13/09/2025

Ini Alasan Banyu Pinaruh Terjadi Setelah Rahinan Saraswati

hari baik dan dewasa ayu melukat

Tirta Empul di Gianyar menjadi salah satu tempat tujuan melaksanakan tradisi melukat di Bali/ Balikonten

DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Setiap 210 hari, umat Hindu di Bali merayakan Hari Suci Saraswati, momen penuh makna ketika ilmu pengetahuan suci Weda diyakini turun ke bumi. Perayaan ini jatuh pada Saniscara Umanis Watugunung, menandai puncak siklus pawukon.

Namun, keesokan harinya, sebuah tradisi tak kalah penting digelar: Banyu Pinaruh. Ritual ini bukan sekadar mandi di sumber air suci, melainkan simbol pembersihan diri untuk menyambut awal baru dalam kehidupan spiritual.

Makna Filosofis Banyu Pinaruh

Banyu Pinaruh, yang diadakan sehari setelah Hari Suci Saraswati, memiliki makna mendalam. Jika Saraswati melambangkan anugerah ilmu pengetahuan, Banyu Pinaruh adalah langkah awal untuk mempersiapkan diri menerima dan mengamalkan ilmu tersebut. Ritual ini biasanya dilakukan melalui melukat, yaitu pembersihan diri di tempat-tempat suci seperti pantai, sungai, atau pertemuan dua aliran air (campuhan).

Menurut Ida Pandita Sri Rastra Shiwananda dari Geria Tapowana Pujung Sari, Tabanan, Banyu Pinaruh mencerminkan siklus kehidupan yang serupa dengan perayaan Tahun Baru Saka. “Seperti Nyepi yang menjadi awal tahun dengan keheningan, Banyu Pinaruh menandai permulaan wuku baru dalam kalender pawukon. Ini adalah waktu untuk menyucikan diri, baik secara jasmani maupun rohani, sebagai fondasi menjalani fase kehidupan berikutnya,” ungkapnya melalui unggahan di media sosial.

Siklus Pawukon dan Awal Baru

Dalam sistem penanggalan pawukon Bali, terdapat 30 wuku, masing-masing berlangsung selama tujuh hari. Wuku terakhir, Watugunung, berpuncak pada Hari Suci Saraswati. Keesokan harinya, saat Redite Pahing Sinta tiba, wuku baru dimulai, ditandai dengan pelaksanaan Banyu Pinaruh.

“Perjalanan spiritual kita ibarat siklus pawukon. Dimulai dari Sinta dengan pembersihan diri melalui Banyu Pinaruh, dan berakhir pada Watugunung yang melambangkan kebijaksanaan Saraswati,” jelas Ida Pandita. Ritual ini menegaskan bahwa kebersihan fisik saja tidak cukup. Umat Hindu dianjurkan untuk melakukan panglukatan, sebuah prosesi pembersihan jiwa dan pikiran, agar siap menjalani hidup dengan penuh kesadaran.

Lebih dari Sekadar Ritual Mandi

Banyu Pinaruh bukan sekadar tradisi mandi di sumber air suci. Ritual ini adalah simbol pembaruan diri, mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan hanya dapat bermanfaat jika disertai dengan kesucian lahir dan batin. Dengan tubuh yang bersih dan jiwa yang jernih, umat Hindu diharapkan mampu menjalani kehidupan yang lebih bermakna, sehat, dan penuh keberkahan.

Lebih dari itu, Banyu Pinaruh juga memperkuat hubungan manusia dengan alam dan sesama. Dengan meresapi makna ritual ini, umat Hindu diajak untuk menjaga harmoni dengan lingkungan serta menghargai ilmu pengetahuan sebagai anugerah suci yang membimbing kehidupan.

Menyambut Kehidupan Baru dengan Hati Suci

Banyu Pinaruh mengingatkan kita bahwa setiap awal baru dalam hidup membutuhkan kesiapan. Melalui ritual ini, umat Hindu tidak hanya menyucikan diri, tetapi juga meneguhkan komitmen untuk hidup selaras dengan nilai-nilai spiritual dan kebijaksanaan. Tradisi ini menjadi pengingat bahwa ilmu yang diperoleh harus diimbangi dengan hati yang bersih dan pikiran yang jernih, sehingga mampu membawa dampak positif bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Dengan semangat Banyu Pinaruh, mari sambut setiap langkah baru dalam hidup dengan kesucian dan kesiapan untuk belajar serta berkembang. Ritual ini bukan hanya warisan budaya, tetapi juga cerminan cara hidup yang penuh makna dan harmoni.

***

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE

error: Content is protected !!