18/11/2025

Mengapa Kelahiran Tepat Wuku Wayang Disebut Melik Menurut Orang Bali?

tumpek wayang merupakan rahinan suci bagi umat hindu

Ilustrasi Wayang Kulit Bali/ Gede Apgandhi Pranata/ Bulelengpost

DENPASAR, BALIKONTEN.COM – Mereka yang lahir tepat pada Tumpek Wayang yakni Sukra Kliwon Wuku Wayang disebut sebagai orang yang terlahir melik. Tidak ada yang salah dan juga tidak bisa dihindarkan, lantas mengapa bisa demikian?

Ini bukan sekadar momen biasa, melainkan dianggap sebagai melik atau sebuah istilah yang sarat makna spiritual dan mistis. Apa yang membuat kelahiran di Wuku Wayang begitu istimewa? Mengapa dianggap melik? Mari kita bahas secara singkat sebagaimana dirangkum dari beragam sumber.

Apa Itu Wuku Wayang?

Sebelum menyelam lebih dalam, kita perlu paham dulu apa itu Wuku Wayang. Menurut kalender Bali, Wuku adalah siklus 30 minggu. Yang dimana, masing-masing berdurasi tujuh hari, yang dikenal sebagai PawukonWuku Wayang adalah salah satu dari 30 siklus ini, dan secara khusus, hari puncaknya jatuh pada Saniscara Kliwon Wuku Wayang, yang disebut Tumpek Wayang. Hari ini dianggap sakral oleh umat Hindu Bali, karena berkaitan dengan seni wayang, Dewa Iswara, dan mitologi tentang Rare Kumara dan Bhatara Kala.

Wuku Wayang bukan hanya penanda waktu, tapi juga simbol spiritual. Menurut kepercayaan Bali, setiap wuku memiliki karakter dan pengaruh kosmik tertentu terhadap seseorang yang lahir di dalamnya. Nah, Wuku Wayang ini konon punya aura yang begitu kuat, terutama karena kisah mitologis yang melatarinya.

Melik: Tanda Kelahiran yang Istimewa

Apa itu melik? Dalam budaya Hindu Bali, melik merujuk pada tanda atau kondisi khusus yang dibawa seseorang sejak lahir, yang diyakini memiliki makna spiritual atau mistis. Melik bisa berupa kelebihan, seperti kemampuan melihat hal gaib, atau justru tantangan, seperti nasib yang penuh ujian. Terdapat tiga jenis melik yaitu, Melik Adnyana (kemampuan supranatural), Melik Ceciren (tanda fisik tertentu), dan Melik Kelahiran (berkaitan dengan waktu atau kondisi kelahiran).

Kelahiran di Wuku Wayang, khususnya pada Tumpek Wayang, masuk dalam kategori Melik Kelahiran. Anak yang lahir pada waktu ini dianggap memiliki tanda khusus yang membuatnya berbeda dari yang lain. Tapi, apa yang membuat kelahiran ini begitu spesial hingga disebut melik?

Mitologi di Balik Wuku Wayang

Wuku Wayang berkaitan erat dengan kisah Rare Kumara dan Bhatara Kala, putra-putra Bhatara Siwa. Konon, Kala dan Kumara lahir pada hari yang sama, yaitu Tumpek Wayang. Kala, yang digambarkan sebagai sosok penuh nafsu dan kegelapan, merasa iri karena harus berbagi hari kelahiran dengan adiknya, Kumara, yang suci dan lembut. Kala meminta izin kepada Bhatara Siwa untuk memakan Kumara, tapi Siwa melarangnya.

Namun, Kala tetap berusaha mengejar Kumara. Saat melarikan diri, Kumara bersembunyi di tengah pertunjukan wayang, di antara denting gamelan gender, dan mendapatkan perlindungan dari Sang Dalang. Kala, yang lapar, akhirnya memakan sesajen wayang sebagai gantinya. Dari kisah ini, lahir kepercayaan bahwa anak yang lahir pada Tumpek Wayang memiliki nasib seperti Kumara: dikejar oleh “kegelapan” atau godaan hidup yang diwakili oleh Kala.

Karena itulah, kelahiran di Wuku Wayang dianggap melik. Anak-anak ini diyakini membawa energi spiritual yang kuat, tapi juga rentan terhadap tantangan hidup, seperti musibah, sifat keras, atau ketidaktenangan, jika tidak diimbangi dengan upacara tertentu.

Upacara Sapuh Leger: Penyeimbang Energi

Bagi masyarakat Bali, kelahiran melik bukanlah sesuatu yang ditakuti, melainkan diterima dengan bijak melalui ritual. Anak yang lahir pada Wuku Wayang disarankan untuk menjalani upacara mebayuh oton atau sapuh leger sejak dini. Upacara ini bertujuan untuk “menebus” atau menyeimbangkan energi negatif yang mungkin dibawa sejak lahir, serta memohon perlindungan dari Bhatara Kala.

Upacara ini terutama diwajibkan bagi seseorang yang lahir tepat pada hari Saniscara Kliwon Wuku Wayang. Namun, banyak masyarakat yang memperluas kepercayaan ini ke seluruh Wuku Wayang. Upacara sapuh leger melibatkan sesajen seperti banten pratistadurmengala, dan biokala, yang ditujukan untuk menenangkan Sang Kala. Hasilnya? Banyak yang percaya bahwa setelah upacara ini, anak menjadi lebih tenang, sehat, dan terhindar dari musibah.

Makna Budaya dan Pelestarian Tradisi

Lebih dari sekadar mitos, kepercayaan tentang melik dan Wuku Wayang mencerminkan kearifan lokal Bali dalam memahami hubungan manusia dengan alam dan kosmos. Filosofi Tri Hita Karana yang menekankan keselarasan dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam tercermin dalam pelaksanaan upacara sapuh leger dan perayaan Tumpek Wayang. Bagi generasi muda Bali, memahami makna Wuku Wayang dan melik adalah cara untuk menjaga identitas budaya. Di era modern, menjaga keseimbangan antara kepercayaan leluhur dan logika rasional adalah kunci untuk melestarikan budaya tanpa kehilangan relevansi.

Kelahiran pada Wuku Wayang dipercaya sebagai melik, yaitu tanda kelahiran yang menunjukkan adanya keistimewaan sekaligus tantangan dalam kehidupan. Lewat mitologi yang memikat, upacara yang penuh makna, dan kepercayaan yang mengakar, masyarakat Bali menunjukkan bagaimana mereka merangkul setiap aspek kehidupan dengan penuh kearifan. Bagi yang lahir di waktu ini, melik bukanlah kutukan, melainkan panggilan untuk hidup selaras dengan alam dan spiritualitas.

***

 

 

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS UNTUK INFORMASI LEBIH UPDATE