dilestarikan hingga kini. Warisan budaya ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, sekaligus bagian dari identitas masyarakat setempat. Berikut adalah lima tradisi khas di Kabupaten Badung yang penuh makna dan tetap dijaga keberlangsungannya:
1. Tradisi Siat Yeh di Desa Adat Jimbaran
Siat Yeh merupakan ritual sakral yang melambangkan penyatuan dua sumber air di Desa Adat Jimbaran, yakni air rawa dari Pantai Suwung di timur dan air laut dari Pantai Segara di barat. Tradisi ini digelar sehari setelah Hari Raya Nyepi oleh masyarakat adat Jimbaran, terutama di Banjar Teba.
[irp]
Setelah sehari penuh melaksanakan Catur Brata Penyepian, masyarakat berkumpul di Pura Ulun Siwi untuk mengikuti ritual makecel-kecelan atau bermain air. Anak-anak muda dibagi menjadi dua kelompok dan saling menyiram air di pantai serta rawa. Istilah “siat” berarti perang, melambangkan pergulatan manusia dengan dirinya sendiri antara kebaikan dan keburukan. Sementara “yeh” berarti air, sebagai simbol kehidupan yang harus dijaga agar mendatangkan kemakmuran.
2. Tradisi Kebo Dongol di Desa Adat Kapal
Kebo Dongol adalah tradisi sakral yang diselenggarakan setiap enam bulan sekali saat upacara Piodalan di Pura Kahyangan Jagat Dhalem Bangun Sakti, Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi. Ritual ini menghadirkan replika kerbau yang dibuat secara khusus oleh pemangku pura.
Replika ini terbuat dari adonan ketan yang dibentuk menyerupai kerbau, dihiasi bunga kembang sepatu merah, serta dilengkapi sirih, pamor, gambir, tembakau, dan pinang. Pada puncak upacara, masyarakat berkumpul untuk menghaturkan bhakti kepada Ida Bhatara, diikuti dengan prosesi sakral yang dipimpin oleh para pemangku dan serati.
[irp]
3. Tradisi Ngaturang Bija di Desa Darmasaba
Ngaturang Bija merupakan tradisi yang berkaitan dengan upacara Ngenteg Linggih di pura-pura wilayah Desa Darmasaba. “Bija” dalam konteks ini merujuk pada punia atau persembahan berupa kelapa, telur bebek, dupa, canang sari, dan beras yang diletakkan di atas dulang.
Tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat dari beberapa banjar di Darmasaba, seperti Banjar Cabe, Banjar Manesa, Banjar Darmasaba, dan Banjar Panenjoan. Ritual ini menjadi bentuk rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi atas kesejahteraan yang diberikan serta sebagai dukungan terhadap pelaksanaan upacara keagamaan.
[irp]
4. Tradisi Mekotek di Desa Munggu
Mekotek, juga dikenal sebagai ngerebek, adalah tradisi yang diwarisi secara turun-temurun oleh masyarakat Desa Munggu, Kecamatan Mengwi. Ritual ini digelar setiap Hari Raya Kuningan sebagai simbol kemenangan sekaligus usaha menolak bala.
Sebanyak 2.000 peserta dari berbagai kelompok usia, mulai dari 12 hingga 60 tahun, ikut serta dalam prosesi ini. Mereka mengenakan pakaian adat madya dan membawa batang kayu sepanjang dua meter yang telah dikuliti. Para peserta membentuk formasi segitiga dengan kayu-kayu tersebut, lalu berputar dan berjingkrak diiringi tabuhan gamelan.
[irp]
Di setiap pertigaan yang dilewati, kelompok-kelompok peserta saling bertemu dan mendirikan piramida kayu. Seorang peserta yang dianggap memiliki keberanian akan mendaki puncak piramida tersebut dan melakukan atraksi heroik. Prosesi ini berakhir di sumber air, tempat perangkat upacara dibersihkan sebelum dibawa kembali ke pura.
5. Tradisi Perang Tipat Bantal
Perang Tipat Bantal adalah tradisi turun-temurun yang dilaksanakan setiap tahun berdasarkan kalender Bali di Pura Kapal, Badung. Ritual ini merupakan ungkapan syukur atas kesejahteraan, hasil panen yang melimpah, dan keberhasilan pengelolaan air pertanian.
Upacara diawali dengan sembahyang bersama di pura, diikuti dengan pemercikan air suci oleh pemangku. Setelah itu, peserta dibagi menjadi dua kelompok yang saling berhadapan. Mereka melemparkan tipat (ketupat) dan bantal (jajanan khas Bali) satu sama lain sebagai simbol pertemuan unsur maskulin dan feminin yang melahirkan kehidupan.
Tradisi ini kemudian dilanjutkan di jalan raya di depan pura, menciptakan suasana meriah yang melibatkan seluruh warga desa.
[irp]