Ekonomi

Dorong Kemandirian Energi, DPRD Bali Tinjau Pengembangan PLTU Celukan Bawang

Penggunaan Kendaraan Listrik di Bali Meningkat, Transaksi di SPKLU Naik 285 Persen pada Libur Lebaran

BULELENG, BALIKONTEN.COM – Insiden blackout atau pemadaman listrik total yang melanda Bali pada Jumat, 2 Mei 2025, menyorot betapa rentannya ketergantungan energi Pulau Dewata terhadap pasokan dari luar.

Merespons hal tersebut, Komisi III DPRD Provinsi Bali menegaskan pentingnya mempercepat langkah menuju kemandirian energi berbasis sumber daya ramah lingkungan.

Ketua Komisi III, I Nyoman Suyasa, menyatakan bahwa krisis listrik yang sempat melumpuhkan aktivitas di berbagai sektor, termasuk pariwisata, menjadi alarm keras bagi Bali untuk segera memperkuat ketersediaan energi lokal.

“Bali sebagai destinasi wisata internasional tak boleh lagi bergantung pada pasokan energi luar. Kita dorong percepatan pemanfaatan energi baru terbarukan agar Bali benar-benar mandiri secara energi,” ujar Suyasa saat inspeksi mendadak ke PLTU Celukan Bawang di Kabupaten Buleleng, Selasa (6/5/2025).

Berdasarkan data terbaru, beban puncak kebutuhan listrik di Bali tahun ini mencapai 1.189,2 megawatt, dengan sekitar 30 persen masih disuplai dari Pulau Jawa. Untuk itu, DPRD akan mendorong kolaborasi dengan Pemerintah Provinsi Bali, termasuk dengan Gubernur Wayan Koster, guna merumuskan kebijakan energi yang lebih berkelanjutan.

Salah satu solusi yang tengah dikaji adalah pengembangan pembangkit tahap 2 di PLTU Celukan Bawang. Proyek ini direncanakan akan menggunakan LNG (Liquefied Natural Gas), yang dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan batubara. Jika terealisasi, pembangkit ini mampu menyumbang hingga 900 megawatt tambahan bagi sistem kelistrikan Bali.

Namun, Suyasa menegaskan pentingnya kajian lebih dalam sebelum proyek ini dilanjutkan. “Kalau rencana itu benar-benar bisa dijalankan, saya optimistis kebutuhan listrik Bali bisa tercukupi. Tapi tentu harus kita pelajari lebih lanjut,” ujarnya.

Sementara itu, Manager Teknis PLTU Celukan Bawang, Helmy Rosadi, menegaskan bahwa pihaknya bukan penyebab utama dari terjadinya blackout di Bali. Menurutnya, berdasarkan hasil koordinasi dengan PLN, gangguan terjadi pada sistem transmisi Saluran Penyaluran Listrik Tegangan Tinggi (SPLT) Jawa-Bali.

“Penurunan tegangan ekstrem di jalur transmisi membuat seluruh pembangkit di Bali harus trip atau terputus otomatis untuk mengamankan sistem. Kami justru pembangkit terakhir yang trip setelah Pesanggaran dan Gilimanuk,” jelas Helmy.

Saat ini, PLTU Celukan Bawang menyumbang sekitar 380 megawatt atau 32 persen dari total kebutuhan listrik Bali. Helmy juga menambahkan bahwa pihaknya telah mengajukan rencana pengembangan tahap 2 ke PLN pusat dan tengah menunggu hasil masuknya proyek ini dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034.

“Kami sudah lakukan feasibility study, dan saat ini masih dalam proses. Jika disetujui, pembangkit ini bisa jadi back-up utama selama lima tahun ke depan sekaligus memberi ruang untuk pemeliharaan rutin,” ujarnya.

Helmy menekankan bahwa salah satu tantangan besar selama ini adalah ketika PLTU harus menunda pemeliharaan demi menjaga pasokan, yang pada akhirnya bisa membahayakan mesin.

Dengan adanya pembangkit tambahan, PLTU Celukan Bawang akan lebih fleksibel dalam menjaga keandalan pasokan listrik untuk Bali.

***

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

Shares: