08/08/2025

Desa Keliki: Pesona Wisata Berpadu dan Tantangan Alih Fungsi Lahan

Desa Keliki: Pesona Wisata Berpadu dengan Tantangan Alih Fungsi Lahan

Desa Keliki: Pesona Wisata Berpadu dengan Tantangan Alih Fungsi Lahan/ desa wisata keliki/ balikonten

GIANYAR, BALIKONTEN.COM – Di tengah pesona alam Gianyar, Bali, Desa Keliki menjelma sebagai destinasi wisata yang memikat hati. Terkenal sebagai desa mandiri energi sejak 2022 berkat pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), desa ini kini menghadapi tantangan serius: alih fungsi lahan. Lonjakan wisatawan yang terpikat oleh keindahan sawah berundak dan inovasi energi terbarukan telah memicu pembangunan vila-vila, mengancam kelestarian subak, sistem irigasi tradisional Bali yang telah diakui UNESCO.

Lonjakan Wisatawan dan Dampaknya

I Wayan Sumada, Ketua BUMDes Yowana Keliki, mengungkapkan bahwa kunjungan wisatawan melonjak hingga 200 persen dalam tiga tahun terakhir. “Permintaan akomodasi begitu tinggi, kami sampai kekurangan kamar,” ujarnya saat acara Jelajah Energi Bali bersama Institute for Essential Services Reform (IESR), Rabu. Namun, dampaknya tak selalu positif. “Vila-vila kini menjamur, bahkan di tengah sawah yang dulu masih asri,” tambah Sumada, menunjuk sebuah vila baru yang berdiri kurang dari setahun.

Uniknya, di salah satu sudut desa, sebuah kawasan penginapan bahkan mendapat julukan “Kampung Prancis” karena menjadi favorit wisatawan asal Prancis. Popularitas Desa Keliki tak lepas dari perannya sebagai desa percontohan G20 yang dibina Pertamina, menonjolkan kemandirian energi melalui delapan titik PLTS. Tujuh di antaranya dipasang di lahan sawah seluas 20-60 hektar untuk mendukung irigasi subak, sementara satu titik PLTS atap menggerakkan mesin pengolah sampah di Tempat Pengelolaan Sampah 3R (TPS3R).

Menjaga Subak di Tengah Pembangunan

Desa penyangga Ubud ini juga memanjakan wisatawan dengan trek lari berlatar sawah bertingkat yang memesona. Namun, pesatnya pembangunan mengundang kekhawatiran. Untuk menjaga keseimbangan, desa menerapkan pararem, aturan adat yang membatasi pembangunan akomodasi di lahan sawah. Hanya warga lokal yang boleh membangun, itupun maksimal 30 persen dari lahan mereka, sisanya wajib tetap produktif sebagai sawah.

Manfaat PLTS: Dari Pertanian Hingga Pariwisata

Di balik gemerlap pariwisata berkelanjutan, Sumada menegaskan bahwa keuntungan utama PLTS terletak pada sektor pertanian. Di TPS3R, PLTS mengolah sampah organik menjadi pupuk, meningkatkan hasil panen padi dari 5 ton per hektar menjadi 8,7 ton per hektar. “Ini bukti nyata energi terbarukan tak hanya ramah lingkungan, tapi juga mendongkrak produktivitas petani,” ujarnya.

IESR, sebagai mitra pemerintah, mencatat total kapasitas PLTS di Desa Keliki mencapai 28 kWp. Keberhasilan ini menjadikan desa ini sebagai model kemandirian energi yang inspiratif. “Desa Keliki membuktikan bahwa energi terbarukan dapat diintegrasikan dengan kebutuhan lokal, seperti irigasi dan pengolahan sampah,” kata Alvin Sisdwinugraha, Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR. Ia menambahkan, pendekatan ini bisa direplikasi di komunitas lain, misalnya melalui PLTS atap di balai-banjar untuk memenuhi kebutuhan listrik sekaligus memperkuat kemandirian energi.

Menuju Bali Emisi Nol Bersih

Meski dihadapkan pada ancaman alih fungsi lahan, Desa Keliki menawarkan harapan. Keberhasilannya menggabungkan pariwisata berkelanjutan dengan energi terbarukan menjadi teladan bagi Bali menuju target emisi nol bersih. Dengan pararem sebagai benteng adat dan inovasi PLTS sebagai pilar produktivitas, desa ini berupaya menjaga harmoni antara kemajuan dan pelestarian budaya.

***

 

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

error: Content is protected !!