DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Tumpek Wayang, yang jatuh pada hari Saniscara Kliwon wuku Wayang, adalah hari suci yang dirayakan setiap enam bulan sekali oleh umat Hindu di Bali. Hari ini menjadi momen penting untuk menghaturkan puja kepada Sang Hyang Iswara. Tumpek Wayang memiliki makna spiritual yang mendalam, terutama terkait dengan peruwatan (penyucian) berbagai benda seni dan alat kesenian seperti wayang, gong, gender, angklung, hingga kentongan.
Selain itu, Tumpek Wayang dianggap sebagai hari keramat. Berdasarkan tradisi dan lontar Kala Tattwa, anak-anak yang lahir pada hari ini diyakini memiliki kaitan dengan Bhuta Kala dan membutuhkan ritual khusus untuk penyucian. Oleh karena itu, orang tua zaman dahulu sering melarang anak-anak mereka keluar rumah sehari sebelum Tumpek Wayang, yaitu pada hari penyalukan atau kalapasa.
Makna Peruwatan pada Tumpek Wayang
Hari Tumpek Wayang juga dikenal sebagai waktu peruwatan bagi mereka yang lahir di wuku Wayang, khususnya pada hari Sabtu. Untuk penyucian ini, digelar pertunjukan wayang yang disebut Wayang Sapuh Leger. Dalam bahasa Bali, kata sapuh berarti membersihkan atau meruwat, sementara leger berarti mala (kotoran) atau unsur negatif dalam diri manusia. Dengan demikian, Wayang Sapuh Leger memiliki makna spiritual sebagai media pembersihan secara niskala bagi seseorang yang membawa mala sejak lahir di wuku Wayang.
Wuku Wayang sendiri berlangsung selama tujuh hari, dimulai dari hari Minggu hingga Sabtu. Hari terakhir, yaitu Sabtu, dirayakan sebagai puncak perayaan Tumpek Wayang.
Ritual dan Sarana Keagamaan
Pada hari Tumpek Wayang, umat Hindu melaksanakan berbagai ritual keagamaan dengan menggunakan sarana seperti banten. Beberapa jenis banten yang umum dipakai antara lain Banten Pejati, Biakaon, Tebasan, Peras, Pengambean, dan Dapetan. Semua ritual ini biasanya ditutup dengan segehan, yaitu persembahan berupa caru yang mencakup pandan wong (pandan berduri) dan segehan manca warna (lima warna persembahan).
Sehari sebelum Tumpek Wayang, umat Hindu melaksanakan ritual Meseselat pada hari Jumat atau Sukra wuku Wayang. Dalam ritual ini, mereka memasang seselat berupa pandan berduri atau tumbuhan berduri lainnya di tempat-tempat suci seperti Sanggah, pelinggih di rumah, penunggun karang, sumur, dan pelangkiran.
Tujuannya adalah untuk melindungi keluarga dari kekuatan jahat. Keesokan paginya, pada hari Sabtu Wayang, semua seselat yang telah dipasang dikumpulkan dan diletakkan di lebuh rumah sebagai bagian dari prosesi penyucian.
Hari Tumpek Wayang memiliki makna mendalam bagi umat Hindu di Bali. Perayaan ini tidak hanya menjadi momen untuk menghaturkan puja kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, tetapi juga sebagai sarana membersihkan diri secara spiritual dari unsur-unsur negatif. Melalui rangkaian ritual yang sakral, umat Hindu berharap selalu berada dalam lindungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan dijauhkan dari segala hal yang bersifat buruk.