DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Akhir dari rangkaian Galungan Kuningan dikenal dengan sebutan Buda Kliwon Pegat Uwakan atau Pegatwakan. Rahinan ini jatuh pada Sapta Wara Buda (Rabu), Panca Wara Kliwon dan Wuku Pahang.
Rangkaian Galungan ini berlangsung selama 42 hari yang dikenal juga dengan istilah Abulan Pitung Dina. Galungan dan Kuningan diawali dengan Tumpek Wariga, umat Hindu mulai merayakan awal dari rangkaian Galungan dan kuningan.
Kemudian, selama kurun waktu 42 hari itulah umat diharapkan mampu mengendalikan diri termasuk mengendalikan hawa nafsu.
Selain itu, selama 42 hari itu pula tidak ada hari baik atau dewasa ayu untuk melaksanakan kegiatan yadnya seperti menikah hingga potong gigi dan ini juga dikenal sebagai Uncal Balung.
Kemudian, disaat Pegatwakan datang, ini pertanda berakhir pula seluruh rangkaian dari Galungan dan kuningan. Dewasa Ayu atau hari baik pun mulai berdatang, entah untuk kegaitan Dewa Yadnya hingga Manusa Yadnya.
Disaat Rahina Pegatwakan, umat juga melangsungkan persembahyangan dengan menghaturkan canang burat wangi, sesayut dirgayusa, penyeneng, tebusan yang dihaturkan pada parahyangan atau tempat suci untuk memohon anugeraha.
Terkati sarana persembahyangan tentunya kembali ke masing-masing umat dan dengan mengutamakan desa kala patra. Pada sore hari ketika Pegatwakan umat Hindu mulai melepas selurung atribut yang berkaitan dengan Galungan dan Kuningan, termasuk penjor galungan dan gegantungan tamiang.
Sebelum mencabut penjor, umat diharapkan menghaturkan canang terlebih dahulu dan juga menghaturkan canang segehan di bawah penjor untuk nyomya bhuta kala.
Lalu sarana penjor dan tamian itu dibakar serta abunya dimasukkan ke dalam kelungah nyuh gading. Kemudian kelungah nyuh gading tersebut ditanam dibelakang rong tiga. Tujuannya agar mendapatkan anugera dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Itulah hal yang perlu diperhatikan ketika Rahina Pegatwakan datang sebagaimana dirangkum dari beragam sumber. ***