Bukan Sekedar Simbol, Begini Makna dari Barong dan Rangda dalam Galungan

Barong dan Rangda sebagai simbolisasi darma dan ardharma/ balikonten
DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Perayaan Galungan merupakan salah satu hari raya penting bagi umat Hindu di Bali, yang dirayakan setiap enam bulan sekali berdasarkan penanggalan Bali (210 hari). Hari raya ini melambangkan kemenangan dharma (kebaikan) atas adharma (keburukan).
Dalam tradisi ini, khususnya di beberapa desa seperti Desa Pakraman Puakan, Taro, Tegallalang, Gianyar, prosesi ngelawang Tapakan Barong dan Rangda menjadi bagian integral yang sarat makna spiritual dan budaya.
Barong dan Rangda, sebagai dua figur sentral dalam tradisi ini, memiliki simbolisme mendalam yang mencerminkan filosofi Hindu Bali tentang keseimbangan alam semesta.
Makna Filosofis Barong dan Rangda
Barong dan Rangda adalah representasi dari konsep Rwa Bhineda, yaitu dualitas atau keseimbangan antara dua kekuatan yang berlawanan dalam alam semesta yakni kebaikan dan keburukan. Barong, yang sering digambarkan sebagai makhluk mitologi menyerupai singa atau naga, melambangkan dharma, kekuatan positif, dan perlindungan.
Sementara itu, Rangda, yang digambarkan sebagai sosok menyeramkan, melambangkan adharma, kekuatan negatif, dan kehancuran. Namun, dalam tradisi Hindu Bali, keduanya tidak dipandang sebagai musuh abadi, melainkan sebagai dua sisi yang saling melengkapi untuk menjaga harmoni alam.
Menurut kepercayaan Hindu Bali, Barong dan Rangda adalah manifestasi dari kekuatan ilahi yang berasal dari Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Barong dianggap sebagai pelindung desa dan warga dari pengaruh negatif, sedangkan Rangda mewakili tantangan atau ujian yang harus dihadapi untuk mencapai keseimbangan spiritual. Dalam prosesi ngelawang saat Galungan, kedua tokoh ini diarak bersama untuk menunjukkan bahwa kebaikan dan keburukan harus diakui keberadaannya agar harmoni tercapai.
Peran Barong dan Rangda dalam Prosesi Ngelawang
Prosesi ngelawang, yang dilakukan sehari setelah Galungan atau dikenal sebagai hari Manis Galungan, adalah ritual sakral yang bertujuan untuk tolak bala, menetralisir energi negatif, dan memohon berkah keselamatan serta kesejahteraan. Dalam tradisi ini, melibatkan ratusan warga yang mengarak Tapakan Barong dan Rangda mengelilingi perkampungan, diiringi suara gamelan yang khas.
Barong, dengan gerakan lincah dan penuh wibawa, melambangkan kekuatan pelindung yang menjaga desa dari gangguan roh jahat. Sebaliknya, kehadiran Rangda dalam prosesi ini mengingatkan masyarakat akan adanya tantangan spiritual yang harus dihadapi dengan keberanian dan ketaatan. Prosesi ini bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga wujud nyata dari keseimbangan antara kekuatan positif dan negatif yang diyakini membawa harmoni bagi kehidupan masyarakat.
Simbolisme dalam Konteks Galungan
Dalam konteks Galungan, Barong dan Rangda menjadi simbol perjuangan batiniah setiap individu untuk memenangkan dharma atas adharma dalam diri mereka sendiri. Galungan dirayakan sebagai momen di mana roh leluhur kembali ke dunia untuk memberikan berkah, sekaligus mengingatkan umat untuk menjalani kehidupan yang selaras dengan ajaran agama. Kehadiran Barong dan Rangda dalam prosesi ngelawang menggambarkan perjuangan spiritual ini, di mana manusia harus menghadapi godaan dan rintangan (diwakili oleh Rangda) dengan kekuatan kebaikan dan keimanan (diwakili oleh Barong).
Ritual ngelawang juga memperkuat solidaritas komunal. Warga dari berbagai wilayah, termasuk Ubud Utara, turut berpartisipasi dalam prosesi ini, menunjukkan bahwa tradisi ini tidak hanya milik satu desa, tetapi menjadi bagian dari identitas budaya Bali yang lebih luas. Meskipun prosesi ini bisa berlangsung hingga malam hari, antusiasme warga tetap tinggi, mencerminkan ketaatan dan kebanggaan terhadap warisan leluhur.
Pelestarian Budaya dan Relevansi Masa Kini
Tradisi ngelawang Tapakan Barong dan Rangda bukan hanya ritual keagamaan, tetapi juga warisan budaya yang memperkuat identitas masyarakat Bali. Simbolisme Barong dan Rangda mengajarkan nilai-nilai universal tentang keseimbangan, keberanian, dan harmoni yang relevan di tengah tantangan zaman modern. Dengan melestarikan tradisi ini, masyarakat Bali tidak hanya menjaga nilai spiritual, tetapi juga memperkaya khazanah budaya yang dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Melalui prosesi ini, nilai-nilai luhur Hindu Bali terus hidup, menginspirasi masyarakat untuk tetap menjaga keseimbangan antara kebaikan dan tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Tradisi ini juga menjadi daya tarik budaya yang memperkuat pariwisata Bali, mengundang wisatawan untuk memahami makna mendalam di balik keindahan ritualnya.
***
