Ekonomi

Tingkat Hunian Hotel di Bali Saat Lebaran 2025 Mengecewakan, Jauh dari Target

the akamani hotel legian harga hotel murah di dekat pantai kuta

DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Libur panjang Lebaran 2025 yang diharapkan menjadi momen emas bagi industri perhotelan di Bali ternyata tak berjalan sesuai rencana. Tingkat hunian kamar hotel atau okupansi di Pulau Dewata hanya mencapai 70 persen, bahkan banyak yang terjebak di angka 60 persen. Angka ini jauh dari prediksi optimistis yang sebelumnya menargetkan okupansi hingga 80 persen.

Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, I Gusti Ngurah Suryawijaya, mengakui kenyataan ini dalam wawancara pada Kamis (3/4). “Kami berharap libur Lebaran bisa mendongkrak tingkat hunian hingga 80 persen. Tapi kenyataannya, sampai sekarang baru 70 persen, dan banyak hotel hanya mencapai 60 persen. Ini jelas di bawah ekspektasi,” ungkapnya dengan nada kecewa.

Menurut Suryawijaya, okupansi 70 persen mayoritas diraih oleh hotel-hotel di kawasan populer seperti Kuta, Seminyak, dan Sanur. Sementara itu, di wilayah lain di Bali, angka hunian cenderung lebih rendah, berkutat di kisaran 60 persen.

Penyebab Okupansi Hotel Melorot

Rendahnya tingkat hunian kamar hotel pada musim Lebaran kali ini tak lepas dari beberapa faktor utama. Salah satunya adalah penurunan jumlah wisatawan domestik (wisdom), terutama dari kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta, dan Semarang. Padahal, kunjungan wisdom biasanya menjadi penopang utama industri pariwisata Bali saat libur Lebaran.

Data yang diungkap Suryawijaya menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan domestik tahun ini hanya mencapai puncak 14,8 ribu orang per hari. Angka ini anjlok dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yang bisa menyentuh 20 ribu kunjungan per hari pada periode yang sama. “Ini penurunan yang cukup signifikan,” ujarnya.

Faktor ekonomi menjadi biang keladi utama di balik lesunya kunjungan ini. Daya beli masyarakat yang melemah akibat guncangan ekonomi nasional dan global membuat banyak orang mengurangi pengeluaran untuk liburan. “Masyarakat cenderung mengerem anggaran untuk kebutuhan sekunder seperti liburan jauh. Mereka mungkin memilih destinasi yang lebih dekat dari rumah,” jelas Suryawijaya.

Tak hanya itu, kebijakan efisiensi dari pemerintah pusat juga turut memengaruhi. Kebijakan ini mengurangi aktivitas rapat atau pertemuan di hotel, yang biasanya menjadi sumber pendapatan tambahan, terutama untuk hotel bintang 4 dan 5. “Dampaknya cukup terasa. Kegiatan seperti meeting atau event korporat berkurang drastis, dan ini menekan okupansi,” tambahnya.

Harapan yang Tertunda

Libur Lebaran yang biasanya menjadi puncak kunjungan wisatawan ke Bali kali ini tak mampu mengulang kejayaan tahun-tahun sebelumnya. Industri perhotelan, yang menjadi salah satu tulang punggung ekonomi Bali, kini harus menghadapi kenyataan pahit dengan tingkat hunian di bawah target. Meski demikian, pelaku industri masih berharap ada perbaikan di sisa tahun 2025, seiring pulihnya kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat.

Bagi wisatawan yang tetap memilih Bali sebagai destinasi Lebaran, kawasan seperti Kuta dan Seminyak masih menjadi primadona. Namun, tanpa lonjakan kunjungan yang signifikan, mimpi okupansi 80 persen tampaknya harus ditunda untuk saat ini.

***

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

Shares: